Pieces 28

1.1K 175 60
                                    

"DOWOOOONN...!"

Jaehyung tersentak di tempatnya duduk saat mendengar seruan suara lantang barusan. Bergegas dia meninggalkan ponsel yang layarnya masih memperlihatkan liga permainan maya untuk melesat ke beranda apartemen. Beruntung Wonpil sedang mandi, jadi teriakan Younghyun yang menggemakan nama adiknya itu tidak sampai ke pendengaran gadis mungil.

Lelaki tinggi membuka pintu depan unit rumah untuk menemukan sosok ramping Dowoon sudah tenggelam dalam kungkungan erat dekapan sepasang lengan berotot milik Younghyun. Jaehyung mengesah pelan sembari menyandarkan badan ke mulut pintu.

"EHEM." Pria kurus sengaja berdehem. Cukup keras. Dan seharusnya dapat terdengar oleh dua orang yang hanya berjarak dua meter dari tempat ia berdiri saat ini.

Dowoon tersentak begitu mendengar suara kakak iparnya dan langsung bergerak seperti hendak melepaskan diri dari pelukan Younghyun, namun lelaki berbadan tegap justru melakukan hal sebaliknya. Dia membalas tatap mata Jaehyung sekilas dan balik makin mengeratkan lingkaran lengan pada tubuh pria lebih muda, membuatnya sukar melepaskan diri.

Younghyun membawa Dowoon semakin melekat pada dirinya, lelaki itu menundukkan wajah dan menghirup banyak-banyak aroma segar parfum citrus dari serat pakaian yang dikenakan pemuda bermata bulat yang sekarang tengah kebingungan terjebak di dekapan erat sementara dia tahu jika Jaehyung sudah berada di sekitar mereka. Membayangkan dirinya berpelukan dengan Younghyun dan dilihat oleh sang kakak ipar entah kenapa membuat kedua pipi Dowoon berubah merona merah.

Si Babi ini benar-benar tidak punya rasa terima kasih. Ck! Batin Jaehyung gusar tapi tetap tidak melakukan apapun selain mengawasi Younghyun yang tidak mengindahkan teguran darinya dan masih memeluk Dowoon erat.
.
.

"Noona, rasanya masih agak hambar," celetuk Dowoon setelah mencicipi kuah sup yang hampir mendidih di panci.

"Beri garam lagi, Dowoonie. Aduh, mana ya garamku tadi?" Ujar Wonpil sambil celingukan mencari wadah berisi garam yang rasanya baru saja dia letakkan.

"Tidak usah," tolak pemuda bermata coklat lantas meraih sebungkus penyedap rasa instan. "Beri micin saja, lebih mantap."

"Dowoonie...!" Mata bulat Wonpil melotot. "Jangan sedikit-sedikit pakai micin. Tidak sehat!"

"Sedikit saja~ hehehe," Dowoon terkekeh sementara tangannya telah menabur bubuk penyedap rasa instan ke dalam sup.

"Cukup, cukUP, STOOOP! Dowoon-ah, itu kebanyakan!" Seru gadis mungil terkejut.

"Tenang saja. Ku jamin rasanya akan enak, Noona. Coba cicipi," lelaki lebih muda mengaduk sup beberapa kali lalu menyendok sedikit kuahnya untuk disodorkan pada Wonpil.

"Bagaimana bisa kau memasak dengan micin sebanyak itu?" Wanita lebih tua masih menggerutu meski kemudian dia menggumam, "Enak," setelah mencicipi kuah sup adonan adiknya.

"Soalnya di asrama sering begini," Dowoon mematikan kompor elektrik dan meraih mangkuk cukup besar untuk dijadikan wadah sup.

"Kalau sedang masak dan kebetulan rasanya hambar atau kurang mantap pasti langsung pakai MSG, karena jika ditambah garam biasanya malah jadi keasinan."

"Tapi 'kan itu tidak sehat, Dowoonie," Wonpil masih kurang setuju.

"Tidak sehat untuk anak yang otaknya masih berkembang. Kalau buat orang tua seperti kami sih, otak sudah tumbuh maksimal memenuhi kepala jadi tak masalah." Sang adik masih juga menangkis.

"Kau itu membantah terus! Hmph!" Gadis mungil mendadak mendengus kesal menuai cengiran adiknya.

"Mian~" Dowoon terkekeh kecil.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang