Pieces 71

558 81 25
                                    

Srak!

Mata sipit Jaehyung melirik pada setumpuk kertas yang dihempaskan kasar di permukaan meja kerjanya. Pandangan pria itu lalu beralih datar pada muka kusut Younghyun yang mana telah memiliki warna hitam melingkari masing-masing mata.

"Apa ini?" tanya Jaehyung cuma menunjuk dengan dagu dokumen di atas meja. Enggan untuk memeriksanya sendiri karena malas.

"Bisa baca 'kan? Lihat saja sendiri," balas rekannya ketus.

"Apa begini sikapmu pada atasan?" nada kalimat sang produser utama berubah seolah tersinggung meski sebenarnya ia hanya ingin mengintimidasi agar keinginannya dipenuhi.

"Oho~ apa sekarang Pak Bos sedang menggunakan kekuasaan untuk menindas bawahan?" namun produser pelaksana yang sudah mengenal rekan kerjanya selama belasan tahun nampak sama sekali tidak terpengaruh dan malah membalas sinis.

Pria yang lebih tua berakhir mendengus. Ia mengulurkan tangan, dengan ogah-ogahan mengambil setumpuk kertas yang merupakan revisi dari proposal penyewaan tempat untuk melangsungkan premier movie terbaru dari home production yang kemarin sempat diurus Jamie namun gagal mendapat kesepakatan sewa.

Jaehyung membuka halaman demi halaman proposal, mencermati beberapa perubahan yang diberi tanda oleh Younghyun. Gerakan jari lelaki itu mendadak terhenti, sepasang mata sipitnya sontak membeliak disusul bibir plump mengembang membentuk sebuah senyuman.

"BRIAN!" Pria tinggi bangkit berdiri. Wajah tirusnya nampak cerah. "You got Grauman's Chinese Theatre!? AMAZING!"

"Yeah, I know...I am amazing since beginning..." Younghyun hanya menghela napas panjang. Ekspresinya kontras berbeda dari Jaehyung. Ingin rasanya ia hibernasi karena letih sebab sejak kemarin siang mati-matian menghubungi banyak orang dan koneksi untuk melakukan negosiasi supaya dapat menyusupkan jadwal premier film milik rumah produksinya di daftar padat penyewaan gedung teater populer di Hollywood itu.

Younghyun sengaja mengincar tempat yang paling terkenal karena ia sangat tahu yang dapat meredakan kekesalan dan kekecewaan Jaehyung akibat kegagalan Jamie menyewa gedung teater sebelumnya hanyalah mendapat lokasi pengganti yang lebih mewah, mahal, dan spektakuler, tak peduli akan menghabiskan biaya berapa banyak. Sebab memang seperti itulah Jaehyung yang dikenal Younghyun. Ia adalah seorang pribadi yang  tidak punya kata 'imperfect' dalam kamusnya. Semua hal harus sesuai rencana atau dia akan menghancurkan segalanya untuk memulai lagi dari awal.

"Masalah lokasi premier sudah selesai," desis lelaki bermata runcing. "Jadi aku boleh pulang 'kan sekarang?"

"Sure! Go ahead!" sahut Jaehyung dengan wajah berseri-seri. "Biar aku yang mengurus transaksi sewanya dengan Jamie. Take your time. See you tomorrow, Brian!"

"'Kay, bye..." dengan helaan napas lega Younghyun membalikkan badan. Finally, I can meet Dowoon--oh iya!

Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba pria chubby berhenti dan kembali memutar tubuh menghadap rekannya.

"Jae."

"Hm?" Jaehyung yang sedang menyibukkan diri menghitung kemungkinan anggaran biaya penyewaan gedung sesuai yang tertulis di proposal, menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari deretan angka di kertas.

"Kau bilang kalau anak yang dikandung Wendy itu bukan anakmu?" pertanyaan Younghyun terdengar seperti mengkonfirmasi.

"Itu bukan anakku," dan jawaban tegas Jaehyung lebih dari cukup untuk mengesankan seberapa yakin ia akan ucapannya sendiri.

"Maybe you're right."

Pria tinggi tercenung ketika mendengar kalimat barusan. Perlahan ia memindahkan pandangan dari proposal ke wajah sahabatnya yang menampakkan ekspresi tenang namun serius.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang