Sepasang mata runcing menatap kosong pada kaca kotor dan berdebu di celah kain gorden lusuh bernoda bekas tetesan air hujan dari atap bocor, yang tersibak menutup jendela sebuah unit apartemen kumuh dengan sudut-sudut dindingnya berwarna hijau kecoklatan ditumbuhi jamur serta ubin lantainya retak bahkan pecah.
Di atas ranjang berkasur tipis yang sprei dan selimutnya dibiarkan berantakan, duduk tubuh tegap Younghyun bersandar pada tembok dengan masih memakai baju yang sama sejak dua hari lalu. Di dekat kakinya ada sebuah asbak penuh oleh puntung rokok, pun ada sebatang tembakau bernikotin yang masih menyalakan bara api terselip di sela jari pria tersebut.
Younghyun membawa rokok di tangannya mendekat ke celah bibir. Dia menghisap asap pembakaran tembakau, membiarkannya merasuk hingga paru-paru, lalu menghembuskan keluar bersamaan dengan ia membuang napas panjang. Lelaki itu mengulang satu-satunya kesibukan yang selama hampir dua hari ini dilakukan di dalam apartemen kecil yang petaknya dibagi atas sebuah kamar tidur, satu toilet, dan satu ruang panjang yang digunakan bersamaan sebagai dapur, tempat makan, serta ruang penerima tamu.
Tak banyak yang dilakukan Younghyun sejak dua hari lalu selain terus terjaga sambil nyaris tidak berhenti merokok. Dia minum jika ingat, sama sekali tidak ingin makan, dan cuma meninggalkan ranjang untuk ke kamar mandi. Selebihnya pria tersebut akan menghisap rokok sembari menatap pergantian warna langit di kaca jendela dengan pandangan kosong.
Entah kenapa Younghyun seperti kehilangan hasrat untuk melakukan sesuatu mengisi hari-harinya. Bayangan Dowoon yang terbaring di rumah sakit dengan tubuh terluka dan kissmark milik orang lain menodai lehernya seperti menetap lekat dalam pikiran dan menghantuinya dengan sesak yang seolah mencengkeram erat dada, menyeret pria itu tenggelam di pekatnya rasa bersalah.
Younghyun selalu berpikir, cintanya pada Dowoon lebih besar dari samudera seisinya dan tak akan ada yang dapat menyaingi itu. Younghyun merasa dengan kekuatan yang ia miliki dia akan mampu melindungi serta menjaga Dowoon meski mereka sama-sama laki-laki. Ia yakin akan bisa menjadi seseorang yang dapat diandalkan pemuda itu dan menjadi tempat ternyamannya untuk bersandar.
Namun pada kenyataannya kesemua hal tersebut cuma jadi omong kosong dan Younghyun tidak pernah bisa mewujudkannya.
Entah sudah berapa kali Younghyun merasa gagal dalam melindungi Dowoon. Saat pemuda itu patah hati pada Park Sungjin. Ketika dia dirundung kebimbangan akan orientasi seksualnya. Termasuk, waktu ia berjuang untuk lepas dari masa kritis saat tersesat di hutan. Dan sekarang, Dowoon juga terlibat dalam pelecehan seksual yang secara langsung atau tidak langsung pasti menyakiti jiwa serta harga dirinya.
Younghyun merasa di waktu seperti itu dirinya sama sekali tidak berguna dan hanya menjadi penonton bagi setiap kesulitan Dowoon kendati ia selalu sesumbar tentang rasa cintanya pada pemuda tersebut.
Memang tidak semua hal seharusnya disesali Younghyun dan dianggap sebagai kesalahannya, termasuk bagaimana Dowoon menjadi kritis saat tersesat di hutan maupun mengalami pelecehan seksual ketika menghadiri fashion show.
Namun menurut Younghyun, jika saja sejak awal dia menyadari kedatangan Dowoon dan bisa membersamainya di pesta, pemuda itu pasti tidak akan diculik orang asing hingga nyaris diperkosa.
Seandainya dia dapat mendahului Jaehyung mengajak Dowoon lalu menjaganya selama acara, laki-laki manis tersebut mungkin tidak harus mengalami pengalaman buruk yang bisa saja memberinya goncangan psikis hingga trauma.
Seandainya Younghyun lebih peka sedikit saja, tak akan ada kata terlambat baginya melindungi Dowoon. Dan masih ada banyak 'seandainya' yang disesali Younghyun sampai membuat dia tidak sanggup memandang wajah Dowoon karena merasa malu akan kegagalannya dalam menjaga pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PIECES
FanfictionJaePil (GS) BriWoon Day6 Book 1 : The Stranger Book 2 : Closer Book 3 : Pieces "You are a puzzle I don't understand. Each piece represents different picture than my expectation. I don't think I can keep it up. May I give up?"