Katanya dia tidak baik-baik saja ketika aku terluka
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
-----
Hari ini hari kelima kami menghabiskan waktu di Bandung. Besok lusa setelah malam tahun baru besoknya kami akan kembali pulang ke Jakarta. Tapi tujuan ku yang ingin akrab dengan Aida sama sekali belum ada perkembangan seperti kemampuan ku dalam bahasa Inggris.
Berbeda dengan Aida, justru Aidan sangat mudah untuk aku berbaur dengannya. Bahkan Aidan seakan menjadi motivator pendukung ku untuk akrab dengan saudaranya. Seperti dia selalu menyampaikan wejangan "Aida itu baik, cuman untuk bertemu orang baru dia suka antipati. Nanti dia bakalan mengerti kalau jodoh dia bukan Raka tidak bisa di sanggah"
Sementara Raka menjadi tempat ku berkeluh kesah jika telah melakukan sesuatu hal untuk Aida tapi tetap tidak mendapat respon baik. Tidak jauh beda dengan Aidan, Raka juga sama pasti selalu menyelipkan kata semangat diakhir responnya atas curhatan ku.
Pagi ini aku dan Aida mendapat tugas dari Mbak Astrid untuk mengambil lombok di kebun. Ternyata selain halaman belakang Kakek Yamin juga memiliki kebun yang tak jauh dari rumah. Dan sayangnya mengapa Kakek Yamin tidak menanam lombok juga di halaman belakang, jika saja beliau menanam sudah tentu aku tidak akan terjebak berdua dengan Aida di sini.
Rasa canggung itu menyapa dengan sangat terasa. Jangan mengharapkan kami akan berbasa-basi saling menanyai apakah tidur semalam nyenyak karena nyatanya hingga sepuluh menit kedatangan kami di tempat ini belum ada yang membuka suara.
Aku jadi pusing sendiri mendapat perlakuan cuek Aida serta beberapa kali menjadi korban ulahnya. Seperti dia pernah menggantikan semua tugas yang harusnya aku kerjakan untuk Raka tapi justru dia yang melakukan.
Aku baru ingin menanyai Raka ingin makan apa tapi ternyata sudah ada makanan yang di bawah Aida untuk Raka. Atau setiap sore Aida selalu bercengkrama akrab dengan Raka tanpa melibatkan aku dan membuat aku merasa selama di Bandung interaksi bersama Raka justru terkuras diambil alih oleh Aida. Belum lagi jika Aida mengkritik ku dengan kata cukup menghujam perasaan. "Raka mau makan saja kamu bertanya dia ingin apa, harusnya sebagai istri kamu sudah tau apa yang dia mau"
Apa yang ini yang dia katakan kalau besok Raka masih sama kamu?.
Astaga. Rasanya hari-hari ku di Bandung seperti les privat cara menjadi menantu yang baik. Di sini justru Aida yang terlihat berperan menjadi mertua ku.
"Aida, kantong ini di isi lombok sampai penuh?" Tanya ku memberanikan diri saat merasa tak wajar kami hanya berdiam diri.
Hal pertama respon Aida mata hitam dengan buku mata indahnya menatap aku tajam. Ini sudah biasa, hanya menelan air liur saja yang bisa aku lakukan.
"Gitu aja kamu nanya" kan aku mendapat serangan batin lagi.
Aku hanya mengangguk tak berani lagi mengeluarkan suara. Padahal jika cueknya Aida karena alasan yang Aidan katakan sebab aku mengambil calon jodohnya itu bukanlah kesalahan ku. Aku saja dulu sangat tindak ingin berjodoh dengan Raka. Kalau tau waktu itu Aida ingin sekali bersama Raka, dengan senang hati aku ingin bertukar tempat.
"Kamu apa kelebihannya sih hingga Raka pilih kamu?" Pertanyaan tidak terduga Aida lemparkan.
"Aku?" Tanya ku menunjuk diri sendiri.
Ku lihat gadis berkerudung biru di depan ku semakin memperdatar wajahnya.
"Yang mau sama Raka itu banyak. Dia ganteng, sholeh, pintar, baik, bertanggung jawab, mandiri, dan masih banyak kelebihan lainnya. Sementara kamu aku lihat kekanak-kanakan dan hanya bisa mengeluh kepada Raka tanpa kamu bertanya apa Raka juga punya masalah" Lanjut Aida semakin menyayat perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...