75

1.2K 88 5
                                    

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan pintu terdengar di telinganya tetapi enggan membukakan pintu.

"Chaeyong ini ada kakakmu" ucap ibunya di luar kamar.

Lagi-lagi Rosé hanya terdiam memandang kamarnya yang sudah gelap gulita.

Tok. Tok. Tok.

"Rosie, buka pintunya sayang ini unnie"

"..."

"Rosie ada apa denganmu?"

"..."

"Aku tahu kau tidak baik-baik saja, maka bukalah pintu kamarmu bicara ada apa sebenarnya"

Suara pintu terbuka, Rosé membuka kan pintunya kepada Jisoo. Setelah itu Rosé kembali lagi ke ujung ranjangnya.

Jisoo yang melihat adiknya dengan keadaan kacau langsung segera menghampiri adiknya dan segera bertanya.

"Rosie... Ada apa?" Tanya Jisoo hati-hati.

"Entah"

"Setelah pesta ulang tahunmu kau menjadi sangat pendiam, ada apa sebenarnya?"

"Suga... Dia bertunangan kan?" Tanya Rosé sangat pelan.

Terkejut Jisoo mendengarnya, padahal tidak ada satu pun undangan yang sampai ke Rosé atupun butik milik Rosé.

"Kau, tau?"

"Haha aku seperti wanita bodoh bukan?" Tanya Rosé terkekeh.

"..."

"Berkali-kali aku disakiti lalu saat ia kembali aku dengan mudahnya menerima ia kembali, dan sangat bodohnya aku tak tahu jika Suga akan bertunangan. Aku yang bodoh terlalu mengharapkannya"

"Sekarang aku mengerti unnie,
mengapa ia meninggalkan aku. Bukan karena aku yang terlalu berharap kepadanya, tetapi ada ia tak ingin aku mengusik hidupnya karena ada 'dia' dihatinya"

"Benar juga kata orang, tidak baik berharap terlalu besar kepada seseorang sebab suatu hari orang yang aku harapkan akan mematahkan hatiku sedemikian patah hingga memberi alasan banyak pun tidak ada lagi gunanya"

-

"Bagaimana keadaannya dok?" Tanya Suga mendatangi dokter yang menangani Wendy.

"Keadaannya sudah pulih tetapi masih syok, goresan kaca yang mengenai tangannya tidak parah dan tidak mengenai nadinya" jelas dokter itu yang sudah cukup tua.

Suga menghela napas lega mendengar penuturan dokter itu.

"Bisa saya temui?"

"Silahkan"

Segera Suga memasuki ruangan wendy, terlihat gadis itu tengah berbaring dengan mata tertutup. Ada perasaan bersalah melihat keadaan Wendy seperti ini, seharusnya jika Suga lebih cepat menyingkirkan keca itu mungkin Wendy tidak akan berakhir seperti ini.

Perlahan Suga menyentuh jari jemari Wendy, ia usap lembut tangan gadis itu perlahan. Saat mereka bersentuhan Suga kembali merasa perasaan bersalah semakin besar.

"Maaf..." Bisik Suga sangat pelan.

"Maafkan aku yang terlalu brengsek, aku menjadikanmu sebagai pelampiasan. Aku tidak benar-benar mencintaimu Wen, hatiku terlalu sakit ketika aku harus melupakan orang yang aku cinta. Aku pikir aku akan benar-benar jatuh cinta kepadamu, aku selalu membuat pikiran bahwa aku mencintaimu. Nyatanya semakin aku berpikir bahwa aku mencintaimu, semakin sakit hatiku. Semakin besar pula rasa bersalah kepadamu"

Red RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang