“Davis Wu.”
“Serenada,” Wendy bungkam sebentar dan lirik Irene yang ada disamping bahu, “Bae.”
Banyakan, bahkan Wendy harus tahan nafas begitu masuk ke ruang mirip aula bergaya turis ini. Tangannya dilepas cowok ganteng, rambut blonde sedikit ikal—ya katanya Davis Wu si advokat paling berkharisma.
Irene perhatiin pasang wajah smug face lagi, seru juga menyombongkan diri katanya. Ada Seohyun yang sadar interaksi formasi tiga mereka, Yoona say hi dulu. Baru main, kabarnya semakin baik dan kaya raya.
“Jadi kamu Serenada istrinya lawyer tengil ini,” suara Davis kecil, tapi berat dan maskulin. Wendy senyum tipis, tindikannya jelas makin cantik.
“Tengil apa sial, gak tengil dia gak bakal mau.”
“Si tengil memang. Omonganmu pecicilan.” Yoona nyaut, ditangannya ada minuman level ringan.
“Bodo.”
Seohyun kalem, pasang kuping sama kondisi disini. Agak boring ya kalau mau tau mah, Wendy satu sinyal untungnya. “Bu bidan,”
Yang dipanggil reflek noleh, pigmen wajahnya keliatan sedikit. Seohyun ajak dia gerak kebelakang beberapa langkah ninggalin manusia yang sibuk sama obrolan mereka.
“Ada apa?”
“Tandanya orang hamil itu gimana ya? Apa ada efek meriangnya?”
Gak, Wendy kurang fokus. Seohyun ikutin arah pandang; Davis yang mepet Irene itu yang bikin semuanya hilang fokus mungkin.
“Hah? Apa?” Wendy rautnya maksa rileks, Seohyun beralih senyum. Slow, gak usah diresapi mereka berdua mau apa, begitu kira-kira.
“Keluar? Ayo sama aku, bu Sere pasti pening disini.”
Lalu Yoona ikutin dua orang itu keluar, maunya stay didalam sambil cicip minuman mahal—ya tapi gitu, Seohyun bahkan tarik lengannya paksa. Sakit.
;
“Bu, aku ada salah?”
“Gausah jadi perasa, aku fine.”
“Bener?”
Wendy berdehem panjang sambil beresin makeup diwajah. Risih ya rasanya pake pakaian begini, pengap.
“Pulang kemana? Rumah mami aja ya,”
Botol makeup removernya dilempar ke dashboar mobil, Wendy angkat bahu tandanya gak mau tau. Ya oke, ngambek. Irene sadar ini semenjak acara rapat selesai, dan lampu merah cegah mobilnya buat jalan.
Tangan kenyal Wendy diambil, banyak adegan ini keulang setiap lampu merah. Wendy diem dan biarin tangannya dimainin Irene sesuka hati. Aslinya eneg. Tapi dia cakep, tapi sebel.
“Kamu kenapa daritadi,”
“Memang aku kenapa?”
Irene berdecak, cium lagi punggung tangan istrinya itu halus. Duh, fakgurl.
“Marah bilang.”
“Gak, jangan sok cakep.”
Irene tatapannya datar, tapi tangan Wendy makin erat dia pegang. Sementara sebelah tangan Wendy yang bebas iseng mainin ponsel usir rasa yang gak jelas soal Davis Wu.
Woy, ganteng itu ya yang bikin Insecure. Disini Wendy pikirannya blur, disebut cemburu mingkin bisa jadi. Padahal dia tau Irene gak bakal berani ninggalin dia kemanapun sama siapapun.
Fix? Jangan besar kepala dulu. Harus ada antisipasinya.
“Anterin ke klinik aja, aku ada perlu sama Sharon.”
Lampu merah beralih hijau, Irene gak jawab apapun dan mobil langsung ditancap gas.
Dua-duanya panas, konteksnya yang beda. Irene bingung sama sikap Wendy, tipekal dia kalau marah larinya malah ke Mina—terus adanya dia buat apa? Ngandelin status ternyata percuma.
“Pulang nanti biar aku yang jemput, jangan minta anter Sharon.”
Wendy bungkam, lalu keluar mobil Irenenya tanpa pamit.
Sementara Irene terus perhatiin dia yang katanya istri sampai masuk klinik menjelang sore. Dia hela nafas, ternyata suasana pasca menikah gak ada bedanya waktu masih aktif jadi penikung.
Yeri heboh sendiri, didepan klinik ada mobil Irene dan itu Wendy yang kasih tau. Jackpot anak ramah lingkungan memang nyata. Dia langsung masuk dan pasang seatbeltnya tanpa disuruh.
“Kak! Ikut nginep ya dirumah bu bidan, hehe. Numpang semalem doang.”
________________________________________
1001 mlm jg gpp yeriiii, anggp aja si kris wu itu davis :))