Pieces 70

564 90 30
                                    

Dengan langkah cepat hampir berlari, Jaehyung melintasi lobi unit gawat darurat sebuah rumah sakit dekat gedung perusahaan music production dan langsung menuju salah satu kamar tempat penanganan sementara para pasien. Di belakangnya mengekor Younghyun yang ikut berdasarkan rasa khawatir ketika mendengar istri direktur yang juga teman baiknya pingsan, meski sebenarnya dia lebih cemas dengan bayangan Dowoon akan menangis melihat kakaknya jatuh sakit.

Kedatangan Jaehyung disambut oleh Seulgi yang langsung bangkit dari salah satu jejeran bangku pengunjung, di sampingnya berdiri seorang wanita yang nampak asing bagi lelaki tinggi.

"Jae, I am sorry..." desis Seulgi segera mengutarakan penyesalan. "I didn't mean to hurt her or anything."

"Bagaimana keadaannya?" tanya Jaehyung tidak mengindahkan permintaan maaf temannya.

"Dia baru saja sadar. Dokter bilang, dia sudah bisa dijenguk." Wanita yang berdiri di sebelah Seulgi menjawab.

Pria tinggi bergegas meraih kenop dan membuka pintu sementara Younghyun yang baru saja tiba terlibat obrolan pendek dengan 'tunangannya' terkait insiden yang barusan terjadi sebelum ikut menyusul Jaehyung memasuki ruang penanganan pasien.

Langkah kaki panjang Jaehyung terhenti manakala tatap mata sipitnya menangkap sesosok perempuan hamil sedang berbaring di ranjang menolehkan kepala dan memberi dia pandangan lemah. Younghyun yang turut berdiri di samping rekannya langsung tercenung. Kening lelaki itu mengerut.

"Who are you? You're not...Wonpil..." tanyanya heran, tidak mengenali wanita hamil yang disebut Seulgi sebagai 'istri Jaehyung'.
.
.

"...huh?" Wonpil melebarkan mata mendengar pertanyaan Dowoon. Baru saja bangun tidur membuatnya sedikit lebih lambat memproses segala sesuatu.

"Apa Noona bertengkar dengan Hyungnim semalam?" pemuda beriris coklat mengulang pertanyaannya dengan hati-hati.

"Tidak--" gadis mungil menggelengkan kepala. "--kami tidak bertengkar."

"Maaf," Dowoon menunduk. "Aku tidak sengaja dengar...semalam Noona dan Hyungnim berdebat. Dan kalian m-menyebut namaku..."

"Oh, itu~" Wonpil menyunggingkan senyum.

"Jae hanya khawatir waktu aku bilang kau menerima tamu yang tidak kau kenal. Karena dia selalu memberitahu kita untuk tidak membukakan pintu pada siapapun yang tidak kita kenal termasuk pengirim paket dan tukang pos. Dia cuma terlalu cemas. Apa kedengaran seperti dia bertengkar denganku?" Gadis mungil mengulurkan tangan untuk mengusap lengan adiknya dengan gerakan menenangkan. "Kau tidak perlu khawatir, kami baik-baik saja kok," ujar Wonpil masih dengan mengulum senyum.

"...benarkah?" Dowoon masih memastikan.

"Iya, benar!" wanita yang lebih tua menegaskan. "Masa' kau lupa bagaimana sifat Jae? Dia 'kan memang jadi sedikit galak kalau sedang khawatir. Kau tenang saja. Kami tidak ada masalah apa-apa."

"Noona..." raut wajah Dowoon memperlihatkan perasaan bersalah. "Aku minta maaf kalau keberadaanku di sini hanya mengganggu dan menyusahkan kalian..."

"Dowoonie," dengan cepat Wonpil menyahut. "Aku mohon jangan bicara begitu. Keberadaanmu sama sekali tidak mengganggu. Justru aku merasa senang kau ada di sini karena aku jadi tidak sendirian ketika Jae pergi bekerja."

"Aku juga senang bisa menemani Noona, tapi Hyungnim--"

"Jae pasti juga tidak keberatan. Selama dia diam saja, berarti dia tidak mempermasalahkannya. Aku sangat mengenal dia, jadi kau tidak usah cemas," ujar Wonpil lembut. "Kau fokus saja pada pengobatanmu supaya lekas sembuh. Jangan memikirkan hal-hal yang tidak perlu."

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang