Mendung menemani suasana yang entah bisa dikatakan membahagiakan atau menyedihkan. Membahagiakan bagi para negara karena berhasil melenyapkan MIT walau tak sepenuhnya, tapi mereka berhasil membawa pulang pemimpinnya. Menyedihkan bagi Arinda yang entah kepergian sang calon suami adalah kebenaran.
Perlahan rintik hujan jatuh satu per satu, membasahi pelataran lebar Halim Perdana Kusuma yang begitu luas. Puluhan anggota yang terbaris rapi menyambut kedatangan pahlawan bangsa yang dipimpin langsung oleh Deno.
"Dia janji bakal pulang kok, iya 'kan?" gumam Arinda kemudian menoleh pada pada Anin yang selalu disampingnya.
Sorot mata sangat menyedihkan itu kini menatap dalam penuh harapan pada Anin. Anin yang tak sanggup dengan kesedihan yang terjadi pada sahabatnya hanya bisa meneteskan air mata.
"Apapun yang terjadi setelah ini, lo harus tau bahwa lo gak pernah sendiri," Anin menarik Arinda dalam pelukannya.
Tak lama terdengar suara Helikopter yang akan lepas landas. Deno memberi aba-aba untuk hormat hingga penghuni
AW 189 itu turun.Dari 10 orang yang di berangkatkan 5 hari yang lalu, kini hanya tersisa 6 orang yang dipimpin oleh Bimo. Letda Gio dan dua anggota dari team merah harus di rawat di rumah sakit setempat setelah terjadi aksi saling serang antar anggota setelah tembakan Letda Gio yang salah sasaran mengarah pada Saka.
Setelah semuanya telah turun dan mesin helikopter mulai meredup. Bimo memerintah rekan-rekannya untuk berbaris di hadapan Deno. Sedikit rasa terkejut di rasa oleh Deno sebab calon mantunya tidak lagi hadir dalam barisan tersebut.
"Lapor, Satgas Madago Raya telah selesai dilaksanakan. Dengan hasil satu tersangka tewas dan satu tersangka sedang dalam proses penahanan. 3 anggota terluka, Letnan Dua Gio AN, Sertu. Adip Sakala P dan Pratu. Hans S. 1 anggota gugur.." Suara Bimo tercekat sambil menahan air matanya yang sudah terkumpul di pelupuk mata. Suara tegas yang tadinya terdengar nyaring hingga terdengar oleh Arinda yang berada di tepi landasan kini suara itu mulai merendah.
"dinyatakan gugur," ucapnya dengan suara sangat rendah seolah belum mengikhlaskan kepergian Saka.
"Lakukan laporan dengan benar!!" Deno membentak membuat siapa pun yang ada disana cukup terkejut.
"Siap!"
"Satu anggota dinyatakan gugur bersama dengan bom pelenyapan titik panas." ucap Bimo lagi dengan suara sangat tegas.
Arinda sudah tak sanggup menahan tubuhnya sendiri untuk berdiri. Kesadarannya pun dirasa mulai menghilang hingga kepalanya berdenyut dan telinganya terasa pengang.
~~~
"Mbak Indah harus tau. Arinda juga baru saja kehilangan calon suaminya, anak Mbak Indah sendiri. Mana mungkin saya membujuk Arinda untuk tetap menikah dengan orang lain pengganti Saka." ucap Renata yang cukup kesal bahwasannya Indah meminta pada Renata dan Deno agar Arinda tetap dinikahkan sesuai tanggal pernikahannya dengan Saka, namun dengan mempelai laki-laki yang berbeda.
"Tapi di surat wasiat terakhir ini, Saka meminta Arinda untuk tetap menikah dan harus melupakan anak saya. Arinda harus bahagia." ucap Indah yang juga sayang dan sangat perduli akan kehidupan Arinda kedepannya.
"Arinda memang perlu bahagia, tapi ini terlalu cepat Mbak."
"Sudah Bunda dan Mbak Indah jangan begini. Saya mohon, kita semua berduka, Arinda juga masih belum sadar." ucap Deno dengan tegas memisahkan.
Baik Renata maupun Indah terdiam begitu saja, nampaknya mereka mulai merenung dan memikirkan tingkah mereka.
"Mbak Renata, saya minta maaf jika ini terdengar memaksakan kehendak Arinda dan Keluarga. Saya sudah sendiri mbak, Suami dan Anak Saya sudah tidak ada, saya hanya punya Arinda, yang secara tidak langsung sudah menjadi anak saya. Saya ingin yang terbaik untuk Arinda." Suara Indah nampak bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintara Perwira [END]
RandomKisah cinta dari dua insan yang pernah menjalin hubungan, kini kembali di pertemukan dalam satu acara yang sengaja di bentuk oleh kedua keluarga. Pertemuan keduanya tidak berakhir di situ, mereka justru harus di persatukan dengan profesi yang sama d...