BAB 32

527 27 3
                                    

Pagi-pagi sekali, Bintang sudah tiba di sekolah. Seperti biasa, kondisi sekolah masih sangat sepi. Hanya ada mobilnya dan motor Pak satpam yang ada di ujung parkiran.

Bintang menoleh ke arah jam tangannya. Masih pukul enam lewat dua belas menit. Ia lalu berjalan sambil memengangi tali tasnya.

Bintang tak langsung menuju kelas, melainkan ia berjalan menuju kantin untuk membeli sebotol minuman.

Jika kalian lupa, Bintang membeli minuman untuk menaruhnya di meja Reval. Sebenarnya ia tak tahu apa maksud cowok itu memintanya untuk melakukan itu.

Setelah membeli minuman, Bintang lalu menuju kelas 12 Ips 2 untuk menaruhnya. Bintang meletakkannya pada kolong meja Reval. Setelah itu, ia cepat-cepat keluar dari sana. Takut jika ada yang melihat. Apalagi kalau sampai di lihat oleh Zahra dkk.

(****)

Reval masuk kedalam kelas bersama kedua temannya. Siapa lagi kalau bukan Vano dan Dino. Dua manusia yang entah sejak kapan menjadi teman dekatnya.

“Vano. Kuyang, kuyang apa yang serem?” tanya Dino merangkul pundak Vano yang tampak malas mendengarkannya.

“Semua kuyang juga serem kali, No,” jawab Vano apa adanya. Vano melepaskan tangan Dino dari pundaknya kemudian duduk di sebelah Reval.

Dino tersenyum jahil. Ia lalu ikut duduk di atas meja Vano. Tak lupa kakinya ia naikkan ke atas meja.

“Nyerah lo?”

Vano mengangguk. Malas berpikir pagi-pagi begini. Sedangkan Reval, cowok itu tengah sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.

“Reval, lo gimana?” tanya Dino kepada Reval.

Reval menoleh, kemudian menjawab, “apa?”

“Ck.” Dino berdecak memutar bola matanya malas. “Kuyang, kuyang apa yang serem.” Dino mengulangi pertanyaannya lagi.

Reval mengangkat bahu tanda tak mengerti. Sebenarnya ia juga tak kalah malasnya dengan Vano. Pagi-pagi sudah di suruh mikir jawaban dari soal yang aneh.

“Gue anggap lo semua nyerah,” kata Dino. Sedetik kemudian, ia menjawab soal yang ia lontarkan sendiri.

“Kuyang yang serem itu KUYANG MENCINTAIMU TAPI KAU ABAIKAN!” pekik Dino histeris. Ia memasang wajah paling sedih. Seakan ia adalah manusia paling tersakiti.

“KUMENANGIS...” Itu suara Vano yang mengejeknya.

Reval hanya terkekeh. Sejak kapan Dino menjadi sesedih ini. “Lo galau?” tanya Reval. Cowok dengan jam tangan hitam di pergelangan tangan kirinya itu tengah memasang dasinya.

Dino mengangguk. Ia turun dari meja menuju lantai. Di sana ia duduk bak manusia tersakiti. Agar lebih dramatis.

“Gue habis putus sama pacar gue si Angel. Giliran followers ignya udah naik trus udah dapet endorse, dia mutusin gue. Padahal folowers dia banyak kan berkat gue,” dumel Dino tak terima.

“Siapa suruh lo ngabisin uang buat beliin dia followers?”

“Oh, pantesan story lo rata pakai caption ‘Orang jahat lahir dari orang baik yang tersakiti’ HAHAHA,” ejek Vano tertawa sambil memukul-mukul bahu Dino.

“Mau jadi joker temen lo, Val,” tambah Vano lagi.

Reval geleng-geleng kepala. Ia lalu meraih sebotol air mineral dalam kolong mejanya. Ia sudah tahu, minuman itu dari Bintang.

Vano menoleh kearah Reval. Ia menjadi kepo. Siapa yang memberikan Reval minuman pag-pagi begini. Tidak mungkin Reval membawa dari rumah. Karena dari dulu ia tak pernah membawanya.

“Dari siapa, Val?” Vano mengernyit heran.

Reval menoleh sejekap, kemudian menggeleng. “Enggak dari siapa-siapa." Ia menaruh kembali minuman itu ke dalam kolong mejanya.

“Udah bel, ayo kelapangan.” Reval bangun dari duduknya kemudian keluar dari kelas menuju lapangan untuk apel upacara.

Vano yang merasa ada yang aneh dengan cowok itupun mulai berpikir keras. Ia menoleh ke arah Dino yang juga menoleh ke arahnya.

“Jangan bilang kita sepemikiran?”kata Vano mulai menebak.

Dino memasang wajah serius. Jika benar apa yang sedang ia pikirkan saat ini sama dengan apa yang di pikirkan Vano, berarti Vano tak kalah mesumnya dengan dirinya.

“Emang lo mikirin apa?” tanya Dino kepada Vano yang sibuk memperbaiki dasinya.

“Emang lo mkirin apa?” Vano bertanya kembali.

“Hmm...” Dino mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk, seakan sedang berpikir. Setelah itu, ia menarik dasi yang melingkar di kerah baju Vano. Tujuannya agar Vano lebih dekat dengan dirinya.

“Sini gue kasih tau."

Vano hanya mengangguk mengiyakan. Ia lebih mendekat ke arah Dino. Cowok itu kemudian mulai berbisik. Takut ada yang dengar.

“Gue mikirin, LD nya Zahra berapa, ya?”

“ANJING!” umpat Vano menoyor kepala Dino yang di tutupi topi. Ia jengkel sekali kepada cowok ini. Kenapa saat ia tengah serius, Dino malah bercanda.

Vano sangat geram sekali. Berarti Dino sudah dari dulu memperhatikan milik Zahra.

Sedangan Dino? Cowok itu tertawa renyah. Ia sangat senang melihat ekspresi wajah Vano ketika membahas yang seperti ini. Malu-malu tapi doyan.

“VANO, DINO! NGAPAIN KALIAN MASIH ADA DI KELAS?!” suara itu berasal dari pintu kelas. Suara khas yang sukses membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya merinding.

“Sialan, Bu Vina ke sini lagi. Lo sih.” Dino menyalahkan Vano.

Vano kesal tak terima dirinya di salahkan. Ia kembali menoyor kepala Dino.

“Ngapain lo nyalahin gue. Kan udah biasa Bu Vina masuk ke kelas buat nyuruh apel,” kata Vano sedikit emosi.

“Ya gue mau bolos. Males apel, Vano,” aku Dino sedikit berbisik. Takut ketahuan Bu Vina.

Bu Vina yang sudah geram melihat dua siswanya pun semakin mengomel.

“KALIAN KENAPPA MALAH BERANTEM? CEPAT KELUAR! MAU KALIAN BERANTEM DI TENGAH LAPANGAN, HAH? MAU?”

Bukannya takut, Dino malah menjawab. “Boleh tu, Buk. Biar kayak acara WWE. Ya enggak, Van?”

“CEPAT KELUAR!”

(****)

Setelah apel upacara selesai, Bintang bersama Jessica langsung masuk ke dalam kelas.

Jessica sedari tadi menggandeng lengan Bintang dan enggan untuk melepasnnya. Bahkan Bintang sampai risih dan memaksa Jessica untuk melepaskannya. Namun Jessica malah menggandengnya semkin erat.

Sesampainya di kelas, Bintang maupun Jessica duduk di bangku masing-masing. Seperti biasa, sebelum guru mata pelajaran masuk, Bintang mendengarkan lagu lewat ponselnya.

“Bintang, lo sama Reval gimana?” tanya Jessica kepo. Ia menopang dagunya dengan tangan yang di atas meja.

Bintang tak mau menyahut. Ia malas membahas hal itu. membahas cowok itu bisa menghancurkan moodnya.

“Bintang!” rengek Jessica menerik-narik lengan kemeja Bintang karena tak di hiraukan.

Ya, seperti itulah Jessica. Di balik sikapnya yang sangat puitis ia juga bisa seperti anak-anak yang minta di belikan permen.

“Selamat pagi anak-anak," Sapa seorang guru mata pelajara yang membuat seisi kelas terkejut, karena kedatangannya yang tiba-tiba.

Begitupun Jessica dan Bintang. Dengan gerakan kilat, Bintang mematikan lagunya dan melepas earphone putih yang menyumpal telinganya.

Hari ini adalah jam Biologi, dimana siswa 12 IPA 3 di suruh untuk meringkas beberapa bab untuk materi ulangan hari jumat. Baik Bintang ataupun Jessica tampak begitu fokus dalam mengerjakan apa yang di minta oleh sang guru.

****

Bintang (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang