Pieces 55

593 116 10
                                    

Langkah kaki Younghyun berhenti di mulut pintu kamar tidur Dowoon. Pandangan sepasang irisnya beralih pelan pada sosok yang tengah berbaring menutup mata di ranjang dengan selimut menutupi hingga pinggang.

Seketika seisi hati pria bermata runcing mencelos oleh rasa yang seperti menuntun jantungnya untuk turun hingga ke rongga perut. Ada selaksa sesak yang membuat dadanya juga kembang-kempis berat, memunculkan lapisan kaca bening panas di permukaan mata yang sekuat tenaga ia coba sembunyikan dari pandangan Wonpil.

"Dokter baru saja pergi dan setelah disuntik obat, Dowoonie baru bisa tidur," tutur gadis berperawakan mungil dengan nada rendah.

"Agaknya peristiwa pelecehan itu membuat dia sangat tidak nyaman, tapi dia tidak berani mengatakannya. Dowoonie pasti tidak ingin membuat kita cemas, jadi..." Wonpil mengambil napas sejenak.

"Ah, kenapa anak itu gemar memaksakan diri dan memendam perasaannya seperti ini...?" Gadis bermata bulat mendesis sendu sebelum kemudian melanjutkan.

"Dowoonie bukan anak yang lemah, namun dia selalu mudah jatuh sakit kalau ada yang mengganggu pikirannya. Jadi aku yakin kali ini pun sebenarnya dia sangat tertekan dengan pengalaman buruk kemarin sehingga membuat ia berakhir tumbang," tutup wanita mungil lantas membuang napas panjang.

Younghyun terdiam.

"Brian," Wonpil membuat sosok tegap di dekatnya terjengat dan menolehkan kepala, mengalihkan pandangan dari Dowoon.

"Aku benar-benar sangat berterima kasih kau mau mampir ke sini menjenguk Dowoonie. Meski sekarang dia sedang tidur, aku yakin dia pasti juga akan senang kalau tahu kau menjenguknya." Gadis mungil mengulum senyum

Bibir tipis Younghyun bercelah. "Kau tak perlu berterima kasih, aku cuma datang untuk melihat. Aku tidak melakukan apa-apa--" napas lelaki bermata runcing tercekat ketika mengatakan kalimat barusan.

Tidak melakukan apa-apa...

Memang itulah kenyataan yang sekarang, sebelumnya, atau bahkan mungkin selama ini dilakukan Younghyun. Dia tidak pernah melakukan hal-hal yang berguna bagi Dowoon. Di waktu-waktu krusial pemuda tersebut, dirinya tak pernah ada di tempat yang memungkinkan dia untuk langsung memberi pertolongan pertama. 

Younghyun selalu datang terlambat. Di kejadian pelecehan kemarin maupun dulu saat Dowoon tersesat dan terjebak di dalam hutan. Ia tidak pernah menjadi orang pertama yang menolong pemuda itu seolah Tuhan memang tidak memberi kesempatan baginya untuk melakukan hal yang berguna demi Dowoon.

"Maafkan aku..." suara lirih pria tegap ketika mengucapkan kalimat barusan membuat bibir Wonpil terkatup.

"Aku...tidak bisa melindungi Dowoon..." bisik Younghyun, kedua tangannya mengepal hingga bergetar. "Padahal selama ini...aku terus sesumbar akan melindungi dia...maafkan aku..."

Untuk sejenak suasana hening. Wonpil tidak segera membuka suara dan hanya menatap lelaki yang tengah menunduk di depannya dengan air muka datar nyaris tak terbaca. Ekspresi yang justru kerap terlihat pada Jaehyung sehari-hari. Sepertinya menikah dan hidup bersama pria itu membuat Wonpil jadi perlahan mengikuti kebiasaannya.

"Terima kasih."

Satu kalimat yang dikatakan dengan nada lembut barusan sontak membuat kepala Younghyun terangkat cepat dari menatap lantai. Nyaris ia tak percaya dengan pendengarannya jika saja dia tidak menemukan wajah cantik Wonpil sedang tersenyum sambil sepasang mata bulatnya memberi sorot nan hangat bagai sinar matahari di pagi berkabut.

"Terima kasih karena kau masih peduli pada Dowoonie, Brian. Kendati kau terus bicara tidak bisa melindungi dia atau menjaganya dengan benar, namun kau tidak pernah sekalipun meninggalkan dia begitu saja. Kau tidak mundur dan selalu kembali ke sisinya, menemaninya. Hari ini juga, kau datang menjenguk adikku dan tidak lantas pura-pura tidak tahu masalahnya. Aku sangat berterima kasih atas semua perhatian dan kepedulianmu itu. Aku yakin, Dowoonie pasti juga akan sangat menghargainya," tutur Wonpil membuat Younghyun tercenung.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang