Sarsaparilla

1.1K 169 35
                                    




Irene wajahnya murung, kasus yang jarang banget ketika Wendy sengaja datang ke kantornya.

Sementara Wendy tau itu ekspresi dari Irenenya pasti begitu. Pasti,

Jadi pertanyaan besarnya kenapa? Ada apa? Kenapa Irene terkesan berbeda? Semua pertanyaan itu ada, tapi Wendy memilih bungkam dan sebisa mungkin ngerti tanpa ada pernyataan langsung ke orang nya.

“Makan,”

Irene mulai angkat wajahnya dari layar laptop, Wendy duduk di depan dia tepat terhalang meja kerja.

Senyum lembutnya Wendy terulas, sangat manis dan Irene gak tahan buat gak bales senyuman—singkat, lalu Wendy sama jas putihnya mulai buka satu persatu tutup makan yang sengaja dia bawa dari rumah.

Rasanya canggung gak bohong.

Baik Irene sama Wendy ngerasain ini dari semenjak kemarin dan kemarin nya lagi.

Tapi dua-duanya gak mencoba menghindar, ya karena mereka sadar penuh, kalau mereka gak akan bisa berjauhan lagi.

Secinta itu,

Dan Wendy sesayang itu. Dia sayang Irenenya tanpa syarat lagi.

“Kak,”

Suapan Irene reflek berhenti, beralih mentap Wendy yang gak ikut makan.

Lalu Wendy gigit bibir bawahnya sekilas, dan Irene memilih melanjutkan makan.

“Iya aku sebel, kesal aku sama kamu. Tapi yaudah lah. Toh masa lalumu itu cuma cerita lama.”

Disitu wajah Wendy langsung loading; sedikit kaget karena Irene tau apa yang mau dia tanyain barusan.

Irene terus makan kasar. Bahkan sendokan nya berisik dan gak santai. Kan tau dia katanya kesal,

“Kalau kamu nerima masa lalu aku, terus kenapa kamu dari kemarin kaya orang marah?”

“Ya aku mau bantu cari anakmu buset. Gak ngerti apa?”

Kepala Wendy sedikit maju, bahkan alisnya mengkerung. “Bantu dong, kamu kan istri aku. Aku istri kamu, harusnya kita saling membantu.”

“Gimana aku mau bantu kalau ayahnya si Mingyu aja selalu buka cerita soal kamu sama Mingyu waktu dulu.”

Oh?

“Terus kamu marah?” Wendy tanya santai, gak main intonasi ngajak ribut atau debat.

Terus Irene taruh sendoknya perlahan, dan terima gelas air putihnya dari Wendy.

“Jelas, rasanya kaya susah nafas aja. Kaya tenggelam di kolam renang umum. Sakit banget, makanya aku gak mau lagi ngurusin kasus Abraham selagi masih ada ayahnya Mingyuuuu.”

Vocal akhirnya panjang, ejekan telak buat Mingyu dari Irene di hari ini. Selamat.

Apalagi muka Irene yang jelas sekali dia eneg berat, Wendy ketawa kecil.

Buat kasus Abraham sendiri—Wendy ternyata jalan sendiri, tapi ya gitu, entah kenapa Ayah nya Mingyu selalu menghalangi.

Dan Wendy juga ngerti dengan ke-enggak ikut sertaan Irene disini.

Yah Wendy percaya, selama dia masih mau berusaha, pasti masalah ini bakal selesai dengan sendirinya. Dia cuma pengen anaknya baik-baik aja.

Jam istirahat Irene mulai menipis, dia tarik jemari Wendy yang kenyal itu, ditempelin ke pipinya sendiri. Wendy rasanya hangat terus. Dia suka.

“Jangan ngira aku diem terus, aku sama Seohyun diam-diam ikut nyari kok.”

Wendy senyum lagi, keliatan lebih ringan dan manis. Lalu jemarinya usap halus pipi Irene teratur.

“I love you.” Wendy beranjak bangkit dan leher Irene dia usap lembut, bibirnya cium halus bibir Irene yang masih duduk.

Waduh, selain kiriman makan siang yang bikin hati berbunga ternyata ciuman halus Wendy juga bisa bikin Irene menjerit kesenengan didalam hati.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang