Flapjack Forest

1.1K 212 19
                                    


Kakak ❣️
Bu, kpn plg?
mw plg gk?
aku jmputin ya?
lg ngapain.
kkak gk ada tmn.
bu.
bu.
bu.
roti pandang yeri buang.
pandan.
:((
aku melncur aja deh.
lma km bls doang.
Hayoung jga jarak.
Hshshshs bangsat kacang.

Tujuh detik layar ponselnya diliatin intens, chat petakilan artinya yang disana kesepian. Wendy senyum sedikit dan Hayoung jadi penonton.

“Kenapa Ser? Lawyermu berisik lagi ya?”

Wendy angkat bahu, tapi masih senyum. Suka, Wendy suka Irene yang gamblang kalau lawyernya memang butuh dia.

“Pingin ditemenin doang kak, nanti juga dia ketiduran sendiri.”

“Ih, hafal ya. Cie,”

Entah kenapa ledekan Hayoung jadi bikin ketawa, geli sial. Wendy sendiri gak ngeh kalau dia ternyata hafal kebiasaan Irene sampai ke yang enggak pentingnya juga. Aduh, malu.

Apa-apa yang Irene lakuin mulai jadi perhatian, sekecil dan sebesar apapun. Rasanya perasaan Wendy soal cinta dia selamanya bakal jadi kenyataan.

Bahaya, nanti gak bisa jauh-jauh kan yang disana menang telak.

Hayoung beresin obat-obatan kedalam box plastik ukuran besar, ini jam ke-empat mereka ngurus begituan. Kerjaan gampang, sudah biasa. Resiko jadi bagian tim medis ya pasti seluruh badan bau obat sesudahnya.

“Kalian nikah udah jalan tujuh bulan, ada?”

Wendy ambil beberapa botol pil, diliatin sebentar dan ditaruh kedalam box besar lagi. “Lima bulanan sih.”

Mulut Hayoung membulat, oh-nya kedengaran agak panjang. Muka mereka mode fokus, terus cek ini dan itu.

Hayoung itu gak sekalem Sharon mulutnya, tapi mereka punya jiwa yang sama.

Sama-sama penasaran dan gak mau tutup kasus sebelum dikasih jawaban jelas dengan alasan konkret. Mirip-mirip Irene, bedanya Irene kentank berotak kritis.

“Kak Hayoung, nanti obatnya aku bawa besok ya. Sekarang beresin aja dulu, biar nanti aku kesini lagi sama anak-anak magang buat ambil.”

Hayoung kepalanya ngangguk, dan boxpun ditutup keras pake sedikit tenaga. “Okay. Tapi nanti pake mobil siapa? Mobil Irene? Memangnya dia mau bawa ginian, ini banyak lho Sere.”

Terus Wendy mendadak hening, mikirin kata-kata Hayoung yang seluruhnya nyaris bener semua.

Irene memang siap antar jemput istrinya kemanapun, tapi buat bawa barang dalam muatan besar dia gak mau. Katanya repot.

“Pake mobil ambulance punya klinik aja, biar Yuju yang nyetir. Aku kan gak bisa ngedrive.”

Hayoung dorong bahu Wendy agak keras, lupa tadi sama peringatan Irene soal jarak. Bodo, tet.

“Serem lah, kasian cewek nyetir mobil gituan. Nanti biar supirku aja yang anterin ke klinik kalau gitu mah.”

“Kenapa gak sama kak Bomi aja? Dia lagi nganggur kan? Gak lagi siaran radio.”

Hayoung tiba-tiba ketawa, nyaris ngakak. Mug isi air putih mereka tinggal sisa setengah dan Wendy perhatiin Hayoung pake wajah bingung.

“Gak bisa dong, sekarang kan malam minggu. Kita mau ke bukit meteor, nonton pameran lilin.”

Wajah Wendy cengo, “Memang disana suka ada begituan?!”

Hayoung berdecak, lalu tepuk ujung kepala Wendy sekali. “Kamu tuh kaya Sharon, segala gak tau. Kerja sewajarnya aja kataku juga. Manjain diri sendiri, apalagi kamu udah punya Irene yang jadi pendamping.”

Helaan nafas Wendy keluar, siang ini nyaris jadi sore, ponselnya diliatin lagi dan Wendy ngaku kalah sama omongan Hayoung. Dia gak pernah manjain matenya, dirumah ada alpha tua yang pasti butuh penyejukan. Semacam hubungan dari yang semestinya orang yang sudah berkeluarga.

________________________________________






Special hari minggu! Enjoy 💁

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang