Mash Potato

1K 180 83
                                    






Makin kesini makin gak jelas hidup mereka,

Long weekend semuanya absen; baik Irene sama Wendy, dua-duanya memilih jauh dari rumah.

Ya buat hari minggu aja sedikit ada perubahan, bukan perubahan yang berpengaruh banget. Saling ada, tapi tetap gak mau ngomong.

Ballpoint hadiah natal ada ditangan, Wendy duduk dimeja pojok, mukanya kesamping jendela. Nonton daun kering yang jatuh akibat angin ribut.

Dia hela nafas, rambutnya diikat dan di pipinya itu masih ada sisa blush-on.  Acara kecil bersama Mina, satu jam diluar dan balik lagi kerumah karena inget Irene.

Terus pintu kamar dibuka, ada Irene yang lengkap sama coat coklatnya. Terlalu rapih, Wendy tatap manusia itu pake kedipan sekilas. Minus kacamata baca doang, Irene ganti pake kontak lens warna coklat juga.

“Aku mau keluar,”

Wendy gak menatap Irene lagi, daun yang tergeletak duluaran sana lebih menarik buat ditatap.

“Yah.”

Jawabnya singkat, Irene beralih hela nafas dan jalan mendekat sambil pasang sarung tangan hangatnya kiri kanan.

Lalu Wendy dapet back hug, Irene taruh dagunya itu dipundak Wendy secara halus. “Ada pesan lain? Aku bisa pulang besok.”

Ini yang paling bikin sakit hati, tapi Wendy bahkan masih bisa tahan nafas biar gak kelolosan buat nangis.

Punggung tangan Irenenya dia usap lembut, ibu hamil butuh sentuhan kecil begini—supaya dia tau, Wendy masih perduli. Dan ibu hamil juga butuh penggabungan,

Hormon Irene lebih aktif dari bulan-bulan lalu. Empat hari yang lalu dia gamblang, dia butuh penggabungan, tapi bukan sama Wendy.

Tau kan? Ya, sama cowok itu, yang entah rupanya aja kaya gimana.

Waktu itu Irene uringan di kamar, dan Wendy ngerti gesturnya tanpa harus ditanya.

“Hormon estrogen kamu lagi naik, kamu butuh orang itu kan? Jumat sabtu minggu kamu gak ada tugas dikantor. Kamu boleh datengin dia.”

“Ya, aku perlu tidur sama dia.”











;

“Kak??! Gak masuk akal banget hidup kalian, sumpah.”

Ya, Mina bener. Bahkan Wendy ngangguk tanda setuju. Posisi mereka didalam cafe bulan, untungnya ada ikan cupang punya Jinsoul yang jadi pengalihan kondisi otak kacau.

Lepas Irene pergi, Wendy langsung minta jemput Mina dirumah. Butuh teman tukar pikiran. Seulgi balik sibuk sama tugasnya sendiri, jadi gak bisa pilih beruang itu buat jadi teman minum.

“Aku gak ada pilihan lain,”

“Ya kenapa kamu biarin, kenapa kalian gak tidur bareng. Kalian kan pasangan.” Mina kasihan sama diri sendiri habis bilang ini. Hatinya kecubit.

Wendy reflek ketawa, rasanya hampa aja gitu waktu masuk kuping Mina.

“Kalau aku larang, nanti malah bikin dia stress. Aku pernah diposisi dia, hamil. Banyak kebutuhan batin, dan aku tau rasanya gak tercukupi. Mingyu gak baik,

Aku harap kamu dapet pasangan yang sayang sama kamu sungguh-sungguh.”

Didalam hati Mina langsung nyeletuk, 'aku memang butuh jodoh, tapi gak ada salahnya kalau aku berharap kamu yang jadi jodoh aku'

Mina terpaku kan, dia tatap wajah teduh Wendy serius. Gak bisa bayangin gimana rasanya Wendy waktu liat Irene pergi nyamperin orang lain didalam rumah sendirian.

Ya tapi kebayang, seketika dia pengen baku pukul sungguhan.

“Jadi kamu biarin dia keluar cuma karena itu? Biar dia gak ngerasain apa yang kamu rasain waktu sama Mingyu?”

Wendy tarik tangan Mina buat dia pegang jemarinya, air matanya lolos gitu aja. Dia minta dikuatin, dan Mina tau—Wendy gak mungkin bisa bersikap biasa aja walaupun dia banyak belajar dari pengalaman.

Kepala Wendy ngangguk lemah, terus nunduk dalam. Sembunyiin sedihnya dia yang entah seberapa besar.

Mina bales remesan jemari Wendy, salurin energinya.

______________________________________













Welcome to the republic of wakanda 😭😭😭

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang