Pieces 18

1.2K 193 45
                                    

"Woaah~" sepasang mata bulat Dowoon mengerjab dipenuhi binar ketika memandang sekeliling, pada lobi luas dengan desain interior mewah dan modern di lantai dasar bangunan tinggi apartemen Jaehyung. Dia sudah pernah mengunjungi rumah pria tersebut di salah satu kawasan pemukiman elit kota Seoul, namun tetap saja masih merasa kagum ketika melihat kakak iparnya juga tinggal di tempat serupa di Amerika.

"Noona, ini lebih bagus daripada yang di Seoul," gumam Dowoon tak dapat menyembunyikan rasa takjub.

"Aku juga berpikir begitu waktu pertama sampai sini," sahut Wonpil cepat. "Terutama pintu itu--" dia menunjuk pada model pintu kaca putar (revolving door) yang digunakan sebagai jalan utama.

"Seperti pintu di hotel-hotel mewah, iya 'kan?" Gadis mungil merangkul heboh tangan adiknya yang menjawab dengan anggukan setuju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seperti pintu di hotel-hotel mewah, iya 'kan?" Gadis mungil merangkul heboh tangan adiknya yang menjawab dengan anggukan setuju.

"Pintu seperti itu biasanya cuma ada di gedung perusahaan dan hotel mahal. Waaah, hebat sekali Noona bisa tinggal di sini," desis Dowoon tak habis pikir. Sedangkan di dekat mereka, Jaehyung yang berjalan lebih dulu sambil menarik koper hanya bisa menghela napas panjang mendengar obrolan lugu dua bersaudara tersebut.

Begitu saja heboh, kampungan sekali, batin pria tinggi seraya melangkahkan kaki masuk ke dalam lift disusul istri serta adik iparnya.

"Kalau Mama sampai tahu Noona tinggal di tempat sebagus ini, dia pasti akan langsung dengki dan marah-marah. Terus diam-diam selfie dan dipamerkan ke grup arisan seolah dia yang pindah kemari," ghibah Dowoon segera mendapat cubitan pelan dari wanita yang berdiri di sampingnya.

"Hush! Kau tidak boleh bicara begitu soal Mama," tegur Wonpil.

"Biar saja," cibir pemuda bersuara berat. "Salah siapa aku diomeli lagi waktu mau ke Amerika. Padahal dokter sudah jelas bilang aku ke sini bukan untuk jalan-jalan melainkan berobat. Untungnya Papa mau mengerti dan tetap menandatangani surat pindah rumah sakit meski Mama menentang habis-habisan."

Perlahan Wonpil mengulum senyum tipis mendengar gerutuan sang adik. Ia mengeratkan genggamannya pada tangan pemuda tersebut.

"Sepertinya kau sudah mengalami banyak hal kurang mengenakkan selama aku tidak menemanimu, Dowoon-ah," gadis mungil mendesis.

"Banyak sekali," pemuda bersuara berat mencebikkan mulut. "Semua hal jadi terasa menyebalkan kalau Noona tidak ada. Tidak ada yang menghiburku dan mengatakan keadaan akan baik-baik saja," keluhnya kembali membuat sang kakak mengulum senyuman.

"Gwaenchana," ucap Wonpil persis seperti yang diinginkan adiknya. "Semua itu sudah berlalu jadi kau tak perlu memikirkannya lagi. Dowoonie hebat bisa bertahan sampai sekarang. Kau kebanggaanku," gadis mungil lantas mengulurkan tangan untuk mencubit pelan salah satu pipi mochi pemuda berambut hitam hingga membuatnya dihiasi rona merah muda.

"A...apaan sih..." Dowoon mendesis tersipu, merasa malu mendapat pujian yang begitu mendadak. "A-aku hanya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk sembuh. Karena aku ingin sembuh..." Dia bicara dengan suara pelan.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang