Arinda menatap kepergian Maria yang di hujani tembakan peluru di sekitarnya,Arinda pun berusaha untuk menyelamatkan nyawanya setelah mendapat dua tembakan di paha dan punggung kanan.
Para pemberontak tak menghiraukan Arinda yang telah tertembak,mereka pikir Arinda telah tewas setelah mendapat tembakan di punggung yang akan menembus jantung.Namun persepsi mereka salah,karena faktanya Arinda terluka di bagian punggung kanan.
Arinda berusaha menahan matanya agar tidak tertutup.Mengangkat tubuhnya sendiri sambil menutup luka tembak bukan hal yang mudah karena di lakukan bersamaan dengan menahan kestabilan tubuhnya yang melemas.
"Tuhan,bantu aku menyelesaikan ini,matikan aku dalam keadaan yang wajar walau harus mati dalam membela nyawa satu orang," kata Arinda sambil terus berjalan gontai.
3 menit Arinda berjalan dengan gontai,darah segar tak pernah berhenti keluar dari paha dan punggungnya menyebabkann seragamnya berkeringat darah.
Langkah gontainya tersebut membawanya pada pohon besar tempat berlindung bersama Bagas saat dirinya sesak napas,terlihat tangkai daun pisang yang Bagas gunakan untuk melilit diafragma Arinda,kemudian Arinda beraih tangkai tersebut dan melilitkannya dengan kuat pada paha yang terkena tembakan.
Arinda terus berusaha menahan rasa sakit dan kantuk pada matanya,namun setelah berusaha menahan itu semua,Arinda harus menyerah dan menutup matanya hingga sakit yang dia rasakan juga tak terasa.
"Aku menyerah,Tuhan!."
~~~
Saka masih terus menangis,dia tak canggung mengeluarkan air matanya walau di depan anggotanya,baginya dia juga manusia yang bisa menangis ketika merasa kehilangan,baginya tangisan tak akan memandang tahta dan harta.
Saka memeluk erat rompi yang terakhir Arinda kenakan,Saka terus memukul dadanya sendiri seolah semua adalah kesalahannya dan merasa bahwa Tuhan tidak pernah berpihak kepadanya.
Dering ponsel membuatnya sedikit meredakan tangisnya,kemudian melirik layar ponselnya menampilkan nama "Mama",Saka yang belum siap untuk buka suara bingung harus melakukan apa,namun mengingat sudah lebih dari 10 hari dia tak menghubungi orang tua satu-satunya itu,memilih untuk mengangkat ponsel di telinganya sekaligus membagikan rasa kehilangannya pada Sang Ibu.
"Assalamualaikum,Saka apa kabar?," tanya Indah dari seberang,sapaan lembut dari Indah membuat Saka menangis haru.
"Kamu baik-baik aja kan?,Mama udah dengar kabar soal Arinda," kata Indah lagi.
Saka menangis,isakan demi isakan dapat di dengar oleh Indah,sebagai ibu turut merasakan kesedihan dan rasa bersalah akibat keguguran seseorang yang di sayang.
"Mama tau perasaan kamu sekarang,tenangkan diri kamu.Jangan lupa makan,istirahat yang cukup,vitaminnya jangan telat ya,Ka." Pesan Indah namun tak mendapat jawaban.
"Assalamualaikum,Ka."
Sambungan terputus tanpa jawaban sedikitpun dari Saka,Saka terus meratapi kebodohannya yang tidak bisa mengkoordinir anggotanya dengan baik hingga mempertaruhkan nyawa seseorang yang membuatnya kepalang beberapa minggu.
Dari jauh Saka mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya,Saka menghela nafas karena orang tersebut pasti mengganggunya.
"Kita harus cepat gerak,sebelum Arinda mati di tangan mereka," kata Bagas bersemangat,namun Saka hanya diam memikirkan ucapan Bagas.
"Gue yakin Arinda masih hidup,"
"Dariman Lo yakin Arinda masih hidup?,"tanya Saka.
Tak disangka bahwa tertanyaan Saka di anggap negatif oleh Bagas,Bagas mendadak membolakan matanya yang memerah menyalurkan amarahnya lewat pukulan ke tulang pipi Saka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintara Perwira [END]
SonstigesKisah cinta dari dua insan yang pernah menjalin hubungan, kini kembali di pertemukan dalam satu acara yang sengaja di bentuk oleh kedua keluarga. Pertemuan keduanya tidak berakhir di situ, mereka justru harus di persatukan dengan profesi yang sama d...