34. ARCHIE EDWARD STYLES

250 24 15
                                    

Harry sedang sibuk dengan pekerjaan kantor di ruang kerjanya sejak dua minggu terakhir karena perusahaannya baru saja mendapatkan proyek besar yang memerlukan penanganan lebih detail lagi. Sementara Kendall baru saja selesai mencuci peralatan makan malam seisi rumah.

Ruangan yang Harry kira akan sepi dan jauh dari jangkauan anak-anak justru menjadi ramai ketika seorang bocah lelaki datang sambil menangis. Sontak Harry mengalihkan pandangannya dari layar komputer dan memangku anak itu.

"Papaaaa.." raungan anak itu semakin keras ketika tubuhnya sudah berada di dalam dekapan Harry.

"Shh.. ada apa, Archie? Kenapa menangis lagi?" Tanya Harry dengan lembut.

Belum sempat bocah bernama Archie itu menjawab, dua bocah lainnya menerobos masuk ke ruang kerja Harry. Salah satu dari mereka memasang wajah kesal, sedangkan wajah yang satunya terlihat merah dan penuh oleh bekas air mata. Merekapun menghampiri meja Harry bersamaan.

"Kak Ava memarahiku, Papa!" Archie mengadu dengan logat kurang jelas namun Harry dapat mengerti ucapannya. Tatapan Harry kini sedikit menajam pada Ava yang berdecak sebal.

"Ava, apa yang kau perbuat pada adikmu?"

"Archie yang memulai duluan, Pa!" Balas Ava, tak mau kalah. Ava menarik lengan kanan Arel yang sedang mengemut jarinya dengan bibir yang ditekuk ke bawah dan mata berlingang, berusaha tidak menangis lagi. "Archie mengigit tangan Arel, lihat! ada bekasnya!"

Lengan kecil Arel menampilkan bekas deretan gigi dan warna merah di sekitarnya. Bisa dipastikan gigitan itu tidak pelan bahkan dapat membuat Arel yang kuat secara fisik, menangis sampai tersengal-sengal napasnya.

"Archie, kenapa menggigit tangan Kak Arel?"

"K-kak Arel merebut iPadku, Pa, padahal Kak Arel sudah lama bermain iPad, aku belum lama."

Kepala Harry seakan ingin pecah rasanya. Ketiga anaknya ini terus-terusan melempar kesalahan hingga membuat Harry bingung tentang yang mana yang harus ia percaya.

"Ava, tolong jelaskan yang benar ke Papa." Pinta Harry. Mengapa Ava? Karena gadis kecil itu sangat pintar dan tidak pernah berbohong pada orang tuanya, ia benar-benar mencerminkan sifat seorang Kakak yang bertanggung jawab dan bijak.

"Setelah makan malam, Mama bilang untuk berganti pakaian, mencuci wajah, sikat gigi, lalu tidur tapi Archie malah diam-diam mengambil iPad di kamar Papa dan memainkannya di kamar kita. Arel sudah bilang kalau Archie tidak boleh melakukan itu tapi Archie nakal, lalu Arel merebut iPadnya dan Archie menggigit lengan Arel keras-keras, jadi aku memarahi Archie karena membuat Arel kesakitan." Jelas Ava panjang lebar sembari mengusap lengan Arel agar menghilangkan rasa sakitnya.

Harry menghela napas setelah mengetahui kebenarannya. Ia heran, masih kecil saja mereka sudah saling tuduh, bagaimana besar nanti?

"Archie yang salah. Mama kan sudah bilang untuk bersiap tidur, bukan bermain gadget lagi. Sekarang minta maaf pada Kak Arel." Ujar Harry kemudian menurunkan Archie dari pangkuannya, namun bocah itu malah memeluk lutut Harry, ketakutan.

"Takut Kak Ava, Pa." Rengek Archie.

Harry terkekeh dalam diam. Ava memang memiliki wajah galak dan menakutkan, tak jarang ia berubah menyeramkan jika sedang marah.

"Archie..Archie.. anak lelaki tidak boleh cengeng dan jadi penakut, tau!" Ava mencibir, membuat Harry berdecak kagum dalam dirinya dan ia berusaha untuk tidak tertawa menyaksikan gelagat jagoan Ava.

Akhirnya Archie memberanikan diri untuk berjabat tangan dengan Arel seraya mengucapkan permintaan maafnya walaupun suaranya hampir tidak terdengar. Setelah berbaikan, Arel menampilkan senyum yang manis pada Archie, seolah ia melupakan rasa sakit pada lengannya.

Fight For Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang