Akhir Yang Batal

6.9K 574 55
                                    

Terimakasih telah berani menghapus jarak diantara kita

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

-----

Lomba baru saja selesai. Kelas kami menang dengan skor tipis 1 - 0. Itupun hanya keajaiban dari tendangan pinalti.

Aku berdiri dekat pintu kelas. Sementara yang lain sedang berpesta ala kadarnya. Aina mengajak untuk ikut makan tapi aku sedang malas sehingga hanya menjadi penonton mereka makan berjamaah. Atau sesekali menjadi fotografer dadakan.

Tidak aku tanyakan lebih jauh apa maksud perkataan Aina tadi. Dia kembali ke sikapnya yang usil. Nanti saja aku pikir sendiri apa maksud perkataan itu.

Soal Gandhi jangan tanyakan dia ada dimana. Dia sudah hilang yang hanya aku lihat sekilas dilapangan tadi menjadi buronan siswi perempuan angkatan kami. Bahkan belum aku katakan selamat tapi raga pria itu sudah tidak kelihatan karena dibawa kabur.

Tidak urus. Biarkan saja. Yang ada aku tidak habis pikir kepada siswa perempuan yang membawa Gandhi. Mereka mengatakan aku pacar Gandhi, tapi lihat, mereka tidak risih membawa Gandhi pergi.

Apa pelakor di jaman sekarang sudah terinstall tidak punya malu?.

"Rey" panggilan mengagetkan ku.

Astaga. Aldo. Mau kabur kemana lagi aku jika sudah begini.

"Jangan pergi dulu" katanya menahan ku. Baru saja aku ingin pura-pura ke toilet tapi mendengar perkataan Aldo rasanya aku sangat jahat. Padahal dulu kami sangat akrab dan sekarang ada jarak tanpa kasat mata berdiri.

"Kenapa, Al?" Kata ku berusaha bersikap baik-baik saja.

Bagaimanapun aku coba rasanya sulit mengabaikan. Ini yang tidak aku suka jika mengetahui perasaan seseorang. Rasanya kita seperti dipaksa untuk bertanggung jawab.

"Kamu tidak mau kasih ucapan selamat?"

"Eh, selamat, Al" mulut ku ini yang kata teman-teman sangat ahli bicara kenapa sekarang seperti tidak memiliki kosa kata.

Aldo tertawa membuat aku tambah salah tingkah.

"Kamu pasti merasa aneh setiap lihat aku setelah ungkapan itu?" Tanya lagi.

Astaga. Ingin aku berteriak sudah tau kenapa bertanya lagi?!

"Ngak" kan lebih singkat lagi jawaban aku.

Tawa Aldo masih belum selesai. Dia melihat aku dan itu sangat menyakitkan. Aku rasanya kehilangan diri ku dalam mata Aldo. Dulu jika aku bercermin melalu mata Aldo selalu aku lihat diri ku tertawa. Aldo selalu dapat membuat lelucon sampai aku dan Aina sakit perut tertawa. Sekarang itu tidak lagi ada.

"Aku mau bicara, Rey. Bisa kamu dengarkan?"

Boleh aku menjawab tidak? Masih trauma mendengar Aldo meminta izin untuk bicara. Takutnya apa yang akan dia katakan semakin membuat kami renggang.

"Boleh" dustaku. Akan aku nobatkan hari ini sebagai hari bohong Reyna paling banyak.

Dia tersenyum. Menghentikan tawa dan menatap penuh serius.

"Aku sepetinya salah membuat pengakuan itu. Bukan memiliki justru aku kehilangan kamu. Menjadi teman saja kita rasanya sulit"

"Al" potong ku.

"Kamu sudah kasih aku izin untuk aku bicara dan kamu dengarkan. Jadi, tugas kamu hanya menjadi pendengar sampai aku selesai"

Aku diam. Mungkin saatnya kami menyelesaikan masalah tidak terduga ini.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang