Blood Plum for Olivia Hye

1.5K 251 56
                                    



Nanti kalau punya waktu buat segerin otak ke bukit meteor—boleh ambil jalur langkah ke selatan, ternyata disini ada cafe dengan langit luas sebagai atap.

Jam sore cukup rame, Wendy total menghitam sama pakaiannya yang lebih cocok buat dipake ke acara kencan bersama pacar. Slumber Party lebih cocok sih.

Ada pikiran picik yang Irene renungi didalam kepala, ya enak gitu kayaknya mepet-mepet Wendy dimeja bar sama martini digelas bening. Sayangnya Bu bidan gak se-konyol itu buat kabulin imajinasi kotor seorang lawyer.

Gak ada lagi masalah tentang keterlibatan Taehyung tadi siang, angin tipis-tipis disini sibuk ngacak poni lucunya sampai terangkat agak tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gak ada lagi masalah tentang keterlibatan Taehyung tadi siang, angin tipis-tipis disini sibuk ngacak poni lucunya sampai terangkat agak tinggi. Wendy hela nafas, Irene beralih tatap pacarnya itu intens.

Dalam hati manusia Bae ini ternyata lantang teriak bilang terimakasih untuk tuhan, hari ini hujan jauh dari pandangan. Jadi beberapa bagian tubuh Serenya leluasa jadi pemanis didepan meja. Hormon orang dewasa gak sebercanda itu buat di tutup-tutupi.

Wendy sendiri agak kaget sama dirinya sendiri, gak sadar sama sekali punya pakaian centil warna hitam; karena dominan baju-baju dilemarinya punya warna putih.

Mungkin ini pengaruh ajakan lunch bareng dari Kim Taehyung untuk manusia Bae. Wendy risih aja dengernya, gak suka.

“Mami tau kamu disini? Gak nanyain?” tanya Wendy pake nada lembut, telapak tangannya ada dibelakang leher tanda gugup. Sedangkan satu telapak lainnya sibuk tepukin meja, iseng.

“Jangan pikirin itu, aku udah gede.”

Bibir Wendy membulat, ngangguk sekilas dan terkekeh. “Yah, percaya.”

“Harus.”

Wendy angkat bahu jadi respon, Irene reflek ambil nafasnya rada repot. Terus omongan yang Wendy janjiin gak kunjung dibahas, semburat jingga ada diatas kepala—sore mereka hampir gelap.

“Kak, kamu tau kan Rusia itu sangat menjunjung tinggi seks bebas sama pornografinya?” Irene langsung ngangguk, lawyer mana yang gak tau masalah antar negara? Lawyer abal semacam Taehyung aja itu mah.

“Lalu? Masalahmu apa sama itu?”

Wendy senyum tipis, sedotan jusnya dijilat sekilas. “Ibu Mingyu keberatan soal aku orang rusia, katanya aku ini bisa aja kegabung sama kelompok wanita telanjang suka rela disana.”

Mereka saling tatap, bahkan Irene wajahnya mode serius. Gelagat Wendy kayak ngajak dia mundur lagi kebelakang, start awal dimana dia sama Mingyu punya skandal yang enggak bisa dibilang baik-baik aja.

“Kalau kamu gak ngerasa begitu ya kenapa harus di ungkit? Masa lalu buat jadi pembelajaran, disini sama masa depan yang harus dijalani. Mereka ada porsinya tersendiri, tergantung kamu maunya gimana. Pilih.”

Yah—omongan Irene bijak, yang begini kan jadi pikiran Wendy secara keras. Ternyata Irene punya sisi seriusnya juga.

Tapi bukan itu maksud dari omongannya diatas. Masa depan memang sedang dijalani, dan masa lulu cukup dengan nama Abraham. Wendy gak serumit anak senja dan definisi gak masuk akal mereka. Jauh-jauh.

“Kak, Ibu gak pernah setuju Mingyu punya hubungan sama aku. Banyak faktor yang jadi alesan ibu biar kita pisah. Termasuk yang tadi aku jelasin, kamu belum jujur sama mami papi kan? Nanti kalau mereka akhirnya tau gimana? Aku gimana? Mereka apa bisa terima aku?”

Loading, Irene loading masalah ginian. Wendy mikirnya terlalu jauh, dan itu patut buat dijadiin antisipasi. Irene tutup matanya sejenak, gestur mikir.

“Golongan pikiran manusia gak bakal sama, ya mungkin ibu Mingyu memang gitu sipatnya. Tapi aku jamin, papi sama mami gak gitu.”

“Tapi kenapa kamu belum jujur? Itu artinya kamu juga takut kan? Gak percaya kan?”

Dan balesan setengah nyolot Wendy nyaris bener. Irene total bungkam pasang wajah blank, jadi Wendy terus mental menjauh cuma karena ini? Dia insecure?

Wendy ketawa kosong, nonton wajah Irene yang bodoh begitu jadi yakin, kalau manusia Baenya masih belum siap soal hubungan.

Ya oke pacaran, mereka pacaran. Tapi disini Wendy gak bisa ladenin gaya pacaran dari Irene yang terkesan abege. Tapi bagian Irene bilang serius dianya malah takut, Irene juga keder harus nurutin yang mana.

Alibi Serenya butuh waktu, ya pertanyaannya mau sampai kapan? Sampai kepiting di bikini bottom berkembang biak? Kan konyol.

Irene tangannya menjulur kedepan, pegang tangan Wendynya itu halus, dimainin sekilas dan ternyata skinsip ini ada lagi setelah kemarin saling jauh. Wendy gak ada reaksi selain balik mainin jemari Irene gak kalah lembut.

“Kak, aku sayang banget sama kamu.”

Senyum malu-malu Irene gak tahan buat gak nampak, rasanya seperti tersedak sambal. Kaget.

“Jadi hubungan kita cukup sampe disini aja ya. Kalau mau serius itu kamu harus siap finansial, siap emosi dan siap mental.” lanjut Wendy.

Angin semakin heboh, langit juga ada semburat ungu—menuju malam sempurna. Irene pandangannya blur, dia senyum tipis dan beranjak bangun duluan lalu acak ujung kepala Wendy tanda bales kalimat sayang tadi.

“Sampe disini aja ya? Oke, aku ikutin maumu apa Ser. Aku pamit ya sekarang, kamu take care dimanapun.”

Dan kecupan lama dikening seorang Serenada Wendy jadi salam perpisahan dibawah langit bukit meteor yang berwarna biru gelap. Lampu cafe mulai nyala, seolah ikut menggiring langkah Irene yang semakin menjauh.

_______________________________________


END.
Ini hadiah akhir dari aku 🍻
Target vote 105 nya gak nyampe duh, jadi kalian dapet surprise!!! Seneng dong seneng!

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang