Air Mata di Bandung

6.8K 658 55
                                    


Malam ini aku menangis

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

-----

Ku lihat air mulai bercucuran menyapu sekilas debu yang bersarang pada kaca rumah. Gerimis kecil kini tergantikan dengan hujan deras. Mungkin saja, yah, ini adalah tanda musim penghujan telah akan tiba. Bulan Desember memang sudah saatnya hujan datang.

Ada fenomena unik. Ketika hujan menyapa tanah ia tidak hanya berinteraksi dengan bumi tapi juga dengan penduduk bumi. Kata Gandhi hujan selalu dapat membawa rindu.

"Rey, di Singapura dulu setiap hujan aku selalu ingat kamu. Kamu paling suka bermain hujan tapi takut dengan kilat dan petir" jujur Gandhi waktu itu saat kami menghabiskan hari bersama di rumahnya dulu.

Aku tertawa jika mengingat masa kecil ku dan Gandhi. Benar aku paling takut dengan dua kata itu. Dulu jika kami bermain hujan, Ayah akan melarang tapi Gandhi selalu mampu membujuk Ayah.

Kami akan bermain di bawah hujan tapi saat kilat datang aku akan langsung menarik Gandhi untuk masuk ke teras rumah. Aku takut, karena setiap kilat datang, suara petir langsung terdengar.

Makannya kami tidak pernah bermain hujan yang jauh dari rumah karena aku akan selalu menarik Gandhi untuk masuk teras.

Bersama dengan aku mengingatnya satu pesan masuk dari pria itu juga menyapa ponsel ku. Hubungan batin kami tambah erat rasanya.

"Siapa?"

Begitu pesan pertama Gandhi. Singkat dan langsung pada pertanyaan.

"Sepupu Raka, Aida namanya"

Aku tersenyum sangat tipis sembari mengetik satu nama gadis yang juga bisa membuat perasaan ku pasang surut. Jika di Jakarta sudah ada Fanya dan Zulfa ternyata di Bandung ada Aida.

Kira-kira di Pluto ada siapa yang berperan sebagai Zulaikah?.

"Dia cantik, Rey"

Ah, balasan macam apa itu dari Gandhi. Aku jadi kesal sendiri. Tidak ku balas pesan Gandhi tapi justru aku memutar kembali video story wa ku yang di balas Gandhi. Video yang aku rekam saat makan malam kami tadi.

Benar, tidak bisa aku sanggah bahwa Aida memang terlihat cantik dalam video. Aslinya juga cantik. Ia manis dengan lesung pipi di kiri kanan ditambah bulu mata mata gadis itu yang sudah hitam pekat secara alami.

"Kalau dia cowok dan kamu bilang cantik mata kamu perlu di obati"

Tidak ambil pusing. Aku tidak ingin terlihat sebagai perempuan yang merasa iri. Tindakan kesal kepada Aida juga suatu hal salah. Ia sepupu ku dan aku juga harus bisa memahami rasanya jika dia melihat ku yang telah bersanding dengan pria yang hampir menjadi jodohnya pasti akan lebih terasa kesal dari pada kesal ku.

Benarkan?

Tapi, tapi, aku berdusta. Aku tidak sebaik itu.

Jika mengingat ia menghabiskan sore bersama Raka, jalan bersama, itu sangat membuat perasaan pasang surut hadir. Perasaan ambigu, perasaan abstrak, dan berbagai perasaan tidak ku mengerti hadir.

Seperti perasaan ku sewaktu kecil jika Gandhi bermain dengan perempuan lain di kelas sewaktu kami SD. Aku merasa terabaikan.

"Rey, kenapa?" Sapaan halus itu datang dari seorang Raka.

Kepala ku menoleh ke atas, langsung tertusuk dalam netra hitam Raka. Dulu aku paling tidak berani menatapnya, tapi sekarang aku ingin selau menatap mata itu. Bisa saja jawaban yang sedang aku cari ada di matanya agar tak perlu menunggu hingga lulus SMA untuk mendapat kejelasan.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang