Mengapa diantara beribu-ribu bahas harus bahasa cinta yang paling sulit untuk dimengerti?
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27-----
Hari Jum'at dalam pekan ospek, artinya hari terkahir sekolah sekaligus esoknya hanyalah libur selama dua pekan.
Jika biasanya saat Jum'at akan ada acara Jum'at ibadah maka sekarang tidak. Tapi tergantikan dengan acara final lomba kultum yang sekitar satu jam lalu baru saja selesai.
Dan seperti tebakan awal seluruh siswa sekolah yang menang adalah Muh. Raka Farhan. Jika aku menjadi panitia sudah aku pasang pengumuman bahwa siswa bernama Raka dilarang keras untuk ikut lomba. Jelas ia yang menang, ketua rohis yang berdiri depan umum sudah tidak merasakan sendi pada lutut gemetar.
"Rey, kira-kira yang menang siapa?" Tanya Anita siswa pemilik volume suara paling berisik dikelas.
Aku sempat berpikir menerka-nerka melihat siapa kemungkin menang. "Ngak ngerti bola jadi mana bisa menerawang yang menang siapa"
Anita sempat mempoutkan bibir. Mungkin dia baru sadar telah salah tempat bertanya, untuk dia memang mengerti soal sepak bola karena saat perkenalan diri dulu ia mengatakan lebih ingin bermain bola dari pada boneka.
Kami sedang menunggu pertandingan final sepak bola. Bukan kelas aku dan Raka, tapi kelas ku yang akan bertanding dengan kelas IPS 1. Tidak banyak juga yang bisa kami duduki di final, hanya dua dan satunya lomba tilawah dengan juara dua.
Tiba-tiba pria yang sedang aku hindari ku lihat sedang berjalan ke tempat aku berdiri. Tanpa pikir panjang aku tergesa-gesa pergi meninggalkan Anita sendiri. Dia sempat berteriak aku akan kemana dan pasti gadis itu bingung dengan tingkah ku yang pergi tanpa pamit.
Maaf, Al, mungkin kita memang harus menjaga jarak. Tepatnya aku yang masih asing dengan pernyataan perasaan tersebut.
"Kamu kenapa, Rey?" Tanya Gandhi menahan pergelangan tangan ku.
Sanking buru-burunya aku jalan sampai tidak melihat bahwa ada Gandhi yang aku lewati begitu saja. Makannya pria itu menahan pergelangan ku dan menatap dengan wajah penuh tanda tanya.
"Ngak, di sana panas" kata ku sambil menunjuk tempat berdiri ku tadi.
Mata Gandhi ikut kemana telunjuk ku menunjuk. Ia mengangguk dengan wajah jenaka tidak aku pahami.
"Yakin karena panas?" Selidiknya membuat aku gelagapan. Resiko hidup bersama Gandhi sejak dulu membuat aku sulit berbohong didepan dia.
"Kamu kira aku bohong?" Tanya ku pura-pura kesal. Jika sudah menunjukan ekspresi tidak terima ku Gandhi pasti akan selalu mengalah. Dan detik ini pun hal itu masih berlaku karena dia tidak lagi memperpanjang persoalan tadi.
Kami hanya mengobrol singkat karena pertandingan akan segera berlangsung.
Aku memilih berjalan ke lapangan karena aku melihat disana ada Aina. Seperti saat awal Porseni aku juga melihat sosok yang sama sedang berdiri diseberang lapangan.
Sampai sekarang setiap melihat Raka aku lebih memilih pura-pura tidak lihat. Rasanya aneh sendiri memikirkan Raka berani sekali mengecup kening ku. Sudah beberapa hari ini menjauhi Raka menjadi pilihan ku juga. Dan yang membuat kesal pria sama sekali tidak bertanya aku kenapa. Dasar, Raka!
"Gandhi, semangat dong" itu bukan suara ku melainkan suara perempuan yang tidak aku kenal siapa. Sejak tadi nama Gandhi sudah banyak mendapat teriakan.
Bahkan ada yang janji mentraktir Gandhi jika menang. Pikir ku itu modus, memang dasarnya ingin makan bersama Gandhi dengan alasan tanda selamat.
"Secara keunggulan di luar dari teknik yang tidak aku mengerti kelas kita unggul pada poin Aldo ketua sepak bola di sekolah" kata ku kepada Aina yang langsung tertawa geli.
Ada yang lucu?.
"Tinggal dengan Raka lama-lama kamu ikutan serius juga" ia mengatakan dengan masih ketawa.
Aku mendengus bersama delikan mata untuk Aina. Sempat-sempatnya dia dalam keadaan apapun selalu melibatkan Raka dalam perbincangan. Aku jadi berpikir mungkin Aina ini dalam kubu Raka.
"Kamu teman Raka atau aku sih, Ai?"
Aina terlihat berpikir. Telunjuknya ia ketuk-ketuk dengan ritme konstan diatas dagu. "Kenapa emangnya?" Justru itu yang dia jadikan jawaban.
Aku kira beberapa menit berpikir dia sudah mempunyai jawaban tapi ternyata malah melempar pertanyaan balik.
"Lamanya kamu berpikir dan tidak ada jawaban aku jadi meragukan kamu teman aku" kesal ku.
Aina malah tertawa dan menarik ku masuk dalam rangkulannya.
"Sampai kapanpun aku teman kamu lah. Kalau aku selalu bahas Raka mungkin itu sebagai pengingat kalau sekarang ada hati yang harus kamu jaga" katanya bijak dan tidak ku mengerti.
Hati yang di jaga? Hati Raka? Aina pasti salah. Menjaga hati Raka hanya berlaku jika dia menyukai ku. Aku tidak mengajaknya bicara saja dia tidak masalah. Mustahil memiliki perasaan.
"Kamu sampai detik ini belum menyukai Raka, Rey?" Mata Aina melirik ke seberang lapangan. Jelas yang dia lirik di seberang sana adalah Raka.
"Kalau aku jawab iya salah ngak?"
"Ya salah lah. Bukan salah tapi kamu bohong"
Mata ku membulat. Berbohong? Kurang sepuluh menit sudah dua mengatakan aku berbohong. Untuk Gandhi aku akui berbohong tapi untuk Aina rasanya tidak.
"Aku rasa kamu mulai suka dengan Raka" lanjutnya sangat yakin. "Mau aku buktikan, Rey?" Tantangnya. Sangat jarang Aina bersikap serius.
Dia tertawa singkat menambah pemikiran tidak mengerti ku.
"Lihat seberang lapangan deh, Rey"
"Malas"
"Kalau ngak kami lihat bagaimana bisa aku buktikan kalau kamu mulai suka dengan Raka" paksanya. Aina bahkan memaksa kepala ku agar menoleh ke arah Raka.
Entah ini karma aku bohong kepada Gandhi mengatakan tempat berdiri dengan Dewi panas atau apa. Yang jelas tiba-tiba saja udara memang terasa panas.
Diseberang sana ternyata bidadari cantik sekolah sedang memberi botol air mineral kepada Raka.
Raka? Senyumnya itu sangat membuat jengkel.
"Cemburu kan, Rey?" Lagi tanya Aina.
"Harusnya setelah melihat Fanya dekat Raka kamu paham yang Raka sukai itu Fanya" Jawab ku mengabaikan pertanyaannya barusan.
"Rey, apa yang kamu lihat ngak selamanya menjadi jawaban. Cinta tidak hanya berputar pada dimensi perkataan. Cinta itu rumit, Rey. Hanya karena selama ini dia belum mengatakan aku cinta kamu bukan berarti dia tidak cinta kan?"
"Maksud kamu?"
"Semua orang punya caranya masing-masing dalam mengungkapkan cinta, Rey" kata Aina dan meninggalkan aku seorang diri.
Itu, Aina?
Cara apa yang Raka pilih?
-Bersambung
Makassar, 31 Agustus 2019
Assalamualaikum
Up, Makassar 20.41 WITA
Jomlo apa kabar malam Ahad?
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...