64. Egois

1.8K 147 41
                                    

Saka dan Arinda berjalan beriringan menuju rumah Danyon, kali ini tidak sekaku suasana di dalam mobil, mereka berjalan sambil bersenda gurau.

Beberapa tatapan penasaran dari penghuni Yonif 201, Arinda yang di kenal dengan Sersan cantik yang di sukai banyak laki-laki karena prestasinya di mata Pria TNI berbanding terbalik jika di lihat dari sudur pandang Ibu-ibu yonif 201. Bukan Ibu-ibu yonif 201, lebih tepatnya salah satu orang bernama Ibu Dewita, istri dari Serma. Agung yang menjabat sebagai pemimpin grup istri bintara.

"Loh-loh, ada penghuni lama, udah lama gak keliatan akhirnya muncul juga, mau pamit ke Danyon ya?" suara Ibu Dewita.

"ngomong-ngomong, Arinda kok sudah keluar, memangnya dapat vonis berapa lama dari Pospom?, pasti dapat remisi karena anak Pati," ucap Ibu Dewita yang bersisihan dengan Saka dan Arinda di jalan.

Dada Arinda mulai naik turun menahan emosi, mata tajam dan wajah memerah sudah tersemat sejak suara sapaan Ibu Dewita terdengar.

Saka di buat bingung dengan ekspresi Arinda, tapi Saka semakin di buat bingung dengan ucapan Ibu Dewita, tak tahu maksud hubungan antara vonis, pospom, anak pati dan Arinda.

Arinda memejamkan matanya, berusaha menahan amarahnya, padahal kuku tangan dan kakinya memutih menahan pergerakan untuk tidak memukul serta menendang wajah menor Ibu Dewita.

"Izin mendahului, Bu." pamit Arinda tanpa menunggu jawaban Ibu Dewita danberlari meninggalkan Saka yang masih di tempat.

~~~

Arinda terus berjalan mendahului Saka, entah Saka ada di mana, Arinda tidak memperdulikannya.

Arinda benar-benar kalut sendiri, merasa sakit hati, sakit fisik dan sakit pikiran. Air matanya kembali menetes bersamaan dengan peluh yang mulai membasahi kemejanya tipisnya, beruntung jas hitam selalu melekat di tubuhnya.

Terlihat beberapa meter di depan, rumah Danyon terlihat jelas, namun rumah itu tampak sepi tanpa tanda bahwa rumah itu berpenghuni. Arinda menghela napasnya lelah, perjalanan jauhnya sia-sia.

"Arinda!!" teriak seseorang dari belakang.

"Bang Eja, Bang Rahmat!!!" teriak Arinda, kemudian berlari mendekat sambil merentangkan tangannya.

Mereka bertiga berpelukan untuk menyalurkan rasa rindu layaknya bertemu dengan adik kecil mereka yang terpisah puluhan tahun. Arinda bahkan sempat terharu saat memeluk kedua Abang yang senantiasa menamaninya di dalam Yonif 201.

Sayang sekali pertemuan mereka tak berlangsung lama, karena sebuah perintah yang mulai terdengar melalui pengeras suara yang memanggil Pratu Eja dan Pratu Rahmat untuk bergabung dalam barisan yang ada di lapangan tembak dekat rumah dinas Danyon tersebut.

Satu informasi yang dia dapat dari Pratu Eja, bahwa semua proses menghadap tidak lagi dilakukan di rumah dinas melainkan di kantor.

Arinda melangkahkan kakinya menuju kantor Danyon yang ada di depan, lebih tepatnya berdekatan dengan gerbang Yonif 201. Arinda harus kembali berjalan menuju tempat tersebut sebelum waktu menunjukkan pukul 11.30.

Dengan penuh perjuangan, Arinda berjalan menuju kantor Danyon dengan semangat, menghiraukan rasa kebasdi kaki dan nyeri pada perutnya, matanya mulai terasa berat dan berkunang-kunang, air matanya terus terbendung di pelupuk mata, namun Arinda terus menahannya sekuat yang dia mampu.

Terasa tersiksa oleh kondisinya sekarang, Arinda memutuskan untuk menyiksa tubuhnya lebih dalam lagi.

"Gue udah capek, udah sakit, udah puyeng, udah semuanya. Ibarat berenang gue udah basah, dan salah satu jalannya ya harus nyebur sekalian." batin Arinda.

Bintara Perwira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang