Pieces 66

379 92 22
                                    

"Aku ke kantor sekarang," ucap Jaehyung begitu menghentikan langkah kaki di depan pintu apartemen. Dia mengantar dan memastikan Wonpil tiba dengan selamat sampai rumah sepulangnya mereka dari rumah sakit.

"Mau langsung ke kantor?" tanya gadis mungil. "Tidak istirahat dulu?"

"Ada banyak pekerjaan," jawab pria yang lebih tua. Istrinya terdiam. Namun sebentar kemudian seulas senyum tersungging manis di bibir tipis wanita itu.

"Baiklah. Hati-hati, Jae. Jangan memaksakan diri," ujar Wonpil sambil beranjak maju untuk sejenak memeluk tubuh jangkung suaminya sebelum lelaki tersebut menyuruh dia masuk rumah. Jaehyung baru pergi setelah memastikan Wonpil berada di dalam apartemen dengan pintu beranda sudah terkunci otomatis.

Ah, capek... batin Wonpil ketika melepas sepatu. Kepalanya mendongak untuk memandang jam yang terpasang di dinding koridor menuju ruang tamu.

Padahal masih siang, tapi rasanya hari ini sudah berjalan lamaaa sekali.

"Dowoonie~" gadis mungil memanggil nama adiknya sembari melangkahkan kaki di lorong rumah yang terasa lenggang.

Kemana dia? Dengan heran Wonpil melongok pada ruang tengah dan dapur yang sepi.

Apa Dowoonie tidur? Wanita itu lantas beranjak menuju pintu kamar sang adik yang tertutup rapat.

Tok, tok, tok.

Wonpil mengetuk pintu terlebih dulu sebelum membukanya dengan hati-hati.

"Dowoonie~" dia mendorong perlahan pintu yang tak terkunci dan langsung dapat melihat kamar luas yang nampak rapi namun juga sunyi. Di tempat tidur terlihat sosok Dowoon sedang berbaring dengan selimut menutupi hingga dadanya.

"Dowoonie, kau tidur?" tanya Wonpil seraya berjalan mendekati ranjang sang adik. Dengan lembut dia mengusap rambut lurus pemuda itu dan sekejab tertegun.

Rambutnya basah, batin gadis mungil. Dia berkeringat...?

Kemudian Wonpil memindahkan telapak tangan untuk menyentuh kening serta pipi adiknya. Ekspresi wanita tersebut membeku.

Dingin...

Dapat dirasakan Wonpil, darah di sekujur tubuhnya seperti berdesir lebih cepat disusul jantung yang berdentum keras mewakili rasa cemas yang mendadak muncul dan langsung membuncah. Sepasang mata bulat gadis itu lantas mengedarkan pandangan untuk melihat suhu AC yang ternyata mati dan botol-botol obat yang berantakan di meja nakas.

Apa Dowoon kedinginan lagi? H-haruskah aku memanggil dokter? Dia berkeringat tapi badannya dingin--

"Noona...?" suara Dowoon yang keluar dengan parau seketika mengagetkan Wonpil.

"Ah, kau terbangun? Maaf..." desis gadis yang lebih tua. Dengan seksama ia memperhatikan bagaimana saudaranya bangkit duduk dan menggosok mata yang terlihat masih mengantuk. Sekilas, air muka Dowoon nampak agak pucat tapi pemuda itu seperti tidak ingin mempermasalahkannya jadi Wonpil menahan diri untuk tidak bertanya lebih dulu.

"Bagaimana periksanya? Tidak ada masalah 'kan?" tanya Dowoon meletakkan tangan di bawah selimut, seolah sedang menahan dingin yang masih mampu ia atasi.

Wonpil menggelengkan kepala. "Semuanya baik-baik saja."

"Syukurlah~" pemuda bermata bulat tersenyum, mengulurkan tangan untuk mengelus permukaan perut besar kakaknya. "Keponakan-keponakanku harus sehat terus sampai mereka lahir dan aku bisa menggendongnya."

Gadis mungil tersenyum kecil. "Kau yakin bisa menggendong mereka sekaligus?"

"TENTU SAJA aku akan pakai stroller," jawaban Dowoon sontak membuat kakak perempuannya terkekeh.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang