"Arinda, jadilah pendamping hidup saya."
Arinda menatap Saka yang ada di atas panggung dengan berkaca-kaca. Tak di sangka bahwa mantan kekasihnya bisa menjadi orang yang mengajaknya menuju jenjang yang lebih serius, orang yang sempat menjadi lawan debatnya saat di Poso.
Mata Arinda beralih pada Alan yang menatap adiknya dengan mimik wajah yang tak terbaca. Tak lama seseorang memberikan Arinda microfon, namun Arinda tak menyentuh microfon tersebut.
"Arinda ayo jawab!!" teriak Manda dari atas pelaminan.
Arinda kembali menatap Alan. Rasa ragu mendominasi egonya, sisi baiknya ingin memiliki cinta pertama tersebut dengan seutuhnya, namun sisi buruk tak pernah kalah, rasa benci dan sakit terdahulu kembali terngiang dalam pikirannya.
"Lo mau ambil keputusan terpenting di hidup lo, tanpa persetujuan kita?," suara di belakang Arinda.
"Lo masih anggap kita gak sih, Nda?," suara berbeda yang juga di belakang Arinda.
Arinda menoleh, suara tersebut membuat Arinda meneteskan air matanya. Mereka benar, seharusnya Arinda perlu persetujuan dan saran mereka seperti yang biasanya Arinda lakukan saat di rundung rasa ragu.
Arinda memutar kursi rodanya dan memeluk Fania dan Anin dengan sangat erat.
"Gue bingung harus jawab apa, gue takut Kak Saka malu di depan umum, gue gak bisa mutusin ini sendiri, rasa ragu gue mendadak besar," ucap Arinda berbisik di pelukan kedua Sahabatnya.
Bagas yang juga ada di sana turut mendengar bisikan Arinda, ikut merasa susah saat melihat Arinda menangis lebih keras karena tak kunjung mendapat jawaban dari kedua sahabat perempuannya.
"Nda, jangan nangis make-upnya luntur," kata Bagas sambil menarik bahu Arinda agar mengurai pelukan ketiganya.
"Terima dia, itu jawaban paling tepat yang lo butuhin sekarang," ucap Bagas.
"Gue takut salah ambil keputusan," ucap Arinda semakin terisak sambil menatap dalam mata Bagas mencari kepastian, sementara para tamu, Alan, Manda dan Saka sudah menanti jawaban Arinda.
"Jangan takut, Lo gak akan pernah sendiri, ada gue, ada Fania, ada Anin bahkan ada Dika kalo lo perlu," ucap Bagas membuat Arinda semakin terisak karena terharu dan beruntung mendapat sahabat seperti ketiganya.
Arinda beralih menatap Anin dan Fania secara bergantian, dan kedunya mengangguk dengan yakin, seolah memiliki jawaban yang sama dengan Bagas. Kemudian Fania dan Anin mulai menghapus air mata Arinda dengan tisu yang ada di tangan mereka masing-masing dan memutar kembali kursi roda menghadap Saka.
Bagas merampas microfon yang ada di pangkuan Arinda, bertingkah sok garang di depan Para tamu dan Saka seolah dia adalah Ayah dari Arinda, padahal jika di pandang dari sisi TNI, Bagas sangat jauh berbeda dengan Saka yang merupakan Komandannya.
"Ini jadi microfon pelunas cinta," ucap Bagas membuat Arinda harus menahan tawanya.
Bagas mulai berjalan menjauhi Arinda sambil memegang erat microfon tersebut.
"Saya yakin Bang Alan gak akan ikhlas terima lamaran kamu begitu aja, dan saya yakin Bang Alan dan juga kamu perlu tau seberapa besar Arinda mencintai seorang Saka," ucap Bagas sambil melipat kedua tangannya di depan dada, sedangkan Saka sudah melotot tajam pada Bagas sebagai bentuk peringatan.
"Coba melotot lagi?, saya yakin lamaran kamu akan di tolak," cibir Bagas membuat para tamu undangan tergelak, Arinda memukul Bagas hingga sang empu meringis dan menoleh.
"Jangan begitu, kasian tau, dianya malu di depan banyak orang," ucap Arinda berbisik kesal.
"Oh ada yang belain dia ternyata," jawab Bagas menggunakan microfon yang pasti dapat di dengar para tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintara Perwira [END]
RandomKisah cinta dari dua insan yang pernah menjalin hubungan, kini kembali di pertemukan dalam satu acara yang sengaja di bentuk oleh kedua keluarga. Pertemuan keduanya tidak berakhir di situ, mereka justru harus di persatukan dengan profesi yang sama d...