Kamu, bukan laki-laki sekedar mengumbar ucapan kan?
Tolong jawab dengan lantang "IYA"-Assalamualaikum Ketua Rohis-
Layaknya seorang tokoh antagonis aku tertawa dalam hati. Ini bukan kelakuan salah sepertinya. Setidaknya jika bukan beberapa hal minimal ada suatu hal yang membuat aku menikmati pernikahan ini. Dan sudah bulat, hal tersebut adalah misi-misi Reyna.
Selepas menutup buku lalu memasukan kembali ke dalam laci aku berbalik ke belakang.
"Ya Allah...." Jerit ku.
Aku belum terbiasa dengan takdir yang selalu mempertemukan ku dengan Raka dengan cara adu jantung. Ia selalu hadir tanpa ku duga-duga.
Aku menjerit tetapi pria dihadapan ku memandang disertai alis naik sebelah. Wajah nya? Tetap menjadi wajah campuran semen.
"Kamu ngapain disini?" Kata ku sesabar mungkin menutupi kekesalan.
"Di sini?" Kata Raka sambil jari telunjuk menunjuk lantai "bunda yang nyuruh" lanjut pria itu.
Jawaban pria itu membuat ku bingung. Ini kamarku, dan sepertinya ia sudah mengetahui tak ada kamar berdua untuk pernikahan ini. Setidaknya hingga lulus kuliah.
"Ini kamar aku Raka"
Pria aneh. Raka sama sekali tak merespon. Ia tetap sama tenangnya.
"Ah.... Sana minggir" ku gerakan telapak tangan isyarat menyuruh nya bergeser.
"Aku rasa sebelah kanan dan kiri masih cukup luas untuk kamu lewati tanpa aku bergeser" Bravo. Pria idaman bunda benar-benar tak pernah berpikir dua kali untuk berbicara.
Baiklah, aku harus ingat seorang Raka tipe manusia serius. Ia laki-laki sejati yang berpikir rasional.
Ku hembuskan nafas lalu berjalan meninggalkan nya seorang diri dalam kamar ku, yang ia cap tiga menit lalu sebagai kamar nya.
"Bunda...." Suaraku menggema saat tak melihat bunda diruang keluarga.
"Bunda...." Kedua kali nya tak ada yang menyahut teriakan ku.
"Bund...."
"Rey, Tante Rina dikamar nya" jawab Intan yang tiba-tiba muncul dari taman belakang. Sebuah gunting rumput digenggam nya.
Aku bergegas menuju kamar bunda. Ini harus diselesaikan sekarang juga. Bunda bagaimana mungkin menjadikan kamar ku dalam sekejap menjadi kamar Raka. Sesayang-sayang nya bunda kepada pria itu ini bagi ku keterlaluan.
"Bunda kamar Reyna nanti disana ada balkon yah. Trus bagian itu ada jendela" sejak membangun rumah ini, kamar ku pun aku yang merancang sedemikan rupa. Ibarat nya kamar ku adalah rumah mini ku.
"Bunda...." Kata ku setelah membuka pintu.
Tante Diani sedang mengeluarkan baju dari lemari sedangkan bunda melipat nya kedalam koper. Mungkin bunda lagi packing untuk keberangkatan besok.
"Ada apa?" Tanya bunda tanpa melihat ku.
Aku naik ke atas tempat tidur. Berdiam sebentar memerhatikan kegiatan dua wanita satu generasi di hadapan ku.
"Tadi teriak ditanya diam" Tegur Tante Diani. Mungkin ia bingung aku hanya berdiam diri.
"Itu loh bund, kok Raka ngaku kamar Reyna milik dia sih"
Kini bunda menatap ku, sedetik kemudian tertawa kecil.
"Ada yang salah?" Tanya nya.
Ini bunda sejak memberitahu ku tentang perjodohan hingga pasca menikah pun jika aku bertanya persis seperti ayah selalu mengajukan pertanyaan "ada yang salah?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...