Citrus

1.1K 207 37
                                    





“Sere, kasian dulu sama aku. Bisa?”

Wendy dorong bahu Irene, dua-duanya posisi duduk dibawah. Pintu kantor udah ditutup.

“Memangnya kamu kasian sama dirimu sendiri?!”

“Dari kamu dulu, aku cuma pingin kamu ngerti dulu.”

“Apa ngerti-ngerti??! Mana mungkin aku ngerti kalau kamu gak ngasih tau apapun.”

Yah, betul sih.

Irene malu sama dirinya sendiri. Yang kemarin itu dia terlalu percaya diri, jadi dominan disuatu keluarga ternyata gak gampang.












;

Memang ini masalah besar, Wendy tau. Paham betul dianya.

Irene terlalu naif,

Terlalu maksa; kalau semuanya bisa ke kontrol pake tangannya sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Kan itu mustahil, gak bisa gitu.

Inget kita diciptain buat jadi makhluk sosial kan? Walaupun ada yang patut digaris bawahi, Irene segitu kerasnya karena cuma pengen jadi pasangan yang baik.

Dimata Wendy,

Biar namanya bisa sejajar sama nama Mingyu. Tanpa tapi yang jadi alesan.

Wendy duduk dikursi single depan meja Dita, ada Rose yang nganter. Tanpa Irene.

Mereka cukup formasi tiga, Dita siap jawab apa yang bakal Wendy tanya. Setransparan mungkin, dari segi psikis Irene sendiri. Apa yang sebetulnya manusia Bae itu coba tuntasin seorangan.

Disini Wendy banyak tarik nafas, Rose perhatiin kakak sepupu jauhnya itu pake tatapan lurus. Dan Dita ngerti semuanya.

Banyak pertanyaan, tapi bingung mau tanya yang mana dulu.

Wendy buka tas kerjanya, dia beralih ambil ballpoint hadiah natal dari Irene. Diliatin lama, sampai ujung bibirnya gerak sedikit jadi senyuman kecil.

Rose buang muka kesamping, liatin pemandangan luar jendela ruangan Dita. Liat Wendy yang begitu entah kenapa jadi sedih, nanti kalau dia lupa itu ballpoint dari siapa—pasti Irene jadi orang yang pertama mati.

“Aku pernah nyuruh dia keluar, samperin cowok halusinasiku. Soalnya aku tau, gimana perasaan wanita hamil.

—kalian tau gak dia kemana selama weekend?” ini Wendy, sama intonasi suaranya yang tenang dan lembut.

Dita senyum kecil jadi respon, mereka berdua jadi saling tatap. “Dia kesini, atau ke kantornya. Dia gak kemana-mana.”

“Kadang nyamperin kerumahku juga kak.” Rose nyaut dari ujung sana.

Jadi pokoknya kemana aja asal jangan ke jembatan buat bunuh dari dari beban hidup. Irene ikutin alur dari omongan Wendy, iyain semuanya biar keliatan bener.

Terus Wendy reflek remes ballpoint ditangannya pake sedikit tarikan nafas, ada rasa yang susah buat dimengerti.

Dia terkekeh, kosong dan berat. “Kalian tau semuanya, sedangkan aku istrinya gak tau satu pointpun. Kenapa?”

Dita jadi saling lempar tatapan sama Rose. Mereka tuker pikiran senyap, siapa yang mau kasih tau. Akhirnya Dita berdehem,

“Kamu udah tau apa penyakitmu kak?” dan Wendy langsung ngangguk. Hatinya sedikit mencelos, ngaku kalau dia punya penyakit berat. Padahal dia gak mau.

“Kak Irene benerin semua apa asumsimu; dari mulai kamu nuduh dia tidur sama orang lain, sampai ke yang terakhir itu.”

Senyap, Wendy masih nunggu kalimat. “Yah? Sebab apa dia begitu?”

“Supaya kamu gak menganak biakan banyak pertanyaan yang nantinya malah bikin kamu bingung sendiri, kamu gak bisa punya pikiran berat. Psikis kamu luas, legowo. Pasrah.

—Jadi waktu kak Irene iyain kalau dia hamil anak orang lain, kamu langsung nerima kan? Itu memang kamu, terima salah walaupun bukan salah kamu.”

Terus Wendy mencebik, jawaban Dita belum sepenuhnya bisa dia ngerti secara mudah.

“Kalian nganggep aku lemah, seolah satu pikiran berat aja bisa bikin aku mati mendadak. Gak gitu?”

Ini udah di prediksi, pertanyaan Wendy yang pasti sedikit mainin emosi. Tiga-tiganya lengkap sama jas putih, tapi dengan isi pikiran yang berbeda.

“Kamu sama Lakunarmu bukan buat dijadiin hal spele.” Dita sedikit bawa jeda dikalimatnya, mikir ini pasti gak bakal beres dalam beberapa jawaban. “Satu atau dua kali lagi kamu kambuh—”

Kalimatnya digantung lagi, tapi Dita sedikit lirik kearah Rose. Minta izin ngomong ke Wendy yang sebetulnya bukan hak dia, tapi Hoseok.

Rose ngangguk isyarat jawab.

“Kamu bakal berakhir diruang operasi sebelum kamu siap buat itu kak,”

Wendy mengenyit, masih belum paham intinya omongan Dita itu dimana.

“Kenapa itu dipermasalahin? Aku siap operasi atau enggak pun memang ada efek buruknya? Jangan dipersulit,”

Nah ini, Wendy tipekal orang yang kalau dianya belum puas sama jawaban pasti bakal terus tanya. Nanti ujungnya malah bikin pikiran dia berat dan tegang. Sebenarnya ini yang Irene hindari.

“Kata dokter Jung, kamu bisa lolos operasi kalau kamu bener-bener siap buat itu. Kalau kamu operasi pas kamu kambuh, dokter Jung gak bisa jamin ingatan kamu masih utuh waktu kamu sadar nanti. Bisa aja semuanya hilang.”

Intinya semua memang beralasan, Irene jalan sejauh ini sampai rela dituduh bajingan pun ternyata cuma karena ini.

Manusia Bae itu gak mau hilang dari ingatan istrinya.

______________________________________















Irene emang duh, the true Alpha gurl.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang