Candycane Slopes

1.1K 212 20
                                    




Sesuai dugaan, alpha tuanya tidur menyamping—peluk bantal guling yang selalu dipake Wendy sebagai ganti biar gak ngenes tidur sendiri.

Wendy perhatiin tanpa suara, sepatu slopnya lepas didepan, simpen di rak biar rapih. “Udah makan belum ya kakak?”

Gumaman halusnya nyaris kaya bisikan, dia jalan menjauh menuju lemari buat ganti baju, bau obat juga dia gak betah sendiri. Irene sih lebih gak suka Wendy sama siapapun. Tit, kunci.

Irene tiba-tiba bangun, yang tadi cuma tidur ayam alias tidur gak tidur. Dia beralih duduk, rambutnya agak kacau dan cek suara pake deheman serak.

“Bu,”

Yang dipanggil reflek noleh, baju gantinya dapet dan senyum tipis begitu dia liat Irene yang punya mimik lucu lepas bangun tidur.

“Apa?” alis Wendy naik semua, Irene berdehem lagi. Kayanya panas dalam.

“Pulang kapan? Sama siapa?”

“Barusan. Sendiri, naik bis umum.”

“Kenapa gak telpon?”

Wendy balik badan, buka baju kerjanya cepet-cepet. Irene mendengus, lalu bergumam sebel. Maunya panggil Dahyun tapi nanti kasian, ketauan Irene bisa masuk list musuh besar.

“Gak diangkat, lama. Kesorean dijalan nanti takut ada yang nyulik.”

“Culik aja kalau lehernya mau ku tebas suka rela mah.”

“Iya jagoan, iya.” nadanya main-main, Wendy ketawa kecil. Irene reflek geleng kepala dan muka bantalnya sedikit merah efek malu dipanggil jagoan.

Manusia didepannya masih sibuk sama wajah, hapus makeup didepan cermin besar. Irene perhatiin dari belakang, dia terpesona.

Extrem sih, Irene apa-apa soal Wendy pasti berlebihan.

“Sudah makan belum,” ini Wendy, ditangannya ada tisu basah bekas hapus makeup, Irene merebah lagi, meringkuk cari nyaman.

“Belum,”

“Kenapa belum?”

“Gak ada temen. Makan sendiri gak enak.”

Wendy hela nafas, lalu balik badan, biarin pinggulnya menyender dibibir meja rias. “Laper tapi?”

Mereka saling tatap, sore begini jadi hangat dan wangi dari biasanya. Kepala Irene ngangguk tanda iyain. “Laper banget.”

“Besok-besok kalau laper terus aku gak ada dirumah, langsung makan aja. Gausah nunggu, daripada meninggal.”

Meringis dah hati Irene, sorenya kurang ajar. Omongannya kampungan nih bu bidan. Dia lempar bantalnya kedepan, dan Wendy ketawa sama rok rample warna hitam diatas lutut.

“Brengsek, mulutmu rasanya harus aku kampleng.”

Wendy smug face, ikutin gaya sengak Irene yang nyebelin kalau diajak ngobrol. “Kampleng aja nih, cium sekalian.”

Manusia Baenya itu hampir tersedak ruhnya sendiri, dia langsung bangkit dan loncat dari kasur lalu samber kacamata baca supaya jelas,

Jelas ciumannya sambil tatap wajah adorable Serenada Wendy jarak dekat, hehe. Maksudnya itu.

Wendy mengerling jengah, gercep ya orang ini sama umpan ganjen beginian. Wendy tangannya melipat sassy didepan dada, begitu Irene udah ada didepan wajah jadi terbuka lebar.

Irene senyum polos, gesek sekilas hidung mereka beberapa kali lalu terkekeh. Wendy beralih peluk, dan dimulai dari satu lumatan halus jadi gak bisa lepas.

Party cumbuan sore menjelang malam, Irene dapet sejuk didalam kamar. Bidannya kalem dan manis semenjak pulang, Hayoung namanya ada dibarisan teman special bareng Seohyun kali ini, congrats! Aman.













;

“Ayo kencan,”

Ciuman mereka lepas begitu Wendy bilang kalimat asing, ini gak pernah ada. Selama mereka nikah—bahkan hitungan bulan hidup satu atap, Irene blank dan miringin kepalanya itu kesisi.

“Kencan? Kamu ajak aku kencan? Serius??”

Wendy terkekeh anggun, bahkan dia ngangguk keras dan poni lucunya ikutan gerak menggebu-gebu.

“Kata kak Hayoung ada pameran lilin nanti malem, kita kesana?”

Irene ketawa reflek, dia tarik lebih deket pinggul Wendynya itu sampai dempetan, lalu cium-cium kecil ujung bibir omeganya beberapa kali. Dan kali ini bahu Irene kena remas lebih erat dari Wendy respon geli.

“Siap bos. Kita meroket kesana.”

Dua-duanya melebur, sunset planet gurita mulai menggelap. Disini Wendy  gak mau bawa beban inginnya ke rumah, kedepan Irene. Dia biarin badannya dikungkung posesif, Wendy tau rasanya dipaksa-paksa sama hal yang gak mau dia lakuin.

Step by step, hidup sama Irene jangan ada paksaan. Biar dia jadi airnya dulu, semuanya pasti terkabul kalau lawyer itu udah ngerti tentang judul besar kekeluargaan.

“Ayo,”

Irene ngangguk, endus pipi Wendy agak lama. Bahkan dijilat sekali, “Ayo.”

________________________________________





Lolos dri keributan 🙂

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang