Rainbow Streak

1.2K 210 25
                                    

Hari jalan seperti biasa, kehitung banyak pagi yang bawa suasana dingin, siang sama hembusan anginnya yang sukses ganti aroma pergantian musim.

Sekarang Lyubovskha nyaris empat bulan jadi pasangan manusia Bae, semuanya berjalan normal—yang gak normal cuma otak kalian.

“Cappuccino berak nih, aku lempar ya keluar kalau kamu gak mau urus.”

Selamat pagi sama teriakan Wendy, durasi hidup semakin banyak; masalah kecil keliatan jadi besar seketika ada teriakan yang menurut Irene gak harus diteriaki. Urusan sama Wendy biarpun itu handuk basah jadi repot.

“Malah aku yang urus, itu kan kamu yang mau urus dia.” mata Irene menyipit, terus jalan males kepojokan dapur yang ada kandang kecil jenis hewan pengerat semacam hamster kiyowo milik Yeojin.

“Aku urus kamu, urus rumah ya repot. Belum lagi klinik, pengertian jadi lawyer kan mudah.” timpal Wendy posisi munggung hadap kompor dan teplon, repot masak.

“Galak galak.” Irene mencibir, tutup hidung mancungnya seketika dapat bau yang bikin puyeng kepala. “Berak mulu sih, gue gerus kaya puyer mati dah.”

Kompor dimatiin, semuanya siap saji diatas piring—gak ada makanan baru, semuanya hasil angetin bekas semalam. Ya Irene orangnya pemakan segala, Wendy suka begitu kan. Gak ribet itu tipekal, bahkan sekarang ini sering nyeplos banyak kata kakak sayang dan kakak cinta.

Disini dia balik badan, perhatiin intens Irene yang masih jongkok ngurusin si kiyowo Cappuccino cingcau. Sedikit mikir dibalik punggung kecil Irenenya itu dalam.

Setelah dijalani selama kenyarisan ini Wendy jadi tau; Irene segitu tulus jadi pendamping, terus dia merenung sendirian diklinik lebih sering—tanya sama diri sendiri, dia kemana? Irene didepan wajah jelas perannya, siap jadi pengganti Kim Mingyu.

Sedikit banyak peranan dari Mina dan Seohyun itu jadi bawa andil dalam segalanya, bukan keseluruhan sampai pribadi sih.

Wendy senyum kecil, Irene masih mendumel dan beralih bangun lalu jalan lagi ke arah Wendy yang tumpu badan pake tangannya dibelakang punggung.

“Beres,” Irene binarnya polos, muka bantal sedikit keliatan. Wendy angkat bahu sok cuek.

“Cuci tangan, chicken wingsnya sudah siap. Nanti aku berangkat ke klinik Sharon yang jemput.”

Irene duduk rapih dimeja makan lepas cuci tangan, ambil dua chicken wingsnya lalu ditiup kecil. Bahkan kacamatanya sedikit berembun akibat uap ayam goreng.

“Ini kan sunday, memang gak bisa ambil libur sehari?”

“Libur? Minggu bulan lalu apa kamu ambil cuti? Padahal aku dirumah siap piknik.”

Kunyahan ayam didalam mulut reflek melambat, wajah Irene blank dapat kalimat serang balasan soal fakta tentang bulan lalu. Wendy inget terus kenapa ya? Begitu kata hati manusia ini.

Kan, brengsek.

“Yaaa—”

Istri balik badan, tatap dia intens lengkap pake celemek warna pastel di pinggang. Irene beku, omongannya dijegal rasa gugup. “Point besar, aku diklinik. Kamu disini kasih makan Cappuccino, bisa?”

Senyap, Irene berubah mimiknya jadi raut males.

“Bisa gak??” tanya Wendy sekali lagi, Irene berdecak sok jengah padahal takut tadi Wendy bilang pake nada sedikit nyolot.

“Astaga, iya. Bisa.”

Celemeknya lepas, lalu Irene dapat ciuman halus dipucuk kepala tanda sayang karena dia nurut.

Nanti gak nurut urusannya beda, manisnya jauh, dan yang keluar bukan kalimat centil semacam kakak sayang—tapi umpatan supaya mati besok hari. 


;

Dan jam naik ke siang, Wendy masih dirumah sambil lesehan santai hadap televisi. Irene seneng kan, dia ikut lesehan nonton acara yang random kaya otaknya.

“Ada bagusnya juga lockdown kaya begini, haha.”

Ngakaknya aneh, Wendy perhatiin sedikit kelakuan dia disamping bahu. “Kak, kata Sharon aku harus punya anak.”

“Ya silahkan. Orang lain didengerin, pasangan sendiri digalakin.”

Bahunya dipukul kecil, Wendy merengut lucu dan tendang kaki Irene sekilas tanda sebel.

“Aku bilang serius.”

Irene berdecak jadi respon, tangannya melingkar dibahu kecil punya Wendynya itu halus, ditarik sedikit supaya bisa cium pelipis.

Wih, sunday jadi kerasa lebih gummy dari biasanya.

“Ya apa memang? Mau punya anak kan susah.”

“Apanya yang susah?” disini Wendy kasih manusi Bae tatapan polos, bahkan tadi perutnya ditepuk. Poni lucu Wendy sudah hilang, rambut sebahu tumbuh agak panjang jadi lebih dewasa.

“Semuanya, aku tau kamu ambigu.” jawaban ini agak ngeselin dikuping, apalagi wajah Irene yang cuek.

“Memang kamu gak mau punya anak? Aku pingin jadi ibu. Kak,”

Tau? Irene makin cuek.

Dan didalam rumah milik berdua mereka ada senyap yang jadi teman nonton, Wendy terus tatap dalam wajah dewasa milik Irene jarak dekat, kacamata baca Irene ditarik lepas. Sementara Irene balik tatap isyarat terganggu.

“Cukup kamu aja yang nemenin aku, Sere.”

______________________________________







Mbak, km jgn pngil2 wandaqu pke sere2 ya alias bmgstttttttt taek ayam irene nolep.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang