47. SAYANG.

33.3K 2.2K 55
                                    

ANGKASA DARWAGANA
____________________

47. SAYANG.

"Rasa sayang memang tidak pernah bisa diprediksi, akan kepada siapa kita menjatuhkannya."

-- Meliza Austine --

-- Meliza Austine --

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

Rupanya, Liza tidak kehabisan cara untuk bisa dekat lagi dengan Angkasa. Semalaman tadi, ia berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa dekat lagi dengan lelaki itu.

Ia benar-benar tidak mau hubungannya dengan Angkasa terus seperti ini. Ia ingin menyelesaikan dan meluruskannya secepat mungkin. Ia tidak ingin terus-terusan berada di dalam kesalah pahaman ini.

Bagi Liza, Angkasa adalah seseorang yang paling berharga didalam hidupnya. Walaupun mungkin lelaki itu tidak pernah menganggap dirinya ada, dan selalu mencap dirinya sebagai pengganggu. Tapi Liza tak masalah, asalkan itu masih bisa membuat ia dekat dengan lelaki itu.

Kemarin, hati Liza memang sakit saat Angkasa mengucapkan kalimat yang benar-benar menohok hatinya. Tapi, sebisa mungkin ia mengembalikan hati yang sudah remuk itu kembali menjadi utuh, sama seperti apa yang sering Liza lakukan dulu. Ia tidak akan menyerah demi cintanya.

Sama seperti saat ini, gadis itu sedang menuju kelas Angkasa. Ia akan mendatangi lelaki itu seperti dahulu lagi, saat ia memulai perjuangannya. Tak apa jika Angkasa risih, ia malah akan senang. Karena itu artinya lelaki itu menganggap keberadaan disana.

Gadis itu melongokkan kepalanya, memastikan terlebih dahulu apakah Angkasa ada atau tidak didalam sana. Matanya teredarkan dan tepat saat ia melihat seorang lelaki tengah duduk di bangku tengah-tengah, senyumnya langsung mengembang.

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Liza langsung masuk ke dalam kelas Angkasa. Gadis itu berjalan lurus menuju lelaki yang masih tidak menyadari kehadiran.

"Angkasa!"

Angkasa terlonjak kaget saat tiba-tiba ia melihat kehadiran Liza dikelasnya. Gadis itu tiba-tiba sekali munculnya membuat ia hampir spot jantung. Tapi anehnya ia sama sekali tidak merasakan kehadirannya, lalu sejak kapan gadis itu berada disini?

"Lo ngapain disini?" tanya Angkasa cepat dengan wajah tak santai.

Gadis itu nyengir tanpa dosa. Membuat Angkasa mengangkat sebelah alisnya dengan bingung, apa yang sedang dilakukan oleh gadis itu.

"Gue mau nemuin lo," jawab Liza dengan cengiran khasnya.

"Buat apa?"

"Pengin ketemu aja. Emangnya kenapa? Gak boleh?"

Lelaki itu menghembuskan napasnya lalu mengalihkan perhatiannya. Hati Liza rasanya sakit kembali saat Angkasa sama sekali tidak ingin melihatnya. Ia tersenyum kecut, ia harus tetap bertahan.

"Mending lo pergi, gue lagi gak pengen di ganggu," usir Angkasa.

Seharian ini, memang pikirannya sedang sangat kacau. Namun bukan hari ini saja, tapi juga beberapa hari kebelakang. Akhir-akhir ini, perasaan dan otaknya tidak berjalan seiringan.

Gadis itu cemberut, pura-pura kecewa karena Angkasa mengusirnya.

"Emangnya lo gak kangen sama gue apa? Padahal kan gue udah lama gak kesini," tanya Liza dengan nada kecewa.

"Nggak," jawab Angkasa cepat.

Tak lama setelah itu, Kenzo datang ke dalam kelasnya. Ia melihat keberadaan Liza yang sedang berdiri di hadapan Angkasa. Ia memerhatikan gadis itu, begitu pun Liza. Ia tanpa sadar memerhatikan Kenzo yang baru saja datang, entah kenapa matanya tiba-tiba secara refleks menoleh ke arah lelaki itu dan terus memperhatikannya.

Arah pandang Kenzo kini beralih pada Angkasa, senyum meremehkan dari Kenzo tercetak saat mengetahui bahwa Angkasa juga tengah menatap dirinya. Lelaki itu menatap Kenzo sengit, tapi itu malah membuat Kenzo tertawa geli. Ia malah merasa semakin gencar untuk mendekati Liza.

Liza yang baru menyadari kedatangan Kenzo setelah tadi terhipnotis oleh kedatangan lelaki itu yang secara tiba-tiba, kini mulai tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan sekaligus bingung harus bersikap bagaimana. Disini ada Angkasa, lelaki yang ia cintai. Tapi disana juga ada Kenzo, orang yang menyukai dirinya.

Jika Liza terus bertanya kepada Angkasa, ia tidak enak kepada lelaki itu. Kenzo sudah beberapa kali menolongnya, apalagi sekarang lelaki itu mulai mengantar-jemput Liza. Ia sulit mengambil keputusan disaat situasi seperti ini.

Namun, di dalam diri Liza. Ia mengatakan bahwa ia tidak menyukai Kenzo, dan Kenzo juga tahu jika ia menyukai Angkasa. Jadi menurutnya, tidak salah jika ia terus mendekati Angkasa. Toh mereka sama-sama berjuang, Kenzo yang memperjuangkan Liza, dan Liza yang memperjuangkan Angkasa.

Sebelum kembali melanjutkan aksinya, Liza menghela napas terlebih dahulu sekadar untuk menguatkan dirinya.

"Angkasa, gue pergi dulu deh ya. Nanti gue kesini lagi."

"Dah.." Liza melambaikan tangannya kearah lelaki itu, namun tak di respons apapun.

Saat Liza hendak keluar, ia berpapasan dengan Gio dan ketiga temannya yang lain. Mereka semua baru datang ke kelasnya, Liza ingin menyapa. Senyum sudah merekah di wajahnya, namun tiba-tiba niatnya terurung ketika melihat ekspresi mereka yang sangat datar. Ada apa dengan mereka semua? Apa mereka juga membencinya seperti yang lain?

Keempat lelaki itu melengos begitu saja masuk ke dalam kelasnya, tidak mempedulikan sama sekali keberadaan Liza yang berada di ambang pintu.

Sebelum mereka duduk di tempat masing-masing, mata mereka tak sengaja melirik Kenzo dan Angkasa yang masih saling diam. Kedua lelaki itu masih saling bermusuhan.

Liza yang masih berada disana melihat semua yang terjadi disana. Mata Liza memerhatikan mereka semua dengan wajah sendu. Hatinya teriris. Apa ini semua karena salahnya?

*****

Didalam kelasnya, Liza diam saja sejak kembali dari kelas Angkasa. Zara dan Kiara menatap tak mengerti dengan apa yang terjadi pada gadis itu.

Tadi sebelum Liza pergi ke kelas Angkasa, gadis itu terlihat sangat ceria bahkan terlihat bersemangat sekali. Tapi kenapa saat ia kembali wajahnya malah murung seperti ini? Gadis itu memang sulit untuk ditebak. Moodnya sering berubah-ubah dalam sekejap mata.

Didalam pikirannya, Liza sedang memikirkan bagaimana ia bisa memperbaiki semua masalah ini. Pasti teman-teman Angkasa mendapatkan masalah karena dirinya.

Sejak kembali dari kelas Angkasa, ia terus memikirkan hal itu. Ia merasa tak enak dan merasa bersalah karena dirinya hubungan Angkasa dan teman-temannya menjadi renggang.

"Gue harus gimana, ya?"

Zara dan Kiara sontak menoleh saat mendengar gumaman lirih dari mulut gadis itu. Wajah Liza masih terlihat murung saja. Tidak ada tanda-tanda keceriaan sedikit pun.

"Gue harus gimana lagi, Zar, Ra?" Liza menatap kedua temannya dengan tatapan memelas.

Zara dan Kiara merasa kasihan melihat keadaan Liza yang seperti itu. Gadis itu pasti sangat kebingungan, ini bukanlah masalah yang sepele. Ini adalah masalah yang rumit.

Mereka juga sebagai sahabat merasa tidak berguna karena tidak bisa memberikan solusi apa-apa. Jujur saja, mereka juga pusing jika masalahnya serumit ini.

Ini adalah permasalahan cinta segitiga. Jangankan cinta segitiga, cinta biasa saja Zara dan Kiara sudah mumet.

"Gue sama Kiara gak bisa ngasih saran apa-apa, Za. Kita juga bingung." Liza menoleh ke arah Zara yang menyentuh punggungnya. Wajah Zara dan Kiara terlihat prihatin melihatnya.

"Gue sayang sama Angkasa, Zar, Ra."

ANGKASA DARWAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang