68. Marah

1.7K 133 8
                                    

Setelah berperang melawan tekanan batin selama beberapa menit, Arinda memberanikan diri untuk menolak permintaan Aldan. Hatinya telah tertambat pada seorang Saka, persiapan pernikahan juga tinggal setengahnya.

"Terima Kasih Bang Aldan sudah datang dan mengutarakan maksud baik Abang disini. Mohon maaf sekali Bang Aldan, tapi saya tidak bisa menerima permintaan Bang Aldan karena saya sudah punya calon pendamping dan kami sudah harus melaksanakan pengajuan akhir hari ini. Mohon maaf sekali, semoga Bang Aldan bisa menemukan perempuan yang jauh lebih baik dari saya." ucap Arinda membuat Aldan sedikit tersenyum.

"Alhamdulillah," jawab Aldan setelahnya.

"senang mendengar kamu akan menikah, saya yakin laki-laki itu adalah orang yang baik dan mampu menjaga kamu." ucap Aldan lagi.

"Terima Kasih. Saya Saka Adi Wijaya, calon suami Arinda." Jawab Saka kali ini sambil menyodorkan tangannya. Arinda, Renata dan Deno pun terkekeh mendengar jawaban Saka, sedangkan Aldan menyambut baik uluran tangan Saka.

"Kayanya ada yang perlu ngobrol bertiga," sindir Renata di angguki Deno. Arinda panik menatap kedua orang tuanya yang beranjak dari duduknya. Tak ada orang tuanya maka akan sulit bagi Arinda menjelaskannya pada Saka.

"Bapak, Ibu tunggu dulu," ucap Aldan menahan kepergian Renata dan Deno, sedangkan Arinda bernapas lega.

"Saya pamit saja, sepertinya ada yang perlu ngobrol berdua," pamit Aldan sambil terkekeh. Arinda melotot ke arah Aldan kemudian tersenyum manis ke arah Saka, sedangkan Saka memasang wajah datarnya sejak mendengar maksud kedatangan Aldan.

"Ya sudah kalo begitu, Aldan hati-hati." Ucap Deno

"Siap, izin mendahului." ucap Aldan berbalik meninggalkan pintu rumah Arinda sambil terus tersenyum mengejek ke arah Arinda, Arinda yang kesal pun menghentakkan kakinya beberapa kali.

~~~

Setelah mendengar penjelasan Arinda tentang kedatangan Aldan kerumahnya, Saka hanya bisa menghembuskan napas dan segera meminta Arinda mengganti pakaiannya. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Saka sekarang, karena Saka benar-benar dilanda cemburu, namun sebisa mungkin Saka tahan untuk menyukseskan Pengajuan akhir yang dinantikan keduanya.

Saka masih menanti Arinda yang mengganti pakaiannya, hampir setengah jam namun Arinda belum juga menampilkan batang hidungnya. Saka menelfon Arinda hingga beberapa kali, tapi tetap saja berakhir dengan suara lembut nan elok dari Operator. Saka melempar ponselnya pada meja ruang tamu dengan cukup keras, tak perduli sudah siapa pemilik rumah.

Tak sengaja mata elang Saka menangkap kotak beludru hitam yang terbuka, menampilkan cincin putih dengan satu mata di atasnya. Saka meraih kotak beludru tersebut dan meneliti setiap inci dari cincin tersebut.

"cincin asli itu, bukan secret weapon." sindir Deno yang datang tiba-tiba. Hingga Saka kelimpungan untuk menyembunyikan kotak beludru tersebut, beruntung cincin indah itu yang pindah dari tempatnya.

"siap salah," jawab Saka sambil meletakkan kotak beludru tersebut kembali pada tempatnya.

Deno dan Saka duduk di ruang tamu, mengobrol layaknya Bapak dan Anak yang sangat Saka rindukan. Banyak sekali petuah-petuah yang Deno sampaikan untuk Saka, terkhusus strategi berperang yang akan Saka hadapi dalam waktu dekat.

"ini yang paling penting," ucap Deno berbisik sambil mendekatkan kepalanya ke arah Saka, Saka pun turut mendekat.

"siapkan se-,"

"Kak Saka?" panggil seseorang yang sangat Saka kenal.

"Ya? Sayang." tanya Saka dengan wajah tegang, takut jika Arinda mendengar pembicaraannya dengan Deno.

Bintara Perwira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang