AUTHOR's POV
Setelah berjam-jam, Kendall tidak kunjung membuka matanya sementara Harry masih menunggu dengan kepala yang begitu pusing dirasakannya. Harry pun meminta aspirin dan air mineral untuk meredakan rasa pusing yang mungkin merupakan efek dari obat dalam minuman yang Tracy berikan tadi siang.
Suara ketukan pintu terdengar, masuklah seorang suster membawa sebotol air mineral dan satu butir aspirin, sesuai dengan pesanan Harry. "Terima kasih." Ucap Harry sebelum suster itu membalasnya dengan senyuman dan berlalu meninggalkan ruangan.
Diteguknya obat itu bersamaan dengan air dan Harry memutuskan untuk merebahkan diri di sofa sambil mengambil waktu agar dapat tidur sebentar.
Harry memang tidak bisa mengingat apa saja yang dia lakukan saat di kantor dan apa saja yang dia rencanakan. Buktinya, dia berniat untuk bekerja lembur tetapi sebelum sore tiba, Harry sudah memutuskan untuk pulang, namun di datangi kenyataan bahwa Kendall pingsan dengan keadaan yang kacau. Tentu Harry tidak dapat mengingat saat ia bersetubuh dengan Tracy.
Sebenarnya Kendall sudah sadar namun ia masih enggan untuk melihat wajah Harry, juga berbicara kepadanya. Kendall membuka matanya saat Harry keluar ruangan untuk membeli makan beberapa saat yang lalu dan saat itu Kendall berusaha mengingat-ingat mengapa dia berada di rumah sakit dan apa yang terjadi dengan lengannya yang di perban.
Akhirnya dia tersadar bahwa dia shock dengan pemandangan tadi siang di kantor Harry. Niatnya, Kendall ingin mengabari Harry tentang kehamilannya. Tetapi, belum sempat istrinya itu menyapa Harry, ternyata Harry sudah terlebih dahulu menikmati 'sapaan' dari wanita lain.
Tentang tangannya yang di perban, Kendall ingat bahwa dia sendiri yang melukai dirinya karena ia merasa akan lebih baik jika air matanya diwakili oleh darah segar. Setelah lama berkecamuk dengan pikirannya, Kendall memutuskan untuk tidur karena rasa kantuk yang melandanya.
Namun ia dia melihat Harry meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Ingin rasanya dia bangun dan memeluk lelaki itu. Namun apa daya? Perasaan itu telah tergantikan dengan hati yang kecewa.
Selama tiga puluh menit Harry tertidur, akhirnya dia bangun dan mengingat segala kejadian sebelum ia berada di rumah sakit. Harry mengacak rambutnya frustasi, menggeram kecil, dan menghembuskan napas berat. Dapat terlihat kedua tangannya mengepal keras dan matanya merah seperti menahan air mata.
"Kau sudah menyadari perbuatanmu, huh?"
Suara pertanyaan bagaikan sindiran itu berhasil menarik perhatian Harry kepada Kendall. Ya, Kendall yang barusan berbicara.
"Ken, sayang, kau sudah sadar?" Tanya Harry sambil berusaha mengelus kepala Kendall namun dengan cepat di tepis.
"Kau sudah menyadari perbuatanmu, Mr. Styles?" Kendall mengulang pertanyaannya dengan tekanan di setiap katanya.
Harry mengerutkan dahi pertanda bingung, bingung dengan ucapan Kendall, dan bingung dengan tingkah Kendall yang menepis tangan Harry. Padahal biasanya wanita itu menyukai elusan dari suaminya.
"Apa maksudmu?" Harry bertanya namun langsung menerjapkan mata, "Cerita padaku, mengapa kau pingsan dengan kamar yang berantakan dan luka di lenganmu?"
Kendall tertawa sinis sambil membuang muka dari pandangan Harry.
"Baiklah, aku akan bercerita. Aku sedang berada di kamar, membaca berita seorang Bos yang sudah beristri bercumbu dengan asisten barunya disaat istrinya ingin menyampaikan kabar kehamilannya karena sudah selama 3 tahun pasangan itu tidak mempunyai anak." Intonasi Kendall menekan saat bercerita.
Harry mengerti sekarang, Kendall menyaksikannya dengan langsung, bagaimana Harry menghianati Kendall.
"K-ken aku minta ma—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight For Love
Fanfiction•SEQUEL• BOOK 2/2 OF PARTNER IN LOVE Tidak ada kisah cinta yang berjalan mulus. Seluruh dongeng kesukaanmu bahkan memiliki konflik yang berbeda-beda. Mungkin kau sudah melupakan masa lalu, namun itu tidak menutup kemungkinan bahwa masa lalu akan mel...