"Baik, terima kasih." Ujar Kendall, mengakhiri percakapan melalui telepon bersama seorang agen rumah.
Kendall meletakkan ponselnya di nakas sebelum seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Masuk."
Pintu terbuka, menampakkan Fai yang datang dengan nampan berisi makanan dan segelas air di atasnya.
"Kami menunggumu untuk makan malam di ruang makan, namun kau tidak kunjung keluar." Ujar Fai, kemudian duduk di tepi ranjang Kendall dan meletakkan nampan penuh itu di atas nakas yang masih menyediakan cukup tempat.
"Maaf, aku baru berurusan dengan agen perumahan tadi."
Mendengar pengakuan Kendall, Fai menautkan kedua alisnya, heran.
"Untuk apa? Apa kau tidak nyaman denganku karena..–"
"Tidak.. jangan salah sangka dulu." Kendall memotong pembicaraan Fai dengan cepat. "Rasanya tidak etis jika aku tinggal di rumah pria lain sementara aku masih berstatus sebagai istri orang walaupun aku akan melepas status itu sebentar lagi. Aku tidak ingin orang-orang mengira kau adalah pihak di balik perpisahanku dan Harry. Dan aku benar-benar membutuhkan waktu sendiri–bukan maksudku menolakmu menghiburku–hanya saja..–kau mengerti, kan?" Jelas Kendall dengan sirat mata yang penuh akan permohonan agar Fai mengerti keadaannya.
Kendall pun tidak ingin Harry datang disaat yang tidak tepat seperti tadi siang. Setidaknya ketika Harry datang untuk menemui anak-anaknya, tidak ada Fai dan Kendall yang sedang berduaan.
"Kapan kau pergi?" Tanya Fai setelah lama berdiam diri.
"Besok pagi. Rumah itu sudah lengkap dengan furnitur, aku hanya perlu melengkapi persediaannya saja."
"Okay." Sahut Fai, dengan nada pasrah. "Habiskan makan malamnya sebelum dingin. Biarkan aku mengantar kalian besok." Timpalnya kemudian berdiri, hendak berjalan keluar.
Kendall tidak mengatakan apa-apa lagi setelah pintu kamarnya tertutup rapat. Ia menoleh ke samping kanannya, makanan itu terlihat sangat menggiurkan dan berbau sedap, membuatnya seketika memikirkan Harry lagi.
Apa pria itu sudah makan?
***
Posisi tidur yang kurang mengenakkan membuatnya harus membuka mata karena leher dan pinggangnya mulai terasa nyeri. Terbangun di ruang kerja dengan pemandangan tumpukan berkas dan laptop mengingatkannya pada perusahaan yang sering ia abaikan karena masalah rumah tangganya.
Melihat ke arah jam dinding, Harry pun segera bangkit dan bergegas untuk bersiap ke kantor. Ia yakin banyak pekerjaan yang menantinya.
Usai membersihkan tubuh dan berpakaian, Harry menatap penampilannya di cermin. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan dasi hari ini, entah karena malas atau karena alasan lainnya.
Ia memilih pakaian serba hitam mulai dari celana, jas, dan kemejanya berwarna senada; seperti harinya yang gelap.
"Mungkin dengan menyibukkan diri di kantor, setidaknya pikiranku bisa teralihkan." Gumam Harry, sebelum menghela napas dan berjalan keluar dari rumah sepinya.
Saat ia berjalan melewati Susan yang sedang bersih-bersih, Harry pun berdeham kecil untuk menyadarkannya sehingga Susan berbalik badan.
"Aku harus ke kantor. Kalau ada surat seperti kemarin, letakkan saja di ruang kerja." Ujar Harry, sedikit menahan rasa sakitnya saat mengingat ia meminta Kendall mengirim ulang surat perceraian mereka, walau kenyataannya ia tidak ingin melihat kertas itu lagi.
Susan hanya mengangguk sekali sebagai respon dan Harry pun melanjutkan langkahnya.
"Tuan ingin ke kantor? Mari saya antar..–"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight For Love
Fanfiction•SEQUEL• BOOK 2/2 OF PARTNER IN LOVE Tidak ada kisah cinta yang berjalan mulus. Seluruh dongeng kesukaanmu bahkan memiliki konflik yang berbeda-beda. Mungkin kau sudah melupakan masa lalu, namun itu tidak menutup kemungkinan bahwa masa lalu akan mel...