14. Maaf

3K 175 9
                                    

Arinda,Fania dan Anin menikmati makan siang mereka di sebuah restoran favorit keluarga Arinda di tengah mall yang lumayan ramai.

Fania dan Anin banyak berceloteh dan mengajak Arinda berbicara,agar tak memberi Arinda waktu luang,karena mereka tau yang terjadi adalah Arinda akan kembali menangis memikirkan Kadek.

"Arinda!"panggil seorang pria paruh baya dengan badan tinggi besar dan alis tebal membuat Fania beringsut memeluk lengan Anin yang duduk di sampingnya.

"Om Gusti,apa kabar?"Kejut Arinda segera berdiri dan memeluk pria bernama Gusti tersebut.

"Baik,kamu apa kabar?Lama gak ketemu ya.."Kata Gusti.

"Oh ya om kenalin,Ini Anin dan ini Fania.."Kata Arinda memperkenalkan teman-temannya,Fania dan Anin pun menjabat tangan Gusti dengan ragu,Juga Fania dengan tangan bergetar dia menjabat tangan gusti.

"Siapa?"bisik Anin pada Arinda

"Ini Om Gusti,Danjen Paspampres"Kata Arinda santai membuat Fania dan Anin melototkan matanya,bagaimana bisa Fania dan Anin menjabat tangan Danjen Paspampres dengan santai layaknya bersalaman dengan kawannya sendiri,hal itu membuat Fania dan Anin mengangkat tangannya,melakukan hormat di detik yang sama,Arinda pun tertawa puas melihat temannya yang gelagapan.

"Sudah gakpapa,kan gak lagi dinas,ya gak nda?"Kata Gusti meminta persetujuan Arinda,Arinda pun mengangguk sambil tertawa.

Setelah tawanya mereda Arinda mempersilahkan Gusti untuk duduk di sampingnya,menawarkan buku menu untuk di pesannya.

"Gak usah nanti saja,Ayah mu kemana?kok belum datang?"Tanya Gusti,membuat Arinda menoleh cepat pada Gusti juga teman-temannya.

"Arinda gak sama Ayah Om.."Jawab Arinda kemudian.

"Dari tadi dik?"tanya Ayah Arinda yang baru saja datang bersama Letjen.Adi dan Saka.

"Eh Mas!,baru aja.."Jawab Gusti berdiri dari tempatnya di ikuti Arinda,melihat Arinda yang memasukan ponselnya ke dalam tas membuat Fania dan Anin ikut berkemas.

Arinda bersiap akan meninggalkan tempat,namun lengannya di cekal oleh sang Ayah.

"Ayah ada perlu sama kamu juga.."Kata Letjen.Deno,Fania dan Anin pun memilih meninggalkan Arinda.

Berakhirlah mereka duduk di satu meja,dan Arinda duduk tepat di samping Saka,entah matanya memanas setiap mengingat betapa kecewanya Arinda dengan orang-orang di sekelilingnya,kecuali Gusti.

Arinda menilin kukunya,menahan air mata yang terus akan keluar tanpa izin,beberapa kali berpura-pura membenarkan letak bulu matanya,hingga membuatnya tak fokus pada topik pembicaraan,Arinda sudah ijin pergi ke toilet namun justru mendapat tendangan maut dari sang Ayah yang duduk di hadapannya.Dan tentu membuat Arinda mengurungkan niatnya.

"Arinda kenapa?kelilipan?"tanya Gusti

"Eh iya Om"jawab Arinda.

"Eh Arinda ini jago nembak kok diam di Mabes,turun lah ke lapangan,gimana?"Tanya Gusti.

"Arinda sih terserah Om,Arinda kan tinggal tunggu perintah.."Jawab Arinda.

"Paspampres gimana?"tawar Gusti.

"Tunggu SK turun.."bisik Arinda pada Gusti yang didengar orang sekelilingnya.

"Masalah SK gampang,nanti malam juga jadi.."Kata Gusti menatap Deno meminta persetujuan.

"Ayah setuju kalo Saka pindah Paspampres juga.."Putus Deno.

Keputusan Deno sudah bulat,Arinda pun tak dapat menggugatnya,hal yang membuat Arinda semakin kesal saat Saka justru diam seolah menyetujui ucapan Deno.

Bintara Perwira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang