Saling Melempar Pertanyaan

7.2K 652 62
                                    

Saya melihat apa yang kamu anggap tidak
Dan, saya rasakan apa yang kamu anggap tidak mungkin

-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27

-----

"Makasih untuk hari ini, Gandhi" ucap ku kepada Gandhi.

Kami baru saja pulang. Jam pada ponsel aku lihat menunjukan angka lima belas lewat tiga puluh. Ternyata sehari ini kami menghabiskan waktu cukup lama.

"Sama-sama kembali, Rey. Aku sudah bilang kan sekarang ada aku, kamu boleh minta apa saja"

Aku tertawa singkat mendengar penuturan Gandhi. Aku baru ingin menjawab tiba-tiba pintu rumah terbuka. Kompak aku dan Gandhi menoleh ke arah pintu.

Ternyata Raka yang keluar. Aku tiba-tiba memikirkan soal orang yang berlari tadi. Ah, aku sedang tidak ingin berpikir kritis sebenarnya. Terlalu merepotkan dan terlalu menerka-nerka.

"Kamu sudah pulang" katanya dari jarak dua meter sambil masih terus mendekat.

Aku mengangguk masih belum tau ingin menjawab apa. Fokus ku masih teralih pada orang di rumah Gandhi.

"Thank you izinin Reyna sama gue hari ini" akhirnya Gandhi lah yang mengangkat suara.

Kini giliran Raka mengagguk. Pria itu tersenyum tipis. Saat sampai di samping ku ia menatap Gandhi dengan serius yang tepat di hadapannya. Raka batuk sekali, mungkin pengalihan atas suasana aneh. Dan aku selalu penasaran mengapa di setiap kami bertiga ada dalam satu lokasi selalu saja terasa lain.

"Terimakasih juga sudah menjaga dia dengan baik hari ini"

"Bukan hari ini saja tapi untuk selamanya. Kalau ada yang sakiti dia gue paling depan. Terutama lo" suara Gandhi begitu serius.

Sudah aku katakan Gandhi tak suka pembicaraan formal, tak suka sesuatu yang serius, namun ia tak pernah main-main dalam janji dan ucapan.

"Saya harap saya bisa terdepan untuk bahagiakan Reyna"

Tolonglah jangan saling melempar perkataan yang membuat aku dalam situasi tidak bisa memilih. Ini masih antara Raka dan Gandhi, bagaimana jika mereka berdua tau bahwa Aldo juga mengutarakan perasaannya kemarin.

Aku tidak sanggup membayangkan reaksi mereka berdua.

"Gandh, sana pulang. Sudah sore nanti macet kalau kelamaan"

Gandhi ketawa, ia ayungkan tangannya untuk mengusap kepala ku. Dan ekor mata ku kali ini melirik Raka yang langsung memfokuskan tatapan pada puncak kepala ku.

Rasanya air liur saja sulit tertelan.

"Bibble pulang Mariposa" dan aku langsung mengagguk cepat mendengar penuturannya. Bagaimana pun suasana ini harus segera tertuntaskan.

Kepergian Gandhi meninggalkan aku tinggal berdua bersama Raka. Pria itu tidak lagi menatap aku, ia hanya fokus menatap ke bawah sambil menendang kecil batu yang mampu ia jangkau.

"Raka" panggil ku.

"Kenapa, Rey?"

"Kamu...." Ucapan ku terhenti. Aku ingin menanyakan soal hal yang aku lihat di rumah Gandhi namun perasaan ku masih ragu untuk bertanya.

"Kenapa?" Tanyanya untuk kedua kali.

"Ngak apa-apa, nanti saja" akhirnya aku kembali memendam segala pertanyaan untuk pria di samping ku ini.

Tapi Raka justru semakin memfokuskan tatapan. Mata hitam tegasnya dapat tertangkap dalam netra ku. Aku masih tidak menyangka pria yang paling tidak ingin aku temui dari dulu karena sikap sarkatismenya justru menjadi pria pelengkap separuh agama ku.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang