BAB 41

486 33 0
                                    

“Reval,” sapa Zahra yang berdiri karena melihat Reval tengah memandangnya dari atas tangga.

“Ngapain?” tanya Reval tanpa basa-basi. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana bewarna hitam yang berlogo Nike itu.

Zahra tersenyum lebar, kala Reval mendekat ke arahnya. Ia bahkan sampai menahan nafas karena saking kagumnya melihat Reval.

“Gue bawa makanan buat lo.” Zahra menunjuk beberapa plastik yang penuh dengan makanan di atas meja.

Reval memandang makanan itu tak selera. Entah sudah keberapa kalinya Zahra selalu memberikannya makanan yang banyak. Namun sekalipun Reval tak pernah memakannya. Ia selalu memberikan makanan itu kepada Vano dan Dino.

Namun sekarang hubungan pertemanannya dengan Vano agak sedikit kacau karena masalah siang tadi.

Reval menghela nafas berat. Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari.

“Mending lo pulang. Udah malem,” kata Reval tiba-tiba.

“Emm... i—iya.” Zahra mengangguk canggung. Ia di usir secara terang-terangan.

“Besok Baksos. Lebih baik lo istirahat.”

Zahra tersenyum. Rupanya Reval perhatian juga padanya. Ia lantas mengangguk cepat.

“Iya gue pulang. See you.”

Tiba-tiba Zahra memeluk Reval erat.

Reval terkejut, namun ia sama sekali tak menolak pelukan itu. Ini kali pertamanya Reval di peluk oleh cewek. Seumur-umur tidak ada cewek yang berani memeluknya secara terang-terangan.

Zahra melepaskan pelukannya dengan senyuman yang merekah.

“Gue pulang, ya. Bay.”

Reval masih berdiri tegak di tempatnya. Ia tak bergerak sama sekali. Sebelum suara Santi menyadarkannya.

“Reval.”

“Iya Ma.”

“Itu siapa?” tanya Santi terlihat tidak suka. “Pacar?”

“Bukan Ma. Cuma temen kelas,” jawab Reval apa adanya.

“Dia emang biasa ya meluk cowok kalau mau pamit?”

Skakmat.

Ternyata diam-diam Santi melihat keduanya berpelukan. Bukan, lebih tepatnya Zahra. Dan sepertinya Santi tidak menyukai Zahra. Terlihat dari ekspresi wajahnya dan cara bicaranya.

“Enggak tahu, Ma.”

Reval kemudian memutuskan untuk masuk ke kamarnya.

Saat di kamar, ia mematikan leptopnya yang tak sempat ia matikan tadi. Ia lalu duduk di ujung kasur yang di lapisi bed cover bendera inggris itu.

Tiba-tiba saja bayangannya saat mengatai-ngatai Bintang muncul di otaknya.

Aneh, kenapa perasannya menjadi seperti ini. Tiba-tiba ia merasa bersalah dengan Bintang, namun setelahnya perasaan bersalah itu hilang.

(****)

Matahari sudah menampakkan diri dengan sempurna. Bintang masih bermalas-malasan di atas kasurnya. Rasanya kasurnyanya ini memiliki magnet yang cukup kuat sehingga ia tak bisa beranjak sedikitpun.

Hari minggu sebenarnya hari dimana ia dan teman-teman the viber berkumpul. Namun rasanya Bintang tak ingin pergi.

“BINTANG... BUKA PINTUNYA KEBO! JANGAN MOLOR TERUS!” Bintang terlonjak kaget ketika mendengar suara khas itu. Ia memandang pintu kamarnya yang terus di gedor.

Bintang (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang