Sumire Shigaraki

1K 165 23
                                    


“Orang lari kemana juga?”

Wendy monolog sendiri; diliatin resepsionist yang punya style rapih. Rapihan Irene sih tapi. Beralih duduk dikursi tunggu yang resepsionist tadi tawarin.

Wendy hela nafas, mau telfon alphanya tapi ini tas kerja Irene beserta ponsel dipegang sama dia. Jadi susah kan.

Opsi terakhir ya tunggu, udah memang paling pinter.












;

“Gimana??!” ini Irene sama tampang gak ngertinya karena omongan Minkyung.

Sementara Minkyung nyengir polos, dosanya dirasa jauh pagi ini. Masih awal hari, maklum.

“Oknum goblok bilang dokumennya udah ada di lawyer lain.”

Dahi Irene mengernyit, dia taruh gelas kopinya diatas meja seperti semula—lalu lirik arlojinya sekilas, Wendy pasti nungguin sambil kebingungan.

“Siapa oknum goblok?”

“Ibu gue lah.”

Dada Irene serasa diserang Byakugan milik Hinata. “Gila ya lu, Ibumu lho itu.”

“Et et et et, Ibu tiri. Terus dia beneran goblok.”

Minkyung jawabnya enteng, kakinya melipat gestur santai; sesantai omongannya tadi.

Yah, kadang orang punya pandangannya masing-masing. Irene perhatiin dengan seksama, Minkyung gak ada beban tadi dia ngomong apa kan. Beda urusan kalau itu dia sendiri yang bilang.

Ibu—namanya aja udah kerasa konteks beratnya kaya apa, tapi disini Irene paham betul sama sikap Minkyung. Mungkin, Ibu tiri Minkyung bawa suasana yang gak bisa dinikmati Minkyung secara luas.

Mungkin nya begitu, Irene angkat bahunya setelah liatin Minkyung lama. Dia gak mau ikut campur urusan orang, repot.

“Jadi gimana? Kerja sama kita batal aja gitu Kim?” Irene tarik lepas kacamata bacanya dari wajah. Minkyung beralih hela nafas dan turunin lipatan kakinya.

“Gak, gue masih mau elu yang pegang. Gue percaya sama lu Bae.”

Percaya ya? Bahkan mereka gak begitu deket semasa kuliah dulu. Sekedar tau wajah masing-masing, lalu melengos pergi begitu mereka ada dititik yang sama.

Minkyung susah diajak ngobrol, percis Wendy. Tapi cerita Irene yang sukses sama kerjaan nya—gak menutup kemungkinan kalau Minkyung juga tertarik buat sewa Irene.

Clan Bae, sejenius itu ngurai masalah. Katanya.

Irene terkekeh kecil, “Lu mau gue yang pegang tapi dokumen yang harus gue karjain aja gak ada, elu gimana sih Kim?”

“Ya makanya itu—gue bakal minta Ibu dulu supaya mau ngasih dokumennya.”

“Penting kah?”

Minkyung diem beberapa saat, kerjaan dia sekarang cuma mindai wajah dewasa seorang Irene Bae yang keliatan datar. Gak ada ekspresi, sama kaya rumor orang diluar sana.

Anak dari Ralph Bae itu tutup rapat-rapat tentang kehidupan pribadinya. Seolah ikatan asmara sama siapa dia berhubungan pun—publik gak berhak tau.

“Penting banget, dokumen itu bisa buang Mama dari ponakan gue ke negeri asalnya.”

Irene liat lagi arlojinya, waktu dia kemakan banyak disini. Dia khawatir Wendy duduk sendirian dan kebingungan. Irene tau betul Wendy paling gak suka kalau disuruh tunggu orang yang pergi tanpa izin.

“Okey, gue pamit keluar ya? Ada orang yang nungguin gue soalnya. Kasian.”

Minkyung tarik nafas, lalu ngangguk. “Sorry bikin lu ketahan disini. Gue pasti bikin lu repot. Tapi nanti setelah Ibu gue kasih dokumen nya, elu masih mau ngurusin kan, Bae?”

Bibir Irene reflek senyum tipis. Lalu beralih bangun dan sedikit tepuk suitnya yang keliatan kusut di daerah bokong.

“Tenang aja, gue siap bantu Kim Minkyung buat kick Mama dari ponakan elu ke negeri asalnya.”

Akhirnya mereka terkekeh bareng. Disini konfliknya masih gamang, yang nulis juga masih bisa tolerir suara tawa Irene yang gak enak dikuping bareng Minkyung.

_______________________________________














Tawa lu,

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang