Kita berpisah, kita berjarak tanpa pamit
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27-----
Ponsel ku sedari tadi berdering. Panggilan masuk kelima kalinya dari Mama yang aku abaikan. Aku tau hari ini pasti datang. Aku harus jelaskan kepada kedua orang tua ku dan orang tua Raka mengenai keputusan yang aku ambil. Tapi aku belum tau penjelasan seperti apa yang akan aku katakan. Terutama kedua orang tua ku. Tidak mungkin aku katakan bahwa Raka lebih percaya perempuan lain dibanding istrinya. Jika seperti itu, maka hubungan antar keluarga mungkin akan benar-benar selesai.
Hembusan nafas ku keluar dengan keras. Sudah dua hari aku meninggalkan rumah Raka. Dua hari ini hanya ku habiskan di rumah sepanjang hari.
"Reyna" ketukan pada pintu kamar mengalihkan aku dari menatap ponsel. Aku segera turun dari tempat tidur untuk membuka pintu.
"Kenapa, Gandh?" Tanya ku.
Mata Gandhi bergerak ke kanan. "Ada orang tua Raka di bawah" jelasnya.
Ucapan Gandhi membuat perasaan ku bergemuruh. Apakah kemarin mereka sudah pulang dari Bandung?.
"Turun yah, selesaikan secepatnya" kata Gandhi sambil mengelus puncak kepala ku.
Aku langsung mengganggu. Aku turun ke lantai dasar bersama Gandhi, sembunyi di balik punggung Gandhi dengan kepala menunduk. Kepala ku bekerja keras untuk merangkai kalimat apa yang harus aku katakan saat bertemu mereka.
"Om, Tante, ini Reyna" kata Gandhi menyadarkan aku segera.
Kepala aku angkat. Mata ku langsung bertemu dengan mata Mama yang begitu sayang kepada aku.
"Pa, Ma" sambut ku dan jalan menyalimi tangan mereka.
Ketika aku menyalimi Papa kedua telapak Papa mengelus kepala ku. Baru seminggu yang lalu Papa bilang bahagia semenjak aku menikah dengan Raka, tapi justru hari ini aku sudah tidak ada lagi di rumah itu.
Gandhi pamit keluar. Ia mungkin tau bahwa tak perlu ikut campur dalam perbincangan kami kali ini. Kedua orang tua Raka sudah lama mengetahui hubungan aku dan Ghandi hingga mereka tidak pernah mempermasalahkan kedekatan kami.
Aku mempersilahkan mereka duduk. Kami hening beberapa saat, beradu pikiran dengan isi kepala masing-masing.
"Papa Mama sudah pulang dari Bandung" aku membuka pembicaraan.
Kedua orang tua Raka langsung menatap aku. Aku juga balas menatap mereka silih berganti.
"Iya, Mama sudah pulang ke rumah. Kapan kamu pulang ke rumah?" Tanya Mama membuat aku tidak tau ingin menjawab apa.
"Mama mungkin sudah tau masalah antara Reyna dan Raka. Maaf Ma, Reyna belum bisa pulang"
"Raka emang salah. Kamu berhak marah dan kami tidak berhak memaksa kamu pulang. Papa akan mendukung semua keputusan kamu" kata Papa.
"Tidak bisa begitu dong Pa, Reyna harus pulang ke rumah kita" tegas Mama tidak setuju dengan ucapan Papa.
Mama memandang Papa tidak suka. Mungkin jika aku memilih menatap maka alasan satu-satu ku tetap tinggal adalah karena Mama. Wanita yang memperlakukan aku sebagai anak, bukan menantu.
"Kamu bakalan pulangkan, Rey?" Mama kembali bertanya.
Kepala ku menggeleng. Reaksi ku ini membuat Mama berwajah sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Korku"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...