Gingerbread Pines

1.1K 165 27
                                    





Kebayang gak Wendy mabuk pake celana jeans ketat sama hoodie crop? Malam begini di bar, jujur ini memang bukan perdana, di rusia dia pernah masuk ke tempat ini beberapa kali; gak minum berlebih tapi, sekedar duduk-dudukan sambil adu adrenalin.

Dan sekarang banyak faktor yang bikin Wendy stress, isi kepala rasanya kacau kan. But gak begitu takut, karena Irene ikut masuk niatnya nemenin. Jadi gapapa kesini, selagi ada alasan yang bikin hidup serasa nyebelin.

Terus Irene cuma senyum tipis, memperhatikan gelagat Wendy yang mulai ngawur, ini pertama lho dia liat Wendy segini panasnya.

Well, bodo sih.

Wendy batuk dulu sebelum turun dari kursi bar—jalan mendekat kearah Irene yang siap tangkap pinggang ramping Wendynya yang pas di rangkulan.

“Apa? Tambah?”

Jenius kan dia, istri begini kondisinya tapi ditawari minuman satu sloki. Ya Irene ketawa kecil, waktu Wendy responnya gelengan kepala tapi gelasnya diambil juga.

Omdo, sok gak mau.

“Pening kak, pingin pulang.”

“Yaudah ayok.”

Lagi, Wendy geleng kepala. Duh, gak ngerti dah maunya gimana. Irene beralih tangkup pipi Wendy dan lumat bibirnya sedikit kasar.

Ya maaf ya, ini dorongan.

Kerah baju Irene ditarik menjauh dari belakang, ciumannya mulai kasar dan Wendy haus.

“Air putih, aduh. Kepalaku plis.”

“Ya kamu stop minum dulu, yuk pulang.”

Dan Wendy manja total, dia peluk leher Irene sedari tadi jadi tambah erat. Posisinya lumayan kuat sih dengan dia yang berdiri walau agak limbung.

“Jangan tinggalin aku.”

“Gak akan, dah jangan nangis.” padahal gak nangis tuh.

Lehernya semakin dipeluk erat, suara Wendy itu tipis—lembut. Terus bilang yang tadi nadanya super sekali, Irene sampe tahan senyum sekuat tenaga.

Jujur begini kapan lagi, dia orangnya gengsian kalau sama kata sayang.

“Aku nyari anakku kemana ya,” Wendy ujungnya minta numpang duduk dipaha Irene, gak maksa dan memang Irene suka-suka aja. Gak keberatan sama sekali.

“Besok kita cari.”

“Pake GPS?”

“Dikepala Abraham ada antena?”

Dahi Wendy mengernyit, mereka saling tatap beberapa detik dan berakhir pipi Irene kena tamparan, bercanda.

Irene mengaduh, terus nyengir polos.

“Abraham bukan serangga!”

“Waduh, iyakah? Iyain aja deh.”

Karena jujur juga Irene belakangan ini ikutan stress, urusan kerja, urusan klien—urusan Wendy. Mereka datang barengan. Dan itu memang efeknya luar biasa, sudah untung badan dan otak dia gak drop.

Wendy terus bergumam random dipelukan, Irene mainannya cuma putar-putar kursi duduknya ke kanan dan kiri sambil teguk tipis-tipis minuman; lalu telapaknya masuk kedalam hoodie Wendy yang cuma sebatas pusar.

Tangan Irene raba punggung sampai dia rasa bra Wendy, ditarik-tarik iseng. Terus pelipis Wendy dicium halus. Sayang begitu kata dia,

Ya walau Wendy berat badannya lumayan.

“Gembrot,” Irene nyeletuk santai dan senyum tipis begitu Wendy angkat wajahnya yang semula menyender dibahu dia.

Aduh, gak tau ini Wendy basicnya selucu itu kalau mabuk. Hidungnya merah, hamster beneran.

Suka, Irene suka Wendy yang begini.

“Aku kebanyakan makan. Maaf ya, stres.”

Gak keliatan lagi mabuk ya, bahkan Wendy masih sanggup jawab pertanyaan dia gampang betul.

Udah gitu nyambung, ya kuat juga ternyata dia jadi bidan.

“Kemarin makan apa?” Irene mulai pindah rabanya jadi kedepan; perut Wendy dia usap lembut, lalu naik sedikit dan pas disitu dada Wendy dia mainin sambil pasang wajah tegang.

Dia yang pegang dia yang tegang.

So, tempat begini mana ada orang perduli sih, semuanya sibuk.

“Makan pasta, makan kaleng—gak. Apatuh aku makan casan, deket situ ada kacang. Yaya, kacang.”

Irene ketawanya meledak, udah ngawur berat begini emang jadi hiburan.

________________________________________

















Ih g tau dah gue ngapa nih,

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang