Patrick??

1.6K 235 21
                                    

Sumpah kaget, siang tadi tepat dibawah guyuran air hujan planet gurita—manusia Bae modal hening liatin ponsel tanpa kedipan.

Seohyun pasang wajah gawat, takut ada sesuatu. Tapi gak lama ternyata sobat begitu idiotnya cuma karena text dari Bu bidan. Katanya seneng dicari duluan tanpa harus spam beruntun.

Seneng? Yakin? Ya, bahkan senyumnya mengembang, tanda bahagia kan. Percaya!




;

Mati, bahkan Irene gak berhenti merutuk disepanjang perjalanan. Soal bukit meteor, memang ada? Konyol, asli. Nama spotnya freak, bau-bau wibu entah kecium dari mana.

Definisinya begitu; bukit meteor sama dengan wibu. Hallo dulu sama penggemarnya, ada.

Dan ada Wendy disana, Irene tarik nafas—sedikit gugup kalau boleh tau. Sepekan tanpa kabar, lalu jam 7 lebih ini mereka terjebak berdua; secara sengaja. Irene jalan santai, Wendy reflek noleh.

Oke, gugup total. Manusia Bae itu, jangan salah.

“Gimana?” Irene tanya duluan, tangannya masuk kantong hoodie cari hangat, lalu Wendy gak respon—tapi otak loading nyerna kalimat tadi.

“Apanya? Gimana apa??”

“Kabar.”

Bibir Wendy membulat, oh-nya kedengeran agak panjang. Bahkan kepalanya ngangguk tanda ngerti.

“Kenapa merah?” Wendy tanya balik, gamblang tapi Irene dapetnya bingung.

“Apa yang merah?”

“Mukamu, mabuk??”

Irene panik sendirian, mukanya ditepuk sana-sini, Wendy mengernyit aneh. Katanya didalam hati, manusia ini kenapa? Sepekan memang panjang, bahkan ratusan jam terasa lama. Tapi Irene gaboleh konyol, tau kan Wendy gak suka alkohol dan para pelaku peneguknya sekalian?

Yang Wendy gak tau, pipinya ada semu merah—bukan sebab alkohol, tapi disini Irene balik kasmaran. Rasanya jatuh cinta lagi, sepekan hitungan kurang ajar. Irene gak suka, rindu cuk.

“Aku gak mabuk, demi kamu.” Irene lebih gamblang, gak malu sama sekali. Tatapannya binar polos, berani.

Wendy hela nafas, lalu sadar ternyata angin disini lebih kurang ajar. Terus Irene gak ada usaha buat lebih manis kah? Ini dingin lho, tolong.

Mereka berdiri tepat dibukit, pemandangan malamnya luas, total gelap dan gak ada pernak-pernik semacam bintang, mendung dari siang. Gak bosen?

“Oh, bukit meteor ini yah? Enakan cafe bulan.” Irene berujar bodo kedirinya sendiri, nilai tempat yang Wendy pilih sekarang ini.

Posisi mereka sebelahan, bahu ke bahu. Ternyata angin lebih berisik masuk kuping, apalagi pemandangan depan itu lebih menarik, banyak titik lampu milik rumah warga.

Rasanya Irene nyesel bilang disini gak lebih bagus dari cafe bulan. Nyatanya bukit meteor ini cocok buat suasana hati mereka yang butuh ketenangan, alam memang gak bisa bohong.

“Kak, kita selesai ya.”

Pas, Irene nunggu ini dari tadi. Sepatah kalimat yang awalnya dia pengen itu bukan semacam ini—Irene nunggu kalimat Wendy bilang kangen, tapi yang keluar sukses bikin alisnya mengkerung.

Respon kecil, Wendy noleh dan poni lucunya masih disana.

“Selesai apa maksudnya?” Irene gamang. Wendy kasih dia senyum tipis dan usapan lembut dibahu, biar tenang sedikit.

“Soal hubungan,”

“Gak, alasan konkret. Maumu apa?” ini Irene nadanya nantang.

Wendy menggigil, Irene bisa lihat jelas respon tubuh Wendy yang kena hajar angin diatas bukit. Siapa suruh pake kemeja tipis? Siapa?

“Aku pingin sendiri,”

“Bohong.”

Wendy geleng sekilas, pelukan ditubuh sendirinya makin erat. “Serius. Mingyu masih ada bekas, kamu juga masih takut dimasa depan. Matengin diri masing-masing dulu. Itu lebih bagus.”

Manusia didepannya masih respon tolak, kalimat tadi total idiot. Irene gak bisa terima secara mudah, plis.

Mereka hening beberapa detik, sampai akhirnya Irene beralih maju satu langkah, hitungan jarak ada di centi meter; dari mata ke mata. Wendy menggigil sekilas, matanya mulai sayu efek ngantuk yang dominan dingin. Irene tatap intens wajah pucat Wendy.

“Dingin?” Wendy gak bisa geleng lagi, dia beneran beku. Dan suara Irene melembut, entah sama kondisi otak. Wendy gak bisa tebak.

Ya tau dianya, Irene pasti marah—tapi coba mereda sendirinya tanpa bantuan. Sukses sih.

Lengan Wendy ditarik halus, lalu diajak melingkar sampai kepunggung. Manusia Bae total bawa perasaan, dan Wendy ngaku kalah.

Irene bergumam kecil, suaranya gak begitu jelas. Wendy nyaris tidur dipelukan, ada aroma citrus yang masuk hidung. Seketika isi kepala penuh lagi sama kata sayang Irene Bae sampai besok dan besoknya lagi.

Jackpot gak sih ini? Wendy angkat wajah eropanya dari awalan menyender dibahu manusia Bae, tadi hampir tidur posisi berdiri. Nyaris.

Dan Irene balesannya merunduk, bibir Wendy jadi pusat syaraf induk otak. Ciuman kecil terjadi, dua-duanya aneh. Makin aneh karena ternyata Wendy mutusin buat memperdalam ciuman.

Wow, Irene terkejut sendirian. Jadi, tadi itu apa? Sadar gak kalau kalimat tolol minta selesai itu bikin mendidih.  Wendy sama rok ramplenya bukan buat dicontoh. Apalagi ternyata omongan sama respon tubuh gak sejalan. Cih.

________________________________________









knp wanda bgtu sih, blengep.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang