Satu musuh itu terlalu banyak, seratus teman itu terlalu sedikit.
– Anonim
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
-----
Bumi semakin berumur cuacapun semakin tak bisa dikondisikan. Kemarin cerah saat ini mendung.
Mengingat awan yang berkumpul menjadi hitam rasanya membuatku semakin malas beraktivitas. Perkataan Bunda kemarin malam tertempel jelas, membuatku selalu mengingat nya.
Ini hari kedua ucapan Bunda berlalu, tapi shocknya malah menjadi-jadi. Bahkan semalam perkataan Bunda malah ikut sampai ke mimpi.
Reyna harus bagaimana.....
"Reyna Ananda Hasbalah" teriakan dari arah depan membuatku tersentak ke alam nyata.
Ah.. ternyata aku kembali gagal fokus. Sadisnya ini dalam mode pembelajaran terlebih mata pelajaran matematika. Ibu Dian sang guru menatap dengan garang ke arahku.
"I..iya, Buk" jawabku dengan intonasi sangat kecil. Jujur aku takut. Ibu Dian tipikal guru tegas apalagi ini pelajaran bagi mayoritas orang menguras tenaga.
"Kamu melamun dari tadi?" Tanyanya "turunan dari 2x + 5x kuadrat berapa?"
"2 + 10x, Buk" Kali ini suaraku terdengar percaya diri.
Ibu Dian hanya menatap datar. Beriringan dengan bel jam istirahat berbunyi pertanda berakhirnya pelajaran.
Aku bernafas lega, kembali aku menopang dagu seperti posisi sebelum guru menegur. Rasanya aku benar-benar tak memiliki tenaga akibat percakapan dengan Bunda tempo hari.
Apa aku putus asa?.
Tentu tidak. Harapan satu-satuku hanya Ayah. Aku akan berbicara mengenai syarat darinya agar diberi toleransi. Selama aku hidup menjadi anak tunggal Ayah, beliau tak pernah mengabaikan permintaanku. Jadiku mohon permintaan kali ini pun dapat terkabulkan.
Yang menjadi masalah adalah sudah dua hari ini Ayah tak menampakkan diri dirumah. Pulang larut berangkat awal menjadi rutinitas Ayah menjelang keberangkatan ke Malaysia.
"Rey kenapa sih?" Tegur Aina. Sahabatku.
Aku tak menggubris ucapan Aina. Justru yang ku lakukan merebahkan kepala diatas meja.
"Kan galau... ada masalah yah?" Tanyanya lagi
Aku ingin sekali bercerita mengenai masalah yang sedang bersarang dikepalaku. Nantilah Ai soalnya aku saja masih berharap ini delusi semata.
"Reyna di panggil Ibu Dian diruang guru" suara teriakan Aldo yang menyebut namaku.
Kembali aku mendengus. Bukannya tak suka tapi kali ini sekedar keluar kelas saja rasanya malas. Apalagi keruang guru yang jaraknya lumayan jauh.
"Dosa Rey ayo kesana" seakan malaikat putih dibagian kananku berujar.
"Ai, keruang guru dulu yah" pamitku kearah Aina yang masih menatapku penuh keingintahuan.
"Ngak seru kamu, Rey..." Ucapnya terdengar frustasi.
Aku mengabaikan keingintahuan sahabatku itu. Nanti pasti akan aku ceritakan. Tapi tolong bersabar sampai perasaanku hingga dentuman kaget itu hilang.
Kutolehkan kepala kearah kiri dan kanan. Aku tak melihat tanda-tanda keberadaan Ibu Dian. Rasanya aku ingin kembali ke kelas saja. Aku kan sudah menjalankan perintah. Buktinya saat ini keberadaanku dekat pintu masuk ruang guru, Ibu Diannya saja yang tidak ada.
"Ibu Dian ada di lab biologi" horor sekali tempat ini. Mengapa suara tiba-tiba muncul.
Aku berbalik mencari keberadaan orang bersuara itu. Moodku sedang tidak baik tolong untuk tidak mengagetkan. Apalagi aku phobia hantu-hantu.
"Makasih..." Kan justru itu yang aku katakan meskipun terdengar sangat tak ridho. Aku ingin marah sebenarnya namun enggan ketika melihat yang bersuara tadi adalah Raka. Tensin dong, dia orang famous di sekolah. Kalau akhirnya bisa saja aku dapat kultum gratis dari dia.
"Assalamualaikum, Buk..." Salamku ketika melihat keberadaan guru matematika yang ku cari.
Ibu Dian menoleh lalu tersenyum.
"Waalaikumsalam masuk Reyna Raka"
Jawaban salam ibu Dian membuat ku menoleh ke arah belakang. Aku baru sadar kalau pria itu mengikuti aku. Atau aku kepedean sepertinya.
Raka hanya memandang datar, dengan santai melaluiku menemui ibu Dian.
"Kan Rey kepedean banget kamu. Raka juga dipanggil mana mungkin ngikutin kamu" tegurku sendiri dalam batin.
Aku mengikuti langkah Raka menghapus jarak mendekat ke Ibu Dian. Baru kali ini radius antara aku dan Raka bisa sedekat ini. Kembali lagi, jujur aku takut ke orang bernama Raka ini.
Ibu Dian membuka tas berwarna hitam miliknya. Mengambil dua lembar kertas menyerahkan masing-masing kepada aku dan Raka.
Hanya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya pertemuan kami bertiga. Singkatnya selembaran dari Ibu Dian adalah tugas untuk dua hari yang akan datang. Beliau akan mudik jadi menitipkan tugas pengganti dirinya mengajar. Karakteristik guru rajin sekali kan?.
Pria itu, maksudku Raka masih memasang sepatu didepan pintu lab. Aku sengaja mengambil jarak. Alasannya kelasku dan kelasnya bertetangga. Aku yakin pria itu akan kembali ke kelas, akupun sama akan ke kelas juga. Jadi ringkasnya aku tak ingin pulang ke kelas bersama pria itu dalam radius dekat. Baru ketika Raka telah jauh barulah aku juga mengayungkan kaki untuk kembali ke kelas.
-To Be Continue-
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...