Pieces 78

381 51 19
                                    

Sepasang netra bulat mengerjab. Walau tiada suara menyusup keluar dari bibir tipis yang terkatup rapat tak bercelah, namun getar samar yang nampak menggantungi kelopak sudah cukup memberi isyarat tentang suasana hati yang tidak baik-baik saja. Meski ekspresinya mungkin telah dengan mudah terbaca, tapi Wonpil tetap menarik masing-masing ujung mulutnya ke atas, melengkungkan sebentuk senyum yang tidak memancarkan sinar dari kedua matanya.

"Lama tidak berjumpa...Junhyeok-ah." Kalimat pertama Wonpil berhasil memperdengarkan nada ramah. Kini, wanita itu merasa hanya perlu mempertahankan senyuman di bibirnya.

"Iya ya, sudah berapa lama kita tidak ketemu? 2 tahun? 3 tahun?" dengan riang Junhyeok menyahut.

"Sepertinya...sejak wisuda?" Wonpil mengingat-ingat.

"Benarkah?" Mata sipit Junhyeok membulat terkejut. "Kalau begitu lumayan lama ya. Sejak wisuda aku langsung sibuk jadi budak korporat dan tidak sempat menghitung hari."

"Aku mendengar gosip kalau kau berhasil diterima di agensi entertainment. Aku tidak sempat menanyakan kebenarannya padamu karena nomormu juga jadi sulit dihubungi, tapi sepertinya gosip itu bukan bohongan. Selamat ya, Junhyeok-ah.~kau sudah berhasil meraih cita-citamu," ucap Wonpil dengan nada tulus.

"Terima kasih, Wonpil-ah. Kau sama sekali tidak berubah, kau masih saja baik hati," balas Junhyeok lalu perlahan menurunkan pandangan pada perut gadis mungil yang menyembul membentuk bulatan besar di balik dress longgar yang dikenakannya.

Tersadar, Wonpil meletakkan tangan di permukaan perutnya.

"Ah, aku harap aku juga bisa bekerja di agensi dan membuat musik. Tapi seperti yang kau lihat, takdirku berkata lain," ujar gadis bermata bulat dengan malu.

"Tidak kok." Junhyeok tersenyum. "Kau lebih cocok seperti ini. Sejak dulu kau selalu peka, lembut, baik pada semua orang, dan tidak pernah pikir panjang kalau dimintai bantuan. Aku yakin kau pasti bisa menjadi ibu yang baik, Wonpil-ah. Semoga lancar sampai hari persalinan ya~"

"Terima kasih, Junhyeok-ah," balas Wonpil ikut tersenyum.

"Tapi sejujurnya, aku kaget. Aku tidak pernah mendengar kabar kau menikah. Seingatku juga, tidak ada yang menyebut soal pernikahanmu di grup alumni...atau aku yang melewatkannya?"

"Aku memang sengaja tidak memberitahu banyak teman kok," ujar Wonpil. "Karena itu cuma resepsi kecil--"

"Waeee...!?" Junhyeok menyela dengan nada penuh protes. "Besar atau kecil, pernikahan adalah pernikahan! Harus dirayakan dengan banyak teman! Siapa saja teman-teman kita yang datang? Aku mau memarahi mereka karena tidak mengajakku!"

"Jangan~" Wonpil mengibaskan tangan. "Aku minta maaf karena tidak memberitahumu. Ku pikir kau pasti sedang sibuk di luar negeri, aku tidak ingin mengganggumu."

"Yah...kenapa kau berpikir begitu? Apa kau sudah tidak menganggapku temanmu? Huh!?" Junhyeok mencebikkan mulut kesal.

"T-tidak...! Bukan begitu...!" gadis mungil gelagapan.

"Kalau begitu seharusnya kau mengundangku. Meski aku tidak bisa datang karena sedang di luar negeri, setidaknya aku masih bisa memberi ucapan dan mengirim hadiah. Kalau sudah begini, gimana coba...!? Aku jadi bingung harus mulai darimana; menyiapkan hadiah untuk kelahiran bayimu atau mencari bingkisan pernikahanmu." Wanita bermata sipit mengomel.

"Tidak perlu~" tolak Wonpil halus. "Kau tidak perlu menyiapkan apa-apa. Aku sudah senang kau mendoakanku yang baik-baik."

"Tapi tetap saja..." Mulut Junhyeok mengerucut. Untuk sesaat dia lantas terdiam.

Bibir Junhyeok bercelah, namun sedetik kemudian terkatup lagi. Wanita tersebut nampak ragu antara ingin mengutarakan kalimat dalam benaknya atau tidak. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia memutuskan untuk bicara.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang