Butterfly Pie

1.9K 253 10
                                    


Spam chat tadi sukses bawa Irene kemari. Iya, rumah dinasnya Rose. Karena gak mungkin Wendy pulang ke rumah Mingyu, Irene denger namanya sekalipun langsung kabur, nyasar-nyasaran pula. Jenius betul manusia Bae itu. Tok.

“Pejoymu.” Irene pake cara ngelempar, Wendy refleks tangkap pake dua tangan.

“Tidak sopan.”

“Tidik sipin.” Irene niruin tapi jatohnya nyebelin.

“Kebiasaan kamu begitu, biar apa coba aku tanya??” Wendy gak natap, dia sibuk bolak-balik Pejoynya fokus.

Irene tangannya melipat gesture santai, posisi berdirinya gak begitu jauh dari posisi Wendy yang sekarang memang asik rebahan diatas sofa ruang tv. Manusia Bae mendengus, jauh-jauh kesini bukan buat dicuekin kan?

“Aku kesini bukan buat dikacangin.”

Wendy angkat wajahnya sekilas, lalu balik fokus didus Pejoynya.

“Yasudah sana pulang, pejoyku sudah disini. Thanks iya.”

“Jangan diusir akunya. Tau?”

Wendy sedikit gelengin kepalanya itu pelan, senyum tipisnya ada disana.“Enggak, gak tau.”

Yang didepan masih melipat tangan, dengusannya keluar tanda sebel sama jawaban paling gak masuk akal. Didatengin pacar tapi kok kaya gak suka, gak beres betul otaknya. Gitu kata dia.

Irene belarih mendekat, gabung rebahan diatas sofa pake cara maksa. Bahkan disini Wendy harus tahan nafasnya karena sofa kecil begini dapat dua beban manusia diatasnya. Kasian sofa.

“Sempit, Minggir!” Wendy protes lalu dus Pejoynya dia gebukin ke pundak Irene lumayan keras.

“Ya kalau Mingyu gak bakal kamu Minggirin.”

Jurusnya Irene itu memang begini, menyindir—tapi menang telak, sampai Wendy sedikit bungkam ditempat.

Nona Son itu terus dorong bahu Irene, sesekali kakinya yang jatuh kebawah itu dia pake buat tumpu badan biar gak jatuh beneran.

“Kemarin janji sama Abraham gimana? Dasar pembual.” kata Wendy.

Irene sok mikir serius, wajahnya beneran aneh. Dia coba inget apa yang kemarin diucapin didepan makam Abraham yang lucu.

“Janji gak bakal bahas Mingyu kalau berdua?,” alis dia naik satu tanda kurang yang yakin sama ucapannya sendiri.

“Itu kamu tau, kenapa dilanggar?? Memang pembual.”

“Duh, kamu jadi bidan jangan nusuk-nusuk kalau ngobrol bisa?”

Dan sekali lagi—bahu Irene kena pukul dus Pejoy, bunyi berisiknya dari isi itulho, Wendy suka. Suka gebuk orangnya aja tapi.

Wendy ganti posisi jadi munggungin, Irene refleks peluk erat dari belakang. Suasanya senyap sebentar, tv gak ada niat buat menyala. Padahal suhu dingin begini memang enaknya buat dipake nontonin apa aja terserah. Edukasi anak mungkin.

Tengkuk Wendy kena cium sekilas, dan seperti biasa—tangan Irene itu suka remes perut Wendy dulu sebelum nyasar raba sampai kebelakang punggung.

Wendy sedikit gerak, jari Irene dingin. Diluar planet gurita hujan sih.

“Jarimu dingin kak. Keluarin, aku risih.”

“Kalau Mingyu begini gak bakal kamu risihin.”

Daritadi Irene terus munculin sikapnya yang gak mau kalah sama apapun, termasuk dus Pejoy. Ini selfish tapi manis. Kalau keseringan ya kesel pula dengernya.

Sedikit ada senyuman kecil, Wendy balik badan dan langsung dikasih tatapan intens manusia Bae.

“Bayar sepuluh ribu sini, kamu sebut namanya dua kali.”

Tangan Wendy gerak kedepan wajah Irene tanda nagih, hampir nyolok matanya secara tragis karena posisi dempet begini susah. Tapi untungnya Irene sigap pegang jemari Wendy, dia kecup sekilas bahkan digigit gemes.

“Kamu lima ribunya,”

“Terus nanti uangnya buat siapa? Buat aku aja semuanya sini.”

“Kita nikah dulu, baru nanti uangku buat kamu, uangmu buat aku. Begitu.”

Wendy berdecak males, dia tamplak jidat Irene sampai berbunyi. Duh, mainannya tangan terus dari tadi.

“Itu sama aja ampas namanya, gausah nikah sekalian.” ini Wendy ngomongnya sedikit melotot, gak galak—malah Irene terkekeh.

“Jadi bidan jangan matrealistis bisa?”

Angkat bahunya sekilas, Wendy tutup mata dan lempar Pejoy keatas meja. Tangannya balik peluk pinggang Irene cari hangat, sendirinya tau padahal Irene masuk sini bawa suhu dingin. Ya gimana ya? Irene wangi citrusnya enak.

Mereka senyap, disini Wendy sedikit mikir soal perbedaan Irene sama Mingyu yang kontras sekali.Nyoba buat paham dan maklumin tentang sikap Irene yang agak selfish.

Harus tau juga, ini pertama kalinya Irene jatoh sejatoh-jatohnya buat seseorang, dia gak bisa bedain mana pacaran ala anak abege sama pacaran orang dewasa. Seketika pelukannya mengerat, bahkan Irene bisa rasain nafas Wendy yang teratur diceruk lehernya.

Karena disini dia tau betul posisi Wendy yang memang sudah punya banyak pengalaman soal hubungan, Mingyu bareng dia hampir sepuluh tahun, jelas ini jadi pikiran manusia Bae.

Wendy juga pasti gak bakal suka diganggu terlalu intim waktunya pake spam chat beruntun, anak abege mah kesenengan digituin. Tapi disini kan Wendy itu wanita dewasa, yang level pacarannya sudah bukan dikata nanyain 'sudah makan apa belum sayang?' bukan. Irene tau level pacaran Wendy pasti levelnya sudah menjurus ke serius apa enggaknya menjalani.

Wendy juga coba pahami diam-diam, tentang Irene yang pasti bakal munculin sikap layaknya orang yang pertama kali pacaran, ini agak sulit kalau boleh jujur. Karena persoalannya—dia bakal balik lagi ke masa lalu, masa dimana dia sama Mingyu pacaran.

Jadi Wendy mau cuek gak bisa, mau responin pake cara yang sama juga cape sendiri. Asalkan jangan sampai kata-kata membandingkan Irene dengan Mingyu itu keluar. Dia tau pasti Irene gak akan pernah suka.

Terus besok sidang, Irene hela nafasnya lumayan keras, pelukannya masih erat. Otak dia sakit mikirin ini, mikirin kapan Wendy terlepas sama bayang Mingyu juga dianya.

Irene kan takut sama perasaan Wendy ke Mingyu, jadi dia beneran gak mau kalah sama apapun—biar Wendy tau, segimana dia seriusnya tentang ini.

Lama mikir sendiri ternyata daritadi Wendy tatap dia intens, pipi Irene ditepuk halus sampai yang ditepuk balik tatap dia pake raut tanda tanya.

“Mikir apa? Sini Sere mau denger.”

“Kamu kan bukan Mingyu.”

Bibir Irene refleks kena sentilan, bahkan jidatnya ditoyor kebelakang. “Sini bayar limabelas ribu. Kamu sebut nama dia tiga kali.”

Sambil mengaduh Irene berdecih, “Ini bibirku sakitlhoo, minta cium!”

“Gak sudi.”

Wajah Wendy merengut gak mau dan refleks menjauh dari tangan Irene yang nangkup pipinya gemes. Ada suara ketawa yang dominan hari ini, mereka betah merebah disofa sambil bercanda dan nutupin apa yang ada dikepala masing-masing.

______________________________________










Hujan teruuuus.

Marmalade (ReneDy) | Completed ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang