Ayay Captain!

1.5K 238 28
                                    



“Idiot,”

Kepala Irene ditoyor keras, loading sedetik lalu balesan dia lumat kasar bibir Lyubovskha itu sampai merah. Miniatur kepala anjing ngangguk jadi penonton setia.

Tempat? Gak ada jawaban spesifik. Semuanya diem serentak dan biarin lawyer itu sesukanya dan semaunya.

Niat pulang jadi ketahan hampir satu jam penuh, hormon gila-gilaan yang jadi pelaku inti. Manusia Bae gak punya masalah apapun—cuma beberapa bagian tubuh Wendy itu sukses jungkir balikin semua asas kesadaran.

Lidahnya menjulur dibelahan bibir Wendy yang terengah, beralih Wendy tarik kerah kemeja manusia Bae agak kasar. Ciuman yang entah keberapa kali didalam sini, anjing ngangguk masih betah jadi penonton solo.

Irene senyum didalam ciuman, dia remas kuat sisian pinggul punya Bu bidan niat merangsang. Sukses, kaki Wendynya gelisah lagi karena tadi dapat tekanan.

“Nanti habis nikah, kita begini tiap malam enak kayanya ya.”

“Diem.” Wendy tarik lagi kerah kemeja Irene, ciuman mereka kerasa lebih manis dengan Wendy yang gak sabaran gini.

“Iya ini diem gak kabur.”

Kekehan Irene keluar kurang ajar, di otak Wendy langsung sebut adegan ini sebagai pelecehan. Ya tapi kalau ini kriminal mana mungkin dia rela merebah dibawah Irene secara suka rela?

Aduh gengsi. Gak mau mengakui kadang-kadang.

“Mana nih ponsel kok gak menjerit minta di angkat lagi ya?”

Irene total nantang, asli belagu. Oke sih dia wajar begitu, semuanya mendukung penuh. Heran, sama yang beginian mendadak kondusif.

Mata Wendy sayu, dia mindai kesana-kemari sebagai pengalihan supaya hasrat mendesah gak keluar sedikutpun, Irene bisa besar kepala kalau dia mendesah.

“Kak, cepetin!”

Lagi, Irene terkekeh kurang ajar. Tos dulu sama blazer yang dampingan sama jas putih dikursi depan sana, mereka pasti seneng.






;

Dan satu jam full tadi Wendy pertama kalinya punya rasa kasihan sama benda mati semacam miniatur didashboar mobil manusia Bae.

Posisi sudah dirumah, sudah duduk santai juga didalam kamar.

“Kamu gak pulang?” Wendy nanya ini sambil ganti bajunya itu santai didepan Irene yang lekat tatap apa aja semua yang Wendy lakuin.

Aslinya dia megap heboh, tapi gak mau keliatan kentank dan cabul didepan Wendy.

Irene angkat bahunya, isyarat jawab. “Aku gak bakal pulang.”

Ho? Wendy responnya senyap beberapa detik. Rok rample warna hitam sukses lepas, ya apa kabar sama kondisi penonton dari clan Bae? Tenang tapi dominan panas seperti aki mobil.

“Kenapa gak pulang?”

Wendy balik posisi dan jalan santai ke arah lemari buat ambil baju.

“Ngapain pulang, kamu kan rumahku.”

“Ya bayar sini, sekali ngobrol biaya lima puluh ribu.”

Irene berdecih, tetap asik menonton adegan demi adegan dari Wendy. Liatnya sejuk ya? Gak nyangka aja ternyata mereka bebas ciuman dan penggabungan tanpa ikatan resmi dibuku nikah. Tragis sangat.

“Uangku sekoper, buatmu selembar tiap penggabungan.”

“Hidung belang sekali.”

Irene ketawa nyaris ngakak, sesantai gini kapan lagi kan? Bisa aja beberapa jam yang akan datang itu semua obrolan ini hangus lagi sama suhu yang gak jelas datangnya dari mana.

Fvck.

Wendy selesai ganti baju, tangannya bersidekap—jangan lupain juga rambut sebahunya yang kena ikat biar agak segar. Irene senyum kecil, Wendy bales pake langkah kaki yang mendekat.

“Aku kalau rambut panjang cantik gak?” pertanyaan iseng, Irene mendongak dan tatapan mereka ke kunci dalam satu garis lurus.

“Mau kamu rambut gak beraturan pun, cantik pasti selalu buatmu. Hatiku tergeletak nih, tau?”

Paten, Irene dapat kecupan sayang dari Lyubovskha di dahi. Mereka hangat lagi, sedikit trauma tadi bukan halangan buat rasain angin sore yang mendukung adanya beberapa pelukan kecil yang ada di tengah-tengah.



________________________________________






Kan, ngeselin nih orang pacaran 😠

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang