Pieces 38

727 158 36
                                    

Angin sepoi berhembus pelan menggoyangkan nyala api yang membakar ujung lilin dalam gelas kaca di depan nisan, di antara bunga-bunga tulip putih yang diletakkan mengelilinginya. Dalam khitmat pendeta membacakan doa serta puji-pujian diaminkan oleh para peziarah yang terpekur memandang ukiran nama di batu pualam, membiarkan diri larut pada masing-masing kenangan, sekali lagi kembali ke waktu yang telah terlampaui di masa lalu bersama dengan dia yang kini namanya tinggal berupa ukiran bisu.

Papa Tuan nampak berlutut di hadapan nisan istrinya, beberapa kali mengusap lembut batu itu sembari berusaha untuk tetap tersenyum meski kedua mata tuanya berkaca-kaca. Pasti ada banyak memori yang kembali menyapa ingatan hanya dengan duduk menatap nama istri tercinta seperti ini. Raganya berada di sini, namun hatinya telah melalang-buana ke masa-masa ketika dia masih bersama dengan wanita paling kuat, paling tegar, sangat penyayang, dan paling berjasa dalam kehidupannya tersebut. Seorang wanita yang terus ada di sisinya dalam suka maupun duka, yang telah memberinya hadiah terbesar dalam hidup yakni anak laki-laki mereka, Mark. Wanita yang posisinya tak akan pernah Papa Tuan ganti dengan siapapun karena baginya dia cuma punya 1 istri dulu, sekarang, dan di masa depan; Mama Mark.

Doa dari pendeta masih terlantun. Mark ikut berlutut di samping ayahnya, menyodorkan sapu tangan pada Papa Tuan yang langsung terkekeh malu sebab ketahuan menitikkan air mata. Pemuda tersebut hanya tersenyum, mengusap punggung sang ayah dengan pelan seolah sedang memberi dukungan moril. Dia turut menatap nama ibunya yang terukir indah di nisan pualam, mau tak mau ikut teringat pada paras cantik wanita itu beserta senyumnya yang tak pernah pudar meski sedang dalam kondisi sangat sakit sekalipun.

Mama, we live our life the best. So, don't worry, ujar Mark dalam hati tanpa melepas senyuman di bibirnya.

Di dekat dua orang yang berlutut depan batu nisan dan sedang saling menguatkan, Jaehyung hanya berdiri memperhatikan tanpa mengatakan apapun. Dia tidak mengindahkan puji-pujian panjang yang sedang dilantunkan pendeta dan cuma menatap ayah serta saudara angkatnya bergantian.

Jaehyung datang ke keluarga Tuan setelah ibu Mark meninggal jadi dia tidak memiliki ingatan apapun tentang wanita tersebut. Melalui cerita Papa Tuan dan Mark saja, ia punya pandangan tentang orang seperti apa Mama Mark itu. Lelaki tersebut menyimpulkan, Mama Mark adalah sosok yang sangat berbeda dengan mamanya sendiri. Walau tubuhnya lemah namun wanita itu memiliki jiwa yang kuat dan penuh kasih sayang, berbanding terbalik dengan sosok ibu yang meninggalkan Jaehyung sendirian di taman bermain.

Wonpil terhenyak dari kekhusyukan mendengar puji-pujian pendeta ketika ia menyadari Jaehyung beranjak. Pria tinggi itu nampak bergerak memisahkan diri dari para peziarah lalu berjalan menjauh sendirian entah kemana. Wonpil hendak melangkah mengikuti suaminya tapi tangan Bambam yang meraih lengannya dan gelengan kepala gadis tersebut mengurungkan niat wanita mungil.

"Jae mau kemana?" bisik Wonpil heran, dalam hati juga merasa cemas sebab tadi sempat melihat raut wajah sang suami yang nampak muram.

"Merokok di suatu tempat mungkin," jawab Bambam. "Jangan khawatir, dia hanya sedang menenangkan diri," lanjutnya sambil tersenyum.

"Jae selalu seperti ini kalau sedang ziarah di makam Mama Mertua. Dia paling tidak tahan melihat orang menangis dan meratap, makanya dia selalu pergi," ujar Bambam seraya memandang Mark serta Papa Tuan yang masih terpekur di depan batu nisan.

"Setelah menyendiri dan merokok beberapa batang, dia akan baik-baik saja." Gadis ramping mengusap bahu Wonpil, dibalas senyuman oleh wanita yang lebih tua.

"Ibu Mark orang yang seperti apa?" tanya Wonpil penasaran. "Ada begitu banyak orang yang datang untuk ziarah, beliau pasti orang yang sangat baik."

"Sejujurnya aku juga tidak pernah bertemu Mama," jawab Bambam. "Tapi menurut cerita Papa dan Mark, Mama memang orang yang sangat baik. Dia putri dari sebuah keluarga terpandang, sikapnya anggun dan bersahaja. Tapi meski berasal dari keluarga kaya, dia tidak malu diperistri Papa yang waktu itu masih pebisnis amatiran. Rumah mereka dulu sangat kecil karena Mama menolak seluruh properti dan harta dari orang tuanya. Dia sangat menjaga wibawa Papa, jadi dia hanya mendengarkan ucapan Papa.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang