Boom Capsule

1.2K 220 54
                                    



“Susah di ikutin sih bu Sere, susah.”

Kepala Irene ngangguk, didalam kantor sambil ngipasin wajahnya yang sedikit merah akibat ac yang model kentank mendadak mati. Tadi Seohyun ngomong serius bales obrolannya, sama-sama merah dibagian wajah.

“Apa aku cerai aja ya? Tapi nanti takut meninggal dikamar gak ada yang tau.”

“Ya paling kalau kamu nekat, pasti koloni semut yang pertama tau kamu meniggal dikamar.”

Sad, Irene wajahnya sok sedih—Seohyun reflek lempar pake permen gagang. Mereka beralih ketawa, nyaris ngakak.

Dih, ngakak diluar iya. Tapi didalam hati manusia Bae gak ada yang tau. Semalam cerita kecil, soal ke enggak nyamanan istri dirumah. Disebut point besar sih bukan, Irene tau pasti Wendynya butuh semacam kebebasan sendiri.

“Beli rumah aja kalau begitu, uangmu masih banyak kan?” Seohyun tanya, mukanya serius. Kertas robek jadi bahan penyejuk.

Irene mengerut, “Uangku banyak, sekoper.”

“Serius Bae,”

“Serius lah.” dia hela nafas, tarik mug isi air putihnya mendekat. “Masalahnya, dia mau gak aku ajak hidup berdua. Nanti aku kerja dia kesepian.”

“Bu Sere diklinik, kok susah.”

“Yang bikin susah itu kenangannya sendiri. Mau ku tebas tapi caranya gimana.”

Yang begini kan jadi bahan pikiran, aslinya Seohyun capek kalau ikutan cari jalan keluar masalah si sobat lama. Ya tapi ada orang segini merananya dia gak tega.

Nama Irene Bae dan segala masalahnya itu harus dibantu, mau jalan lurus atau jalan bengkok—Seohyun gak bisa tutup kuping, tutup mata, dan sok gak perduli.

Begitu kan yang namanya sahabat karib? Kalau salah berarti temanmu tergolong dalam jejenisan yang disebut 'Asuvora alias amjinc jamet sial, mati besok u gak guna jadi temen'

Dan hari ini setelah hari jumat jadi obrolan panjang lagi buat mereka, mecahin teka-teki perasaan dari Bu bidan Serenada Wendy. Marga Bae seolah kecil, Lyubovskha masih utuh di jas putih—kokoh gak bisa dicopot.



;

Sedikitnya pasti ada, kosong sama sekali itu gak mungkin.

Mina freak, duduk kalem didepan Wendy yang asik ngoceh tentang hari kemarin segalanya soal Mingyu. Pasta udang punya Wendy kena kacang pemiliknya.

“Kak, jangan gitu. Kasian kakak itu. Kasian.”

Dua kali pengulangan kata, jelas dan Mina ngarep besar Wendy sadar sama kondisi sekarang dan waktu lalu. Dulu itu ya isi apa? Wendy simpen punggungnya dikursi makan, sedikit jengah Mina ngomong tadi.

“Aku gak suka dipaksa apapun soal Irene.”

Decihan lawan ngobrol keluar, “Dia berhak kamu pikirin, berhak apapun tentang kamu kak. Nanti dia muak terus pergi, gak gitu?”

Wendy telak bungkam, hela nafas sekilas sambil perhatiin pastanya yang sisa setengah.

“Gimana sih? Aku ngerasa aku gak pantes Irene urusi, berasa aku cacatnya penuh. Dia harusnya bisa pilih pasangan yang lebih dari aku, Sharon.”

Mina geleng kepala tanda gak habis pikir, kalau ditanya otaknya sakit gak ngadepin bidan yang segini Insecurenya? Jawabannya jelas sakit sekali alias sakit jiwa mirip Seohyun disana.

Kenapa Wendy gak ambil point gampang, jalani dan jalani; gak usah ada kata mengeluh sama keadaan yang menurutnya sulit buat dijalani. Sugestiin diri sendiri lebih sering, Irene masanya untuk diurusi. Harusnya yang lebih muda dan intelek macem Wendy ini bisa ngerti.

“Kasian lho, jangan gitu ya?”

“Aku inget Mingyu melulu, Abraham anakku. Inget mereka kan,” yah, Wendy beralih tutup wajahnya.

Minta tau Wendy tahan rasa emosionalnya, dia geser kursinya kedepan dan usap bahu Wendy yang naik turun. Bahkan disini Wendy nangis kecil yang ditahan.

Sampul buku keluarga kecilnya dibuka hari ini, ingatan itu bukti nyata yang gak bisa dihapus secara alami walaupun dia niat. Berharap adanya Irene bisa tutup lubang besar, tapi nyatanya susah.

Ada rasa bersalah, Wendy usap mata basahnya didepan Mina buat yang kesekian kalinya.

“Aku takut kalau terbuka gini kaya ke kamu malah nyakitin dia,” Wendy tarik nafasnya rada repot, nunduk dalam yang berarti dia memang banyak salah. “Ceritaku masih masa lalu, takut dia banting pintu lagi.”

“Memang dia suka banting pintu?”

“Semalem dia begitu.”

Mina terkekeh, entah apa yang lucu. Wendy total merah di area wajah bekas nangis. Hari ini planet gurita mulai bawa aroma pergantian musim, jas putih mereka jadi pelindung.

“Kenapa gak bikin keluarga kecil lagi sama mbak lawyermu, kamu gak ada rahim—dia ada. Ajak,”

Wendy senyum tipis, pigmen wajahnya banyak yang timbul akibat cuaca panas. “Dia bilang gak mau hamil, gak mau ada anak kecil. Maunya hidup berdua.”

“Edan, fantastic sekali ya.”

________________________________________








Mw smpe chap brp sih ini, bosen lma2 pingin cpt tuntas.
bkl rjin up spya cpt kelar.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang