Pieces 20

1.2K 160 73
                                    

Dipisahkan oleh jarak ribuan mil, masih dapatkah membuat hati yang patah menemukan lagi penyempurnanya? Atau...malah dia akan disempurnakan oleh orang lain? Sebab yang nyata bersebelahan saja, tetap dapat dirampas di jeda masa.

malah dia akan disempurnakan oleh orang lain? Sebab yang nyata bersebelahan saja, tetap dapat dirampas di jeda masa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|
|
|
|
|
Ruang studio petang itu sunyi dari suara obrolan manusia. Hanya ada lirih cetikan jari menekan mouse dan tombol keyboard ditekan guna menambahkan melodi dalam aransemen lagu yang sedang digarap.

"Hadeuuh...! Pusyeeeng!" erang Namjoon sambil membenturkan kening kepalanya di permukaan keras meja samping keyboard. "Fck Eric Nam. Padahal Jae dan Brian bilang lagunya sudah bagus tapi sutradara ganjen itu malah minta revisi, katanya kurang melas untuk scene sedih. Ck, dASAR EMO BOIII!" produser tersebut menggerutu.

"Daripada kau mengomel terus, lebih baik cepat selesaikan. Aku mau pulang!" tegur Seokjin yang duduk di sofa di belakang jejeran kursi menghadap komputer.

"Yes, Madam~" balas pria lebih muda langsung menurut, kembali meluruskan punggung dan memegang mouse, melanjutkan menggubah lagu.

"Bro, thanks ya," ujar Namjoon tanpa mengalihkan mata dari layar komputer. "You really help me a lot. I won't forget your kindness."

"Shut up. Kau bicara seolah aku sudah mati," sahut seorang lelaki yang duduk di kursi samping Namjoon dan sama-sama sedang menghadap komputer yang layarnya memperlihatkan program composing. Headphone menggantung di leher sementara jemari kedua tangannya nampak sibuk menekan keyboard dan menggerakkan mouse.

"Tenang saja, akan ku tulis namamu di laporan supaya kau juga dapat bagian," kekeh Namjoon. "Aku tak akan membiarkan kebaikanmu ini sia-sia."

"I said SHUT UP," lelaki berwajah oval yang sedang mengaransemen lagu di sebelah Namjoon kembali menyahut. "Berhenti bicara seolah aku sudah mati!"

"Tabok saja." Seokjin mengompori dari belakang. "Dia itu kalau bicara memang tak pernah pakai perasaan. Jangan kasih kendor, Hui. Tabok saja."

"Baby, how can you say that!?" Namjoon menoleh dengan mata melotot. "I am your boyfriend, but you didn't even support me--"

"SHUT UP!" potong Seokjin dan Hui bersamaan. "Back to work!"
.
.

Pip pip pip! Sebuah nada alarm yang tiba-tiba mengalun merobek keheningan dalam studio membuat hampir seluruh mata mengarah ke obyek yang sama. Hui mematikan alarm ponselnya dan melepas headphone dari kepala.

"Sudah jam 8 ya?" tegur Namjoon yang masih melanjutkan kesibukan.

"Hm. I'll help you again tomorrow," ujar pria lebih tua seraya memakai jaket yang dia sampirkan di sandaran kursi. "See ya, Jin."

"See ya," jawab Seokjin sembari melambaikan tangan kecil. Sepasang mata lebarnya memperhatikan sosok Hui yang berjalan menuju pintu studio dan keluar tanpa menoleh.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang