Potato Nightmare

1.3K 215 11
                                    








“Wooooooooooooy,”

Ya kenapa ya sama Sharon malam ini, klakson mobil bahkan dipukul—bunyinya agak nyaring dan disini Wendy sukses angkat wajahnya dari ponsel.

“Apaan sih.” Wendy total freak dan baru sadar kalau mobil udah berhenti. “Oh, nyampe ya?”

“Beloman, masih setengah perjalanan lagi.”

Mina deru nafasnya sedikit kasar, Wendy perhatiin dari samping. Dia mengernyit, pigmen diwajah samar ketutup dari lampu mobil. Malam ini entah dimana, dan ternyata ada pohon tinggi menjulang yang jadi objek pusat.

Rumah kenangan bersama Mingyu. Mereka berdua nyaris serangan jantung, bahkan Mina gak berani jalan mundur bawa mobilnya keluar dari halaman.

Ya nyasar begini gara-gara apa? Ampun gelap, salahin dia karena gak terlalu banyak minum air putih.

“Sharon, gausah bawa aku pulang kerumah.” celetuk Wendy santai, seolah pot bunga agak rusak diteras depan itu sukses menghipnotis isi dalam kepala ampun-ampunan.

Jelas Mina shok, pot bunga sialan katanya.

“Kak, jangan ngawur.”

Wendy gak gubris, seat belt nyaris dibuka kalau Mina gak segesit sekarang buat cegah upaya konyol dari manusia idiot di kursi penumpang.

“Aku bobo disini aja. Pingin liat Mingyu doang.”

“Sinting! Gak ya,” tegas, Mina mode seriusnya hidup. “Otakmu dimana, pake!”

Ya lalu? Seketika Wendy ngeblank, mikirin sesuatu yang Mina omongin tadi. Soal otak yang selalu bercabang kemana-mana, chatroom merajuk dari Irene terbengkalai nyaris gak ada balasan lagi.

Mina kunci mobilnya dari dalam, lalu jalan mundur teratur dan pot bunga jadi penonton lampu depan mobil Mina yang semakin menipis dijalanan panjang.







;

Pulang bawa perasaan nyaris hilang, tadi Mami sempat ngobrol sedikit diruang tv dan pemandangan dalam kamar yang gelap seketika terasa nyedot hawa dingin yang masuk.

Wendy jalan santai, seolah tadi kejadian bareng Mina bukan kasus berat. Ada Irene yang masih pake kacamata bacanya.

“Kirain masuk jurang.” sadis, Irene gak dapat respon lemparan sesuatu lagi kali ini.

Wendy acuh, ponselnya disimpan diatas meja kecil. “Untung Sharon gak gitu orangnya, dia masih waras.”

“Aku kali ya yang gak waras. Jangan deket Sharon lagi. Gak suka,”

“Selfish.”

Ternyata selain Childish ternyata Irene menurut Wendynya itu ya Selfish juga. Berat, Irene hampir kehabisan oksigen didalam kamar.

“Mingyu sama Sharon musuh besarku.” ujar Irene jujur, kacamata bacanya dilepas dan Wendy beralih tutup pintu.

Lampu kamar dinyalakan kembali, Wendy butuh penerangan buat ambil baju tidur.

“Ya, siapa lagi?” sahut Wendy posisi munggung—masih cari baju tidur didalam lemari.

“Cappuccino cincau, dia juga musuh besar.”

Tok, Wendy beku ditempat. “Serius kamu jadiin dia musuh?”

Irene reflek ngangguk enteng, sorot matanya melemah; antara nahan ngantuk sama gak kuat lihat acara pelepasan kostum hangat dari badan Wendynya.

“Cappuccino cuma hamster Yeojin kak, gak waras memang kamu ya.”

Kali ini Irene cuma bisa mencibir, mau itu mereka dalam bentuk manusia atau hewan—yang namanya musuh tetap musuh.

Kabar baiknya, malam ini baju tidur satin warna navy punya Wendy jadi penyejuk. Irene jalan mendekat, bahkan pinggul Wendy sukses ada dilingkaran lengannya.

“Honeymoon kemana?” petakilan, Wendy responnya gak begitu perduli. Irene terkekeh kecil.

“Males, dirumah aja.”

“Gak mau dimobil?”

Dan pelipis Irene akhirnya kena tempelengan keras pake buku siklus punya Mami. Sukses, Wendy berhasil tutup satu kejadian tragis beberapa waktu lalu.




_________________________________________



Sinting! Gak ya,
Halahh mina gak ada kooperatifnya smskli.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang