Perjalanan setelah Wendy sadar ternyata masih panjang, gak bisa di transparansikan lebih rinci—semuanya masih bias semu. Apa yang ada diotak Irene sekarang bisa aja berubah tanpa ada antisipasi.
“Kak, sini duduk. Kita periksa.”
Irene nurut, taruh kalimba punya istrinya itu dimeja kecil kamar. Dia nguap lebar, efek ngantuk semaleman gak tidur.
Wendy ketawa kecil, Irene mukanya idiot kalau ngantuk berat. Kusut.
“Apa ketawa-tawa.”
“Kamu lucu udah tua aja.”
Irene ketawa garing, responnya gak niat kan dia. Terus beralih mendusel duduknya deketan sama Wendy.
Stethoscopenya diambil, Irene perhatiin semua gerakan Wendy tanpa kedip. Aduh, Wendynya tambah indah kalau serius. Canci bin gemoii.
“Kamu sadar gak kalau kamu cantik bu?”
Sebelah alis Wendy langsung naik, dia gak begitu fokus sama ocehan si alpha tua; lebih fokus geserin kepala stethoscope dari sisi kanan perut lalu ke bawah secara teratur.
“Gak, aku sadarnya kalau aku ini cantik banget.”
Irene reflek ketawa gemes, bahkan hidung Wendy kena sentilan iseng lagi. Dijepit kuat sampai si empunya menjerit kecil.
“Lancar ya omonganmu. Aku suka kamu yang begini. Lebih cerah.”
“Kemarinan memang aku kusam?”
“Kamu rasainnya gimana?”
Pertanyaan dijawab pertanyaan lagi, kali ini Wendy angkat wajahnya sampai tatap mata bulat Irene intens. Wendy bungkam sebentar, lalu senyum tipis begitu dia tau jawaban soal perubahan.
“Aku aktif ngomong kalau aku tertarik sama seseorang.”
Kepala Irene manggut sekilas, “Tertarik sama aku? Sekarang?”
Dan Wendy gak ragu buat ngangguk semangat. Irene udah mau meninggal aja, tertariknya Wendy datang telat. Tapi it's okey kan?
“Maaf aku cintanya terlambat.”
“Aku tungguin sampai bumi meleduk bahkan. Aku siap.”
Wendy mengerling males, tapi akhirnya senyum juga. Irene ikut senyum kan, ujungnya ketawa sama-sama.
“Kalau bumi meleduk kita mati,”
“Gapapa mati, mati aku tenang soalnya kamu udah cinta aku.”
“Terus bahagianya kapan?” serius ini Wendy masuk obrolan konyol. Kepancing dia, sedikit penasaran jawaban Irene gimana.
“Bahagianya satu menit sebelum mati. Kaya—duh, Serenya aku akhirnyaaaa.”
“Oon, idiot. Gak mau mati dulu, pingin sama kamu sampai tua.”
Waduh, Irene telak bungkam. Bahkan tadi tangan dia merentang luas sambil seru 'akhirnya' itu karena terlalu seneng jadi turun perlahan. Liatin wajah putih berpigmen punya Wendy yang mendadak murung.
Sisi Wendy teriak nyaring—dia baru dapet pengganti Mingyu, dan dia gak suka Irene sebut tentang mati.
“Jangan murung.” Irene bicara serius. Dia juga bawa intonasi nadanya sedikit lembut dan tipis.
“Aku gak punya siapa-siapa, Abraham udah gak ada. Kalau bukan sama kamu ya aku mau ngadu sama siapa lagi.”
Hari ini nama Irene masuk jadi orang terpenting. Posisinya paling atas kan bisa jadi, Wendy memang gak gamblang dia butuh Irene didepan mata begini. Cuma yah—Wendy harap Irene ngerti maksudnya tanpa harus pasang muka loading.
Andai Abraham masih hidup, tumbuh jadi pria dewasa. Mungkin Wendy gak butuh siapapun lagi buat jagain dia.
_______________________________________
Km sdar g klu kmu cangtip bgt 😭
Nih aq pling ska mimik muka wanda yg bgni, kya org lg merenung sma masalahnya sendiri.
Kapal yg nyris berlayar tp g jadi, nitip lah aku ⤵️