BAB 46

474 32 5
                                    

Sebuah balok kayu membentur pundak Reval dari belakang. Reval mendesis kesakitan.

Dengan emosi yang sudah memuncak, Reval menghajar cowok itu habis-habisan.

Sementara itu, Vano, Jessica dan Dino yang baru saja keluar, panik melihat keributan tersebut. Apalagi ini melibatkan teman mereka- Reval.

"WOY! LO APAIN TEMEN GUE?!" Dino langsung berlari dan menghajar cowok-cowok bertubuh besar tersebut. Di susul Vano yang ikut membantu.

"Bintang, lo enggak papa?" Jessica memeluk sahabatnya itu, takut kalau ia kenapa-napa.

Bintang menggeleng, "Gue enggak papa."

Setelah kelima cowok itu pergi, Bintang menghela nafas lega. Namun ia tiba-tiba merasa bersalah ketika melihat Reval yang memegangi bahunya. Pasti Reval kesakitan gara-gara dipukul tadi.

"Val, bahu lo..." Bintang maju mendekati Reval. Ia mendapat tatapan tajam dari cowok itu.

"Reval, gue-"

"Gue duluan." Reval pergi meninggalkan Bintang serta teman-temannya menuju parkiran.

Bintang semakin merasa bersalah, melihat Reval yang bersikap cuek kepadanya. Ia mengejar Reval dan kini berjalan di belakang cowok itu.

"Reval gue minta maaf. Lo jadi gini gara-gara gue. Gue minta maaf," rengek Bintang betul-betul merasa bersalah. Karena dirinya, cowok di depannya ini terluka.

"Reval." Bintang menarik tangan Reval dari belakang, refleks Reval menepisnya dengan kasar hingga membuat Bintang terhempas.

"Awh." Bintang mendesis.

Jessica yamg melihat perlakuan kasar Reval pada sahabatnya, tak tinggal diam. Ia ingin menghampiri Reval dan mencaci habis cowok itu, namun tagannya lebih dulu ditahan oleh Vano.

"Jangan. Kamu diam aja disini. Ini urusan mereka," cegah Vano. Ia tahu Reval tak akan tega menyakiti cewek, apalagi menyangkut fisik.

"Tapi kan Van-"

"Udah."

Reval menoleh ke belakang dan melihat Bintang yang tersungkur ke tanah. Ia berdecak kesal. Ia kesal pada dirinya sendiri, kenapa ia tak bisa mengontrol emosinya, hingga membuat cewek ini terluka?

Reval berjongkok menyamakan posisinya dengan Bintang. Ia lalu dengan lembut meraih kedua tangan cewek itu dan membersihkannya dari tanah serta bkrikil kecil yang menempel.

"Maaf," ucap Reval pelan. Bahkan sangat pelan.

"Gue yang seharusnya minta maaf. Gara-gara gue lo jadi luka kayak gini. Maafin gue." Nafas Bintang memburu, matanya terasa panas.

"Gue enggak papa." Entah pikiran darimana, tiba-tiba saja Reval mengelus lembut puncak kepala Bintang, berusaha menenangkan cewek itu.

Percayalah, Vano, Jessica dan Dino yang melihatnya terkejut.

"Weh, Reval bisa juga ya?" Dino memandang tak percaya. Sedangkan Vano dan Jessica masih bungkam.

"Gue antar pulang." Reval membantu Bintang dan mengiringnnya untuk naik ke motornya.

Sedingin dan sekeras apapun seorang Reval, ia adalah manusia biasa yang bisa luluh kepada cewek manapun. Tak perduli entah cewek itu adalah cewek paling ia benci dan membuat ketenangannya terganggu sekalipun.

(****)

Motor Reval berhenti tepat di depan rumah besar yang halamannya penuh dengan berbagai macam bunga. Reval mengantar Bintang dengan selamat sampai di depan rumah cewek itu.

Bintang turun dari motor Reval kemudian berterimakasih.

"Emm, Val," sapa Bintang.

Reval menoleh, namun tak menjawab.
"Lo mending mampir dulu ke rumah gue. Gue mau obatin luka lo." Bintang menatap Reval khawatir.

Reval diam sejenak. Pandangannnya lurus ke depan. Ia kemudian menutup kaca helmnya, dan menyalakan mesin motor.

Baru saja ia ingin menjalankan motornya, Bintang terlebih dahulu menarik lengannya.

"Val gue mohon. Setidaknya biar gue enggak ngerasa bersalah terus." Bintang memohon agar Reval mau diobati olehnya. Ia tak mau akan kepikiran dengan cowok ini terus-menerus.

"Iya," jawab Reval singkat dan dibalas senyuman oleh Bintang. Ia kemudian membuka lebar gerbang rumahnya dan membiarkan Reval masuk.

(***)

Bitang mempersilahkan Reval untuk duduk di sofa. Ia kemudian pergi ke belakang dan kembali membawa sebuah kotak P3K. Ia memposisikan dirinya berada di sebelah cowok itu.

Dengan hati-hati, Bintang mulai mengobati luka di sudut bibir Reval dengan kapas yang sudah dibasahi dengan obat merah.

Reval terlihat diam, menerima perlakuan cewek itu kepadanya. Ia terus-menerus memandangi wajah Bintang yang begitu dekat dengan wajahnya. Bahkan hembusan nafas cewek itu dapat ia rasakan saking dekatnya jarak antara keduanya.

"Cantik," gumam Reval tanpa sadar, membuat Bintang menghentikan kegiatannya. Ia menatap mata cowok itu yang kini juga tengah menatapnya.

"Lo ngomong apa?" Bintang bertanya untuk memastikan bahwa ia tak salah dengar.

Reval mengedipkan matanya, menetralkan ekspresi wajahnya. Lalu kembali memasang wajah datar.

"Bisa cepet gak? Gue mau pulang," elaknya kembali jutek.

Bintang berdecih, mengerucutkan bibirnya. Ia kembali melanjutkan kegiatannya untuk mengobati Reval.

Setelah beberapa menit, akhirnya Bintang selesai. Reval pun berpamitan untuk pulang.

Setelah kepulangan Reval, Bintang membereskan kotak P3K yang ia gunakan tadi. Namun ada yang aneh. Ia menemukan sebuah sobekan kertas kecil yang ada di atas kotak tersebut. Bintang meraih kertas itu dan membacanya.

Jangan lupa, lo punya hutang cerita sama gue!
Reval.

Bintang memutar bola matanya malas. Kenapa cowok itu begitu kepo dengan urusannya sekarang.

(****)

Saat makan malam bersama Santi, Reval bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa. Ia menyembunyikan lukanya dengan pondation yang ia dapatkan dari toko skincare setelah pulang dari rumah Bintang tadi.

Sebenarnya menggunakan pondation adalah saran dari Dino. Cowok itu yang menyuruhnya untuk membeli pondation tersebut dan menjelaskan bagaimana cara memakainya.

Beruntung Santi tak banyak bicara malam ini. Dan juga, wanita itu tak terlalu memperhatikan wajah Reval yang terdapat beberapa luka yang tidak bisa ditutupi oleh pondation.

"Argh," erang Reval saat ia mencoba mengangkat piring bekas makannya menuju dapur.

Santi yang terkejut langsung menghampiri putranya itu dan memastikan kalau putranya tidak apa-apa.

"Reval, sayang. Kamu kenapa?" Santi merangkul putranya.

Reval menoleh lantas menggeleng. Jangan sampai Santi tau kalau ia habis berkelahi. Santi sangat tidak suka perkelahian.

"Enggak papa, Ma." Reval berusaha tetap biasa saja, meyakinkan sang Mama. Sebelah tangannya memegang bahunya yang sakit akibat pukulan balok kayu tadi.

"Bahu kamu kenapa, Val? Sini Mama lih-"

"Gak papa. Cuma pegel biasa, abis olahraga berat," dusta Reval. Kalian harus tahu, ini kali pertama Reval berbohong kepada wanita yang teramat ia sayangi itu.

"Kamu enggak lagi bohong kan, Val sama Mama?"

Reval mengangguk dengan sedikit senyuman.

Saat berada di dalam kamarnya, Reval melepas baju kaos yang ia kenakan. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Tak ada luka ataupun memar di bahunya akibat pukulan balok tadi, namun kenapa bahunya begitu sakit?

Reval duduk di ujung tempat tidurnya, sesekali ia memijit sendiri bahunya sambil menerka-nerka kenapa cowok-cowok itu menganggu Bintang.

Bintang (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang