Kamu sedang tidak mengajakku menulis bab pertama tentang perpisahan kan?
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27-----
"Terimakasih, Pak" kata ku dengan tangan mengulurkan uang. Bapak grab yang tadi aku tumpangi mengangguk sebelum pergi.
Di tangan ku sudah ada dua kotak brownis cokelat untuk Raka. Aku membelikan Raka kue ini sebagai permintaan maaf ku untuk kalimat kasar semalam. Setelah ku renungkan aku terlalu kasar mengatakan kepada Raka untuk menelan gelasnya saja. Kalau kalimat ku sampai terdengar di Malaysia bukan hanya Bunda yang marah, Ayah ku pun pasti bakalan tidak menyangka anaknya bisa sekasar itu.
Karena aku menyadari salah maka selepas shalat Dzuhur tadi aku jalan keluar kompleks membelikan Raka kue. Raka suka makanan manis. Brownires cokelat, ayam kecap, pisang goreng cokelat susu, jus alvokad, apapun itu asal manis. Tapi satu, pria itu tidak suka bicara manis.
Tangan kanan ku memegang kantong dan tangan kiri ku berusaha membuka pintu pagar. Matahari siang ini begitu terik seakan langit sedang sangat bahagia. Aku yang mengenakan jilbab hitam semakin merasakan gerahnya.
"Kakak Rey?!" Suara seseorang memanggil aku.
Aku menoleh ke belakang. Saat ku lihat gadis itu mata ku membulat penuh keterkejutan.
"Fanya" kata ku berusaha menutupi rasa terkejut.
Di depan ku sekarang berdiri sosok Fanya. Setelah memanggil aku ia sempat berbicara dengan perempuan memakai masker hitam yang mengantarnya kemari. Aku seperti mengenal perempuan itu dari matanya. Tapi aku tidak tau siapa. Atau mungkin karena hanya matanya yang aku lihat jadi seakan aku mengenalnya? Entahlah.
Setelah perempuan masker itu pergi mata Fanya menelisik aku dari kaki sampai mata ku ia pandangi dengan serius. Oh Tuhan, mengapa di cuaca panas ini engkau tempatkan aku dalam kondisi yang rumit.
Tubuh ku bahkan menegak merasa tidak enak saat Fanya terus saja memandangi aku. Gadis cantik berkerudung hijau army itu pasti juga kaget melihat keberadaan aku.
"Kakak mau ke rumah kak Raka?" Tanyanya membuat aku kehabisan jawaban.
Harus jujur atau bohong?.
"Ah, tidak"
"Tapi kenapa kakak tadi mau buka pagar rumah kak Raka?"
"Oh, anu" gugup ku. Sepertinya panas matahari membuat otak ku sedang lambat berpikir. Ayolah, mengapa aku di keadaan genting tidak tau mencari alasan sedangkan dalam film-film justru alasan selalu muncul dalam keadaan genting seperti sekarang ini.
"Kakak juga mau jenguk kak Raka?" Lagi Fanya bertanya.
"Ah, iya. Gandhi terlanjur beli kue untuk Raka tapi tiba-tiba ngak bisa datang makannya aku yang bawa" apa saja lah, alasan ini memang kurang masuk akal tapi biarkan saja.
Fanya mengangguk-angguk paham. Lalu dia tiba-tiba menarik tangan ku dan membuka pagar dengan cepat.
"Eh, mau kemana?" Khawatir ku.
"Masuk kak, kakak mau jenguk kak Raka yasudah kita sama saja"
"Ngak usah. Kamu aja dulu, aku nanti bicara sama Gandhi mungkin dia sudah bisa kemari"
"Tunggu kak Gandhinya di dalam saja kak" teguh Fanya yang terus menarik ku masuk sampai depan pintu. Tenaga gadis itu kuat juga ternyata.
Lutut ku kembali gemetar karena gugup. Kenapa tiba-tiba aku harus ketemu Fanya di sini. Lagi pula Gadis ini kenapa bisa di sini siang panas seperti ini? Dia tidak ke sekolah apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...