Pieces 21

1.1K 172 78
                                    

Drrt, drrt, drrt.

Suara getaran ponsel di permukaan meja mengalihkan perhatian sepasang mata dari layar komputer. Iris tajam tersebut menghentikan kesibukannya menyunting instrumen lagu yang baru disusun separuh dan ganti meraih ponsel yang belum berhenti bergetar. Ujung ibu jari menggeser tombol menerima panggilan, lalu mendekatkan layar datar ke telinga.

"Iya, Sayang?" sapanya lebih dulu.

"Hyung...?" lirih terdengar balasan suara serak yang masuk agak lambat.

"Hm? What's up, Baby?" tanya belahan bibir tebal sementara jari tangannya yang tidak memegang ponsel ia gunakan untuk menekan beberapa tuts piano yang dihubungkan langsung dengan aplikasi composing lagu di komputer.

"Bisa...kau pulang sekarang?"

Sepasang mata sipit langsung mendongak menatap jam dinding yang menggantung di atas satu set komputer lengkap dengan peralatan aransemen musik miliknya.

"Harus sekarang ya? Ini baru jam 8 dan kau sudah horny? Eii~" pria tersebut balik menggoda.

"B-bukan...aku--"

"I am sorry, Baby. I think I can't home tonight, I have some projects." Lelaki berwajah oval menyela menciptakan hening sejenak sebab orang di seberang sambungan telponnya juga mendadak tidak lagi bersuara.

"Baby?" panggil pria yang duduk menghadap komputer, mengira telponnya terputus secara sepihak tapi ternyata tidak.

"Kau sibuk ya, Hyung?" pemuda yang suaranya terdengar dari speaker kembali bertanya dengan nada rendah.

"Kinda. Tapi kalau kau benar-benar sedang 'pengen', aku bisa menyelesaikan satu lagu ini dan pulang tengah malam nanti. Bagaimana?"

"...tidak usah. Kalau kau sibuk, tidak apa-apa. Lanjutkan saja."

"Kau yakin?"

"Eum. Maaf sudah mengganggu, Hyung."

"No, Babe. You never disturb me. I'll go home ASAP, Dear. Love you."

"Ne...love you too, Hyung..."

Pria berbibir tebal mengulum senyum, menekan tombol mengakhiri panggilan meski lawan bicaranya belum memutus sambungan.

"So cute~" ia lebih dulu menatap lembut foto tersenyum seorang pemuda yang menjadi wallpaper ponsel miliknya sebelum meletakkan smartphone itu kembali di permukaan meja dan melanjutkan kesibukan membuat lagu.

Seharusnya...aku tidak buru-buru menutup telponmu waktu itu. Panggilanmu masih aktif seolah ada yang masih ingin kau sampaikan...

Sepasang mata tajam mengerjab dan yang berada di hadapannya kini bukanlah monitor komputer melainkan koridor di dalam sebuah unit apartemen yang kemudian lambat ia sadari bahwa tempat tersebut merupakan rumahnya sendiri.

Pria berwajah oval menoleh ke belakang, pada pintu beranda yang sudah ditutup rapat dan sepasang sepatu kets bertali yang sangat tahu dia milik siapa tengah tergeletak di dekat rak. Lantas, lelaki itu bergegas beranjak menuju dapur tanpa membuang waktu lagi.

Langkah sepasang kaki yang terbungkus celana jeans robek di bagian lutut terhenti mematung ketika telah tiba pintu dapur. Mata tajamnya dengan jelas dapat menemukan sosok seorang pemuda berambut pendek sedang berdiri membelakangi dia.

"Hongseok-ah..." bibir tebal bergetar saat menyuarakan sepenggal nama yang seketika itu juga dapat membangkitkan rasa rindu begitu kuat hingga menyesakan dada.

Pemuda yang berdiri membelakangi pintu tersentak kecil lalu perlahan membalikan badan. Sepasang mata bulatnya memandang pria yang mana langsung menyunggingkan senyum penuh kelegaan sebab melihat dirinya dalam keadaan baik-baik saja.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang